SURAT UNTUK INDONESIA
Saudaraku, kita semua tentu tahu, saat ini negara kita
tengah dibelit berbagai persoalan yang sangat berat. Bila belakangan banyak
orang menyerukan Save KPK, lebih dari itu kita sesungguhnya memerlukan Save
Indonesia. Sebab, bila menilik beratnya persoalan yang mengancam negeri ini dan
tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin negeri ini akan hancur. Mengapa?
Saat ini kita tengah berada dalam ancaman neoliberalisme dan
neoimperialisme yang makin keras mencengkeram. Neoliberalisme adalah paham yang
menghendaki pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam pandangan
neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi
oleh individu/korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan: privatisasi sektor
publik seperti migas, listrik, jalan tol dan lainnya; pencabutan subsidi
komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya; penghilangan
hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang
menyetarakan BUMN dengan usaha swasta. Jadi, neoliberalisme sesungguhnya
merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state (korporatokrasi).
Ketika itu, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan
pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk
kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik
domestik maupun asing.
Ancaman neoliberalisme akan semakin besar dengan
pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) mulai tahun 2015 ini. MEA,
sebagaimana blok pasar bebas lain, merupakan strategi kekuatan kapitalis global
untuk meluaskan hegemoninya, khususnya di kawasan negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Dalam pasar bebas, dihapus semua hambatan masuk (barrier to
entry) baik tarif maupun non tarif seperti regulasi, penetapan kuota, subsidi,
dan lainnya yang selama ini memang dibuat untuk melindungi produk dalam negeri.
Jadi, MEA tak lain adalah pasar bebas yang akan membuka pasar negara-negara di
kawasan ASEAN yang berpenduduk sekitar 600 juta bagi produk dan penanaman modal
negara-negara kapitalis besar.
Sementara itu, gelombang demokratisasi di segala bidang
pasca Reformasi, khususnya di bidang politik dengan pemberlakuan model
pemilihan langsung untuk kepala daerah dan presiden serta pemilihan anggota
legislatif berdasar suara terbanyak, telah memberikan kesempatan kepada
kekuatan kapitalis global untuk makin menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
Dengan kekuatan dana besarnya, mereka masuk dalam kontestasi politik di
Indonesia. Harapannya, melalui orang-orang yang didukung, mereka bisa turut
menentukan pemilihan pejabat publik dan memberikan arah kebijakan ke depan.
Bagi politikus pragmatis, tak jadi soal menggadaikan kewenangan politik, yang
penting mereka terpilih. Karena itu, pasca Reformasi banyak sekali lahir
kebijakan-kebijakan dan peraturan perundangan yang sangat liberal dan kental
dipengaruhi kepentingan asing.
Keputusan rezim Jokowi-JK yang bergegas menaikkan harga BBM,
misalnya, adalah bukti kebijakan yang sangat sarat kepentingan asing. Meskipun
kemudian diturunkan, namun tidak bisa menutupi maksud sesungguhnya dari
kebijakan itu, yakni pemberlakuan liberalisasi migas secara total. Rezim
Jokowi-JK mencabut subsidi BBM dan menetapkan harga sesuai dengan harga pasar.
Inilah yang dimaui oleh perusahaan migas asing agar mereka bisa leluasa masuk
di sektor niaga BBM. Ini bisnis yang luar biasa besar. Mereka mengambil minyak
di Indonesia, lalu diolah dan dijual di Indonesia, tetapi dengan harga
internasional. Setiap tahun, perusahaan migas asing diperkirakan bisa meraup
untung tak kurang dari Rp 150 triliun.
Di lapangan legislatif, intervensi asing juga sangat nyata.
Menurut seorang anggota DPR, ada lebih dari 76 UU yang pembuatan draft-nya
dilakukan pihak asing seperti UU Migas, UU PM, UU Kelistrikan, UU SDA, UU
Perbankan dan sejenisnya yang jelas-jelas telah meliberalisasi sektor-sektor
vital di Indonesia. Dari fakta-fakta inilah kita menyebut bahwa negeri ini juga
tengah dalam ancaman neoimperialisme.
Neoimperialisme adalah penjajahan cara baru yang ditempuh
oleh negara kapitalis untuk tetap menguasai dan menghisap negara lain. Dulu
dikenal dengan semangat gold (kepentingan penguasaan sumber daya
ekonomi), glory (kepentingan kekuasaan politik) dan gospel (kepentingan
misionasi Kristiani). Meski mungkin kepentingan yang ketiga (gospel) kini tidak
begitu menonjol, kepentingan pertama dan kedua (gold dan glory) nyata sekali
masih berjalan.
Saudaraku, neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja
berdampak sangat dampak buruk buat kita semua. Di antaranya, tingginya angka
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral, korupsi yang makin
menjadi-jadi, dan kriminalitas yang kian merajalela. Banyaknya pejabat dan
anggota legislatif yang menjadi tersangka korupsi menjadi bukti sangat nyata
perilaku mereka yang menghalalkan segala cara guna mengembalikan investasi
politiknya. Eksploitasi SDA di negeri ini secara brutal juga menunjukkan
bagaimana para pemimpin negeri ini telah gelap mata dalam memperdagangkan
kewenangannya sehingga membiarkan kekayaan alam yang semestinya untuk
kesejahteraan rakyat itu