Pendahuluan
Dakwah adalah suatu kewajiban yang telah Allah pesankan pada
seluruh manusia. Tidak terbagi apakah dia laki-laki ataupun perempuan. Dakwah
juga tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Dakwah juga tidak dibatasi oleh
wasilah yang digunakan untuk menyampaikan seruan Allah. Dakwah adalah kewajiban
mulia yang dijalankan oleh para Nabi dan Rasul, lalu dilanjutkan oleh para
pewarisnya dari kalangan para ulama dan kaum muslim semuanya.
Dakwah pasti melibatkan wasilah (cara). Fakta masa sekarang menunjukkan, dakwah tidak hanya terjadi lewat wasilahkonvensional dan tradisional saja, melainkan sudah ramai terjadi dalam wasilah yang lebih kontemporer dan modern seperti lewat audio-video dan yang paling ramai adalah internet dan turunannya seperti forum mailing list, forum diskusi, forum jejaring sosial, messenger, chatting, blog dan website dan cara-cara yang lainnya.
Sayangnya, banyak diantara wasilah-wasilah dakwah dan niat-niat dakwah yang baik ini akhirnya berubah menjadi sesuatu yang mudharat dan tidak bermanfaat. Saya sendiri secara pribadi merasa sedih dan kecewa ketika menyaksikan sebagian ummat muslim yang seharusnya lebih faham daripada sebagian yang lainnya akhirnya terjebak (mungkin tanpa sadar) aktivitas keharaman dalam wasilah modern internet ini. Oleh karena itu saya mencoba untuk menulis sebuah penjelasan tentang panduan-pamduan dakwah khususnya lewat media internet ini agar seorang muslim dapat lebih bijaksana dan syar’i dalam memanfaatkannya.
Berdakwah di dunia maya tidaklah sama dibandingkan dengan dakwah di dunia nyata. Di dunia nyata kita mengetahui siapa objek dakwah kita secara langsung dan melihatnya secara fisik, terjadi kontak mata dan komunikasi dapat berlangsung secara hampir sempurna. Berbeda dengan dunia maya, yang kita tidak mengetahui objek dakwah kita dan kontak yang terjadi biasanya hanya lewat tulisan dan gambar. Karena itu bisa dikatakan dakwah di dunia nyata memiliki keterbatasan dibandingkan dunia nyata.
Dakwah pasti melibatkan wasilah (cara). Fakta masa sekarang menunjukkan, dakwah tidak hanya terjadi lewat wasilahkonvensional dan tradisional saja, melainkan sudah ramai terjadi dalam wasilah yang lebih kontemporer dan modern seperti lewat audio-video dan yang paling ramai adalah internet dan turunannya seperti forum mailing list, forum diskusi, forum jejaring sosial, messenger, chatting, blog dan website dan cara-cara yang lainnya.
Sayangnya, banyak diantara wasilah-wasilah dakwah dan niat-niat dakwah yang baik ini akhirnya berubah menjadi sesuatu yang mudharat dan tidak bermanfaat. Saya sendiri secara pribadi merasa sedih dan kecewa ketika menyaksikan sebagian ummat muslim yang seharusnya lebih faham daripada sebagian yang lainnya akhirnya terjebak (mungkin tanpa sadar) aktivitas keharaman dalam wasilah modern internet ini. Oleh karena itu saya mencoba untuk menulis sebuah penjelasan tentang panduan-pamduan dakwah khususnya lewat media internet ini agar seorang muslim dapat lebih bijaksana dan syar’i dalam memanfaatkannya.
Berdakwah di dunia maya tidaklah sama dibandingkan dengan dakwah di dunia nyata. Di dunia nyata kita mengetahui siapa objek dakwah kita secara langsung dan melihatnya secara fisik, terjadi kontak mata dan komunikasi dapat berlangsung secara hampir sempurna. Berbeda dengan dunia maya, yang kita tidak mengetahui objek dakwah kita dan kontak yang terjadi biasanya hanya lewat tulisan dan gambar. Karena itu bisa dikatakan dakwah di dunia nyata memiliki keterbatasan dibandingkan dunia nyata.
Debat di dunia maya
Dalam dunia maya, acapkali kita melihat diskusi atau debat yang terjadi dalam
membahas suatu masalah. Memang betul, debat (jidal) adalah suatu cara untuk
berdakwah dan itu diperbolehkan Allah swt, sebagaimana yang disampaikan-Nya dalam
al-Qur’an
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (QS an-Nahl [16]: 125)
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا
وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan
kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah
mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat (QS al-Mujaadilah [58]: 1)
Selain memperbolehkan wasilah debat atau diskusi ini, Allah
dan rasul-Nya pun telah menentukan aturan-aturan dalam melakukan debat ini.
