Sebagian ulama khalaf (Mutaakhirin), terutama ahli ilmu
kalam (Mutakallimin) tidak menjalani cara yang ditempuh oleh ulama salaf.
Mereka tidak puas dengan cara berpikir demikian. Karenanya, mereka lalu
menta'wilkan suatu Al Wahyu yang termasuk mutasyabihat (tidak dijelaskan rinci
oleh Allah dan Rasul-Nya, tentang sifat dan perbuatan Allah SWT), sesuai
dengan kehendak akal, padahal semua itu berada diluar kemampuan akal. Mereka
menggunakan dalil aqli dengan dasar mantiqi atau logika untuk membahas hal-hal seperti
bergeraknya Allah, Allah turun ke langit, hubungan antara sifat dengan Dzat
Allah, dll.
Meski ulama khalaf menempuh jalan yang tidak sesuai dengan apa yang telah
diturunkan Al Qur’an, tetapi mereka masih tetap beriman kepada Islam dan tetap
bertolak dari dalil-dalil syar'iy. Namun mereka telah mencoba menggunakan akal
untuk memecahkan persoalan yang pernah dialami oleh para filosof Yunani
terdahulu, tanpa kembali pada ketentuan Al Wahyu dan contoh Rasulullah SAW.
Mulailah mereka melontarkan kembali masalah-masalah klasik, seperti wihdatul
wujud dll. Pendapat-pendapat mereka (ahli kalam dan filosof) telah meragukan
umat terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan masalah aqidah, bahkan
berhasil pula menyesatkan dan mengeluarkan sebagian kaum muslimin dari Islam.
Karenanya aqidah Islam perlu dijauhkan dari ilmu mantik atau filsafat agar
tidak membahayakan aqidah ummat. Sumber aqidah hanyalah Al Qur'an dan
hadits-hadits mutawatir. Metode yang digunakan adalah metode aqliyah (melalui
pemahaman terhadap dalil aqli dan naqli) sebagaimana yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW, jauh sebelum umat Islam bertemu dengan ahli filsafat (Yunani)
dan ajaran-ajarannya.