Indonesia: Negeri Darurat Zina
Dalam minggu-minggu terakhir ini, selain masalah kisruh
KPK-Polri, ranah publik juga diramaikan oleh peredaran buku berjudul Saatnya
Aku Belajar Pacaran. Penulisnya adalah Toge Aprillianto. Buku itu mendapat
reaksi keras dari masyarakat. Pasalnya, buku itu menyerukan dan membenarkan
remaja untuk berhubungan seks dengan pacar. Penulisnya mengatakan, wajar jika
pacar mengajak untuk berhubungan seks (zina). Jika pacar minta seks, kata Toge,
ya turuti saja kemauannya itu. Yang penting, kata dia pula, masing-masing siap
untuk melakukan hubungan seks (baca: zina) tersebut.
Seruan Zina Makin Menggema
Seruan dalam buku itu menambah panjang daftar seruan-seruan
yang disebarkan di negeri ini ke arah seks bebas alias perzinaan. Ada yang
terang-terangan seperti isi buku itu. Namun, lebih banyak lagi yang samar,
seperti program pekan kondom.
Pada 18 April 2012 PT Elexmedia Komputindo menerbitkan buku
yang ditulis oleh Jeon Ji-eun asal Korea Selatan. Buku itu mengandung pesan
kampanye dan pembenaran gaya hidup lesbian, gay, biseksual dan transjender
(LGBT). Buku berjudul Why? Puberty; Pubertas itu dalam bab terakhir
berisi pesan yang melegalkan hubungan sesama jenis. Setelah beredar dan
diprotes banyak kalangan, penerbit menarik buku itu dari peredaran pada Agustus
2014. Artinya, setelah dua tahun lebih beredar, buku tersebut baru ditarik
karena ada protes. Entah berapa ribu eksemplar yang sudah terjual dan dibaca
orang. Begitu juga buku tulisan Toge Aprillianto. Buku itu diterbitkan pada
tahun 2011. Entah sudah berapa ribu eksemplar yang terjual dan berapa banyak
remaja yang membaca buku itu.
Pada Januari-Februari 2013, ramai penjualan coklat berhadiah
sekotak kondom di berbagai kota di minimarket dan mal. Pada tahun 2014 muncul
ide pekan kondom disertai dengan pembagian kondom secara gratis. Ini
nyata-nyata menyerukan seks bebas alias zina. Pasalnya, distribusi kondom itu
menyasar remaja yang tentu saja belum menikah.
Seruan-seruan ke arah pacaran bahkan pernah menyusup ke
dalam buku pelajaran sekolah meski dengan tema ‘pacaran sehat’. Seruan-seruan
yang sama juga banyak bertebaran di berbagai sinetron remaja yang sebagian
besar temanya adalah pacaran; juga di berbagai media, melalui internet, dan
lainnya.
Zina Mengundang Bencana
Seruan-seruan itu jelas makin memperparah perilaku seks
bebas di kalangan remaja. Padahal tanpa itu pun seks bebas alias zina sudah
sedemikian banyak terjadi di kalangan remaja. Deputi Bidang Keluarga Berencana
dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Dr. Julianto Witjaksono SpOG, KFER, MGO, pada
10/8/2014 mengatakan, 46 persen remaja berusia 15-19 tahun belum menikah sudah
berhubungan seks (Tribunnews.com, 10/8/2014).
Akibatnya, banyak remaja yang hamil di luar nikah. Menurut
data yang diperoleh BKKBN, sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami
kehamilan dan kelahiran sebelum menikah (Okezone.com, 13/2/2013).
Kehamilan di luar nikah itu banyak yang akhirnya diaborsi.
Menurut seksolog dan androlog Prof. Dr. Wimpie Pangkahila (18/4/2012), jumlah
kasus aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia diperkirakan mencapai 2,5
juta kasus pertahun. Menurut dia, kasus aborsi ini tersebar secara merata di
perkotaan maupun di pedesaan (Suaramerdeka.com, 18/4/2012).
Dari jumlah aborsi itu, sekitar 30 persennya atau sekitar
800 ribu dilakukan oleh remaja. Jumlah kasus aborsi yang terungkap itu
merupakan fenomena puncak gunung es. Jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar
lagi. Apalagi, aborsi itu tak sedikit yang dilakukan sendiri dengan
mengkonsumsi obat-obatan aborsi. Di internet dengan mudah bisa ditemukan nama
obat untuk aborsi, di mana obat itu bisa dibeli dan bagaimana cara melakukan
aborsi sendiri dengan obat itu.
Pelaku seks bebas alias zina juga berisiko terkena berbagai
penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS. Faktanya, seks bebas (zina) yang makin
marak meningkatkan jumlah penderita HIV-AIDS di negeri ini. Laporan Joint
of United Nations programme tahun 2013 menyatakan bahwa angka orang dengan
HIV di Indonesia meningkat hampir 50 persen dari tahun 2008 ke 2013. Sebagian
besar penularannya melalui hubungan seks bebas.