Secara garis besar anjuran debat dalam Islam ini adalah:
1. Debat dilakukan dalam tataran ide yang sedang
diperdebatkan
Debat dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan argumentasi-argumentasi yang batil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi yang jitu dan benar, berdasarkan kajian hingga sampai pada suatu kebenaran. Karena itu, seperti telah disebut, debat mengandung dua sifat, yaitu merobohkan dan membangun; menjatuhkan dan menegakkan argumentasi-argumentasi. Di antara teladan cara debat yang diajarkan al-Quran adalah:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ
آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي
وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ
يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ
الَّذِي كَفَرَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya
(Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim
berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah
dia dari barat,” lalu heran terdiamlah orang kafir itu; (QS al-Baqarah [2]: 258)
2. Debat dilakukan dengan cara yang baik (ahsan) sebagaimana
yang diperintahkan Allah
Maksudnya dilakukan dengan menggunakan patokan yang sama, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Bukan berpatokan pada “pokok”nya, atau “kata”nya, ataupun dengan akal pikiran. Kalaupun menggunakan akal, maka haruslah dengan menggunakan pemikiran yang rasional, bukan persangkaan ataupun filsafat.
مَنْ كَانَ يُؤْ مِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
اَوْلِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik
atau lebih baik diam (HR. Bukhari Muslim)
أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله
عليه و سلم
Amma ba’du: sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah, dan
sebaik-baik petunjuk, adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an (QS
az-Zumar [39]: 23)
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ
بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى
ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
Diriwayatkan daripada ‘Ali bin Abi Talib katanya: “Jika agama itu dibangun
dengan akal pikiran tentu saja bagian bawah khuf lebih patut disapu daripada
bahagian atas. Sesungguhnya saya melihat Rasulullah s.a.w. menyapu di bahagain
atas khufnya. (HR. Abu Dawud)
3. Menghindari berkata yang buruk, keji, mencaci atau memaki
individu
Ketika berdebat, kita benar-benar harus mengingat bahwa yang kita debat adalah ide yang disampaikan, bukan individu yang menyampaikan, sehingga kita tidak boleh menyerang secara individual dan menggunakan kata-kata yang tidak mencerminkan keimanan kepada Allah.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ، وَلاَ اللَّعَّانِ، وَلاَ
الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِيءِ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ
Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji (HR.
Tirmidzi)
4. Tidak mencari-cari perdebatan atau senang dengan
perdebatan
Al-Qur’an telah menjadikan debat sebagai salah satu cara dalam menyampaikan
kebenaran Islam, tapi bukan berarti al-Qur’an memerintahkan kita untuk senang
dalam berdebat atau mencari-cari perdebatan. Seorang mukmin seharusnya memahami
bahwa perdebatan adalah salah satu bagian dari dakwah dan jalan terakhir dalam
dakwah, bukan malah mengawali dakwah dengan perdebatan.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا
وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS al-Anfaal [8]: 46)
5. Perhatikan siapa yang menjadi partner debat/diskusi
Pertama-tama kali yang harus diperhatikan adalah siapa partner debat atau diskusi kita, karena partner debat/diskusi seharusnya seseorang yang memang menginginkan dan mencari kebenaran, bukan hanya menyenangi debat atau menjadikan debat untuk memperolok-olok agama Islam.
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا
الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ
الْآيَةَ: مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ
“Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena
mereka suka berdebat” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat: “Mereka tidak
memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja,
sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. [QS Az-Zukhruf [43]: 58]”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Selain itu, tidak semua manusia yang diseru dengan ayat-ayat
al-Qur’an akan bertambah keimanannya, Allah memperingatkan bahwa ada juga yang
justru bertambah kekafirannya ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Maka ayat Allah
tidak layak dibacakan untuk orang setipe ini.
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا
إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada)
dan mereka mati dalam keadaan kafir (QS at-Taubah [9]: 125)
Dan bila sudah kita pastikan bahwa partner diskusi kita
adalah termasuk orang munafik ataupun kafir yang memang bukan mencari kebenaran
dalam debat dan diskusi, maka segeralah meninggalkan orang yang semacam ini
lalu beristighfar pada Allah karena kita telah melakukan hal yang tidak
bermanfaat.
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ
عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ
الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan
jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk
bersama orang-orang yang lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu) (QS
al-An’am [6]: 68)
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ
آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ
حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ
جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa
apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka
janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik
dan orang-orang kafir di dalam Jahannam (TQS an-Nisaa [4]: 140)
Maksud “duduk bersama/beserta” adalah berada dalam suatu
forum, sehingga seolah-olah dengan adanya kita disitu menjadi legitimasi dalam
proses memperolok ayat-ayat Allah.
Imam asy-Syafi’i sendiri berkata perihal berdebat dengan
orang semacam ini:
مَا نَاظَرْتُ أَهْلَ الْكَلَام إلَّا مَرَّةً وَأَنَا أَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ ذَلِكَ
“Aku tidak mendebat ahli kalam kecuali sekali. Dan setelah itupun aku
beristighfar kepada Allah dari hal itu”.
Sedangkan Imam Malik berkata:
“Termasuk merendahkan dan meremehkan ilmu jika seseorang
membicarakan ilmu di hadapan orang yang tidak mentaati ilmu itu”.
Dan al-Auza’i juga menyampaikan:
إذَا أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِقَوْمٍ شَرًّا فَتَحَ
عَلَيْهِمْ الْجِدَالَ، وَمَنَعَهُمْ الْعَمَلَ
“Jika Allah menginginkan kejelekan pada satu kaum, maka Allah akan membuka atas
mereka jidal, dan menghalangi mereka dari beramal.”
Daripada melayani orang semacam ini lebih baik kita beramal
shalih. Ingat, meghabiskan waktu 30 menit untuk mendebat orang semacam ini
berarti kita membuang kesempatan untuk berdakwah selama 30 menit kepada orang
yang mau mendengarkan. Lebih baik beramal daripada mendebat orang yang tidak
ingin mencari kebenaran.
6. Perhatikan apa yang akan diperdebatkan/didiskusikan
Seorang mukmin tidak akan menceburkan dirinya dalam perkara-perkara yang
seharusnya tidak didiskusikan, dalam perkara yang tidak bermanfaat, dan juga
dalam perkara-perkara yang tidak akan meningkatkan keimanan ketika
mendebat/mendiskusikannya.
Dalam berdiskusi, kita hanya boleh membahas hal-hal yang
telah Allah perbolehkan untuk mendiskusikannya, dan menjauhi perkara yang telah
dilarang atau dimakruhkan untuk mendiskusikannya. Termasuk perkara ini adalah
mendebat Allah dan ayat-ayat-Nya.
وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras
siksa-Nya.(QS ar-Ra’du [13]: 13)
جِدَالٌ فِي اْلقُرْآنِ كُفْرٌ
Berdebat tentang al-Qur’an adalah kufur (HR. Ahmad Syakir)
Selain itu, kita juga diperintahkan untuk jangan terlalu
dalam dalam memperdebatkan sesuatu yang ghaib semacam takdir, eksistensi Allah
dan yang semacamnya.
Diriwayatkan dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jika
diperbincangkan tentang sahabatku maka hentikanlah, jika diperbincangkan
tentang ilmu nujum maka hentikanlah, dan jika diperbincangkan tentang takdir,
maka hentikanlah,” (Hasan, lihat kitab ash-Shahihah [34]).
7. Tinggalkan perdebatan di forum-forum umum yang tidak
terbatas
Seperti yang telah disampaikan di atas, tujuan perdebatan adalah menegakkan yang benar dan menjatuhkan yang salah, atau sederhananya merubah dari yang buruk menjadi yang baik. Apabila perdebatan ini dilakukan di forum-forum umum ataupun wasilah umum yang dapat terlihat oleh publik, maka sesungguhnhya perdebatan semacam ini akan lebih banyak mudharatnya bagi yang lain, dan pasti akan menjadi perdebatan yang tidak berujung.
Saat ini banyak kita liat, di forum-forum diskusi, wall
facebook, milis ataupun yang lain, perdebatan yang tidak bermanfaat muncul. Dan
dalam forum semacam ini tidak ada moderator yang memoderasi pendapat-pendapat
yang muncul disitu. Sehingga semua jenis pendapat mulai dari yang benar dan
salah bisa bercampur disitu dan tidak jarang terdapat makian, hasutan,
penghinaan, provokasi dan lainnya yang jelas tidak akan membawa kebaikan dan
manfaat bagi keimanan. Disitu pula terkadang emosi yang banyak bermain, dan ini
dilihat oleh banyak orang dan menimbulkan suatu preseden buruk. Dan jelas
hal-hal seperti ini menimbulkan mudharat dan haram hukumnya. Sedangkan kaidah
fiqh menyatakan: “wasilah (sarana) yang bisa mengantarkan ke keharaman maka
wasilah itu haram”. Maka berdebat di internet dalam forum-forum umum dan bisa
diakses semua orang tanpa moderasi adalah haram.
Jika kita benar-benar ingin menasehati dan berdebat dengan
ahsan, undanglah partner debat/diskusi kita untuk off air, kopi darat, lalu
diskusikan dan debatlah dengan empat mata atau lebih, ini lebih baik daripada
kita berdebat dan berdiskusi di forum umum maya.
Walhasil, saya hanya ingin menyampaikan bahwa waktu kita
terlalu berharga untuk mendebat orang-orang yang memang tidak ingin mencari
kebenaran. Dan bila kita menemui komentar-komentar yang menyerang Islam di
internet, janganlah terburu-buru untuk mendebatnya, karena itulah yang mereka
inginkan. Bila kita menemui komentar apapun di internet, maka ada dua pilihan:
1) bila kita suka kita baca dan amalkan.
2) bila kita tidak suka tutup saja.
Penulis: Felix Yanwar