Hukum Pemilu Presiden
Setiap kurang lebih lima tahun di Negara Demokrasi pastilah
diselenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung oleh rakyat. Pilpres berbeda dengan Pemilu Legislatif
(Pileg) yang diselenggarakan untuk memilih para wakil rakyat. Dalam Pilpres berlangsung
pemilihan kepala kekuasaan eksekutif. Hal itu mencerminkan pengelolaan rakyat
atas kekuasaan mereka.
Hukum mengangkat penguasa itu berkaitan dengan dua perkara:
1)perkara yang berkaitan dengan karakter dan sosok penguasa
2)perkara yang berkaitan dengan sistem/aturan yang akan
diterapkan penguasa.
Berkaitan dengan sosok yang sah memangku kepemimpinan negara
maka harus memenuhi tujuh syarat:
-Islam
-laki-laki
-balig
-berakal
-merdeka (bukan budak)
-adil (bukan orang fasik)
-serta mampu memikul tugas-tugas dan tanggung jawab kepala
negara.
Jika seseorang tidak memiliki salah satu syarat ini, dalam
pandangan hukum syariah, ia tak layak menjadi kepala negara.
Adapun berkaitan dengan sistem/aturan yang diterapkan, maka
penguasa wajib menerapkan sistem dan hukum-hukum Islam seluruhnya. Sebab, itu
adalah tugas seorang kepala negara. Ia wajib menegaskan kepada masyarakat bahwa
ia akan menerapkan syariah Allah SWT dengan semua bagiannya. Jika ia
menjanjikan penerapan hukum-hukum Islam secara terbuka tanpa tedeng aling-aling
dan berbelit-belit, maka boleh ia dipilih.
Di antara hukum Islam yang wajib dilaksanakan adalah
mendeklarasikan sistem Khilafah, menyatukan negeri-negeri kaum Muslim di bawah
negara Khilafah, membebaskan negeri-negeri kaum Muslim dari penjajahan dan
pengaruh kaum kafir dalam segala aspek kehidupan, serta mengemban risalah Islam
ke seluruh dunia.
Siapa saja yang memperhatikan calon presiden yang ada,
niscaya ia bisa memahami dengan jelas, bahwa tidak ada satu pun di antara
mereka yang mengumumkan akan menerapkan syariah Islam serta mendeklarasikan
pendirian Khilafah yang telah diwajibkan oleh Rabb kita dan merupakan
sumber kemuliaan kita. Tidak ada pula dari mereka yang akan membersihkan negeri
ini dari pengaruh penjajahan asing; juga tidak ada yang akan mengembalikan
kemandirian umat dalam membuat keputusan, kesatuan dan kekayaannya. Karena itu
secara syar’i, tidak boleh memilih siapapun dari mereka sebagai kepala
negara. Sebab, partisipasi dalam memilih mereka padahal mereka akan terus berpegang
pada konstitusi sekular, berkomitmen menjaga sistem republik sekular dan
bersumpah atas yang demikian berarti ikut berpartisipasi dalam menjaga
konstitusi buatan manusia, menjaga pengaruh asing kafir, menjaga kerusakan yang
tersebar luas di negeri serta membantu para penguasa memerintah dengan selain
hukum yang telah Allah SWT turunkan. Padahal kaum Muslim telah diperintahkan
berhukum dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan. Allah SWT telah berfirman:
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّه﴾
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS al-An’am
[6]: 57).
﴿وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ إِلَيْكَ﴾
Hendaklah kamu menghukumi mereka menurut wahyu yang telah
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah
kamu terhadap mereka yang akan memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah
diturunkan Allah kepada kamu (TQS al-Maidah [5]: 49).
Penguasa yang meyakini Islam tetapi tidak memerintah dengan
Islam adalah penguasa yang zalim dan fasik.
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah
turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah
turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang fasik (TQS al-Maidah [5]:
47).
Adapun tidak berhukum dengan hukum Islam karena mengingkari
Islam dan menganggap Islam itu tidak layak untuk memutuskan perkara, maka itu
merupakan kekufuran. Kita berlindung hanya kepada Allah dari hal itu.
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah
turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir (TQS al-Maidah [5]:
44).
Wahai kaum Muslim:
Sesungguhnya masalah ini ada di tangan Anda semua. Apakah
Anda semua akan menempuh langkah yang benar dengan mendeklarasikan Indonesia
sebagai benih Daulah al-Khilafah ar-Rasyidah kedua yang telah disampaikan kabar
gembiranya oleh Rasul saw. yang mulia:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُبُوَّةٍ»
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.
Sungguh, era Al-Khilafah ar-Rasyidah itu telah menjelang
dengan izin Allah. Kaum Muslim di seluruh negeri mereka, khususnya di
Indonesia, rindu untuk diperintah/dihukumi dengan Islam dan hidup dengan
kehidupan yang islami.
Wahai kaum Muslim:
Anda semua adalah pemilik kekuasaan yang sebenarnya. Karena
itu deklarasikanlah secara gamblang dan lantang, pada setiap kesempatan Pemilu
Presiden dan pada konstitusi, bahwa Anda semua tidak akan rela dengan selain
Islam, dan Anda semua tidak akan menerima dihukumi dengan perundang-undangan
buatan manusia. Akan tetapi, Anda semua hanya menginginkan Islam yang suci,
yaitu Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan
seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberikan kehidupan
kepada kalian (TQS al-Anfal [8]: 24).
Penegakan hukum Islam itu wajib secara keseluruhan dan yang memiliki kemampuan adalah pemimpin dan apabila pemimpin yang kita pilih tidak mau menjalankan hukum Islam yang wajib dijalankan itu lalu lebih memilih hukum buatan manusia maka kita sebagai pemilih pastilah ikut terkena dosanya karena memilih pemimpin yang jelas-jelas enggan menjalankan kewajiban seorang pemimpin dalam Islam yaitu menjalankan hukum dan ketata Negaraan dengan syariat Islam.