Menurut surat Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL), Dr. H.M. Subuh tertanggal 17 Oktober 2014, berdasarkan data
dari Sistem Informasi HIV-AIDS & IMS (SIHA), HIV-AIDS tersebar di 381 (76%)
dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Sejak 1 Januari 1987
secara kumulatif jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September
2014 sebanyak 150.296 dan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 55.799 orang. Jadi
total jumlah HIV-AIDS sampai September 2014 mencapai 206.095 kasus. Prosentase
kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,9%), lalu
kelompok umur 30-39 tahun (28,5%), 40-49 tahun (10,7%), 50-59 tahun (3,4%) dan
15-19 (3,1%). Orang dideteksi positif AIDS biasanya setelah 5-10 tahun sejak
pertama kali tertular virus HIV. Itu artinya, penularan HIV paling banyak
terjadi ketika penderita itu berusia remaja sampai usia 30 tahun, yang sebagian
besarnya adalah melalui hubungan seks bebas.
Hamil di luar nikah, aborsi dan terjangkit penyakit seperti
HIV-AIDS, semua itu merupakan bencana akibat seks bebas alias zina. Semua itu
masih ditambah bencana sosial lainnya semisal rusaknya keluarga, ancaman
terhadap generasi, timbulnya rasa khawatir di tengah masyarakat atas penyebaran
petaka itu, lunturnya nilai-nilai luhur dan bencana-bencana lainnya.
Rasul saw. sudah memperingatkan bencana yang muncul akibat
maraknya perzinaan melalui sabdanya:
«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ
أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»
Jika zina dan riba telah marak di suatu negeri, maka sungguh
mereka telah menghalalkan sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan
ath-Thabrani).
Karena itu berbagai seruan seks bebas alias zina pada
dasarnya adalah seruan-seruan untuk mengundang bencana datang. Jika berbagai
seruan itu dibiarkan, maka sama saja dengan membiarkan petaka dan azab datang
menimpa negeri ini.
Solusi Menyesatkan
Banyak pihak sepakat bahwa semua kasus di atas mesti segera
dihentikan. Sayangnya, kebanyakan solusi yang ditawarkan berpijak pada ide
kebebasan dan ide hak reproduksi. Ide ini menuntun siapa saja untuk memandang
bahwa aktivitas seksual adalah hak yang tidak bisa dilarang. Selama dilakukan
dengan kemauan dan kesadaran sendiri, tanpa paksaan, hubungan seks, termasuk
seks bebas (zina), tak bisa disalahkan. Akibatnya, seks di luar nikah alias
zina lantas tidak dianggap salah. Pandangan seperti itu akhirnya melahirkan solusi
yang menyesatkan seperti: ‘pacaran sehat’, ‘pekan kondom nasional’, ‘setia pada
pasangan’ (termauk pasangan zina), dll.
Dasar pemikiran itu pula yang diadopsi di dalam hukum yang
berlaku di negeri ini. Hukum yang berlaku di negeri ini memandang zina bukan
tindakan kriminal yang bisa diperkarakan selama dilakukan suka sama suka, tanpa
paksaan dan selama tidak ada yang mengadukan.
Karena itu berbagai program dan solusi yang dijalankan
selama ini tidak bisa menghentikan zina di masyarakat, khususnya kalangan
remaja. Artinya, semua bencana yang menjadi akibatnya juga tak akan pernah bisa
dihentikan.
Selesai Hanya dengan Islam
Islam memandang seks tanpa ikatan pernikahan alias zina
sebagai tindakan maksiat dan kriminal. Seks bebas alias zina juga berbahaya dan
mengancam masyarakat. Karena itu Islam tegas menyatakan bahwa seks bebas alias
zina adalah haram dan termasuk perbuatan keji yang harus dijauhi. Allah SWT
berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu
perbuatan keji dan jalan yang buruk (TQS al-Isra’ [17]: 32).
Larangan mendekati zina berarti juga larangan atas segala
perkara yang bisa mendorong, mengarahkan dan menyerukan ke arah perzinaan di
masyarakat. Karena itu berbagai materi cetak, audio, visual dan bentuk apapun
yang memuat unsur pornografi haram beredar dan harus dijauhkan dari masyarakat.
Pelakunya harus ditindak tegas. Sebelum semua itu, Islam mewajibkan negara
untuk menanamkan dan memupuk keimanan dan ketakwaan pada diri rakyat sejak
dini.
Palang pintu terakhir adalah penerapan sanksi yang tegas dan
keras terhadap para pezina. Pezina yang ghayr muhshan (belum menikah)
dicambuk seratus kali. Pezina yang muhshan (sudah pernah menikah)
dirajam hingga mati. Tentu semua itu dilakukan setelah perzinaan terbukti
dengan pembuktian yang syar’i. Pelaksanaan hukuman itu pun harus
disaksikan oleh masyarakat (QS an-Nur [24]: 2). Para pelaku yang
mempropagandakan kebebasan seks alias zina juga wajib ditindak tegas. Dengan
hukuman yang tegas, efek jeranya benar-benar efektif mencegah orang melakukan
perzinaan ataupun mepropagandakan perzinaan.
Dengan semua itu dan dengan pelaksanaan sistem Islam
lainnya, umat bisa terlindungi dari perilaku seks bebas alias zina dan berbagai
bencana yang menjadi akibatnya. Semua itu hanya mungkin terwujud jika syariah
Islam diterapkan secara total. Ini hanya bisa diwujudkan di bawah naungan
sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj
an-nubuwwah. Inilah yang segera harus diwujudkan di tengah-tengah umat saat
ini.
Sumber: Al-Islam edisi 743, 23 Rabiuts Tsani 1436 H – 13
Februari 2015 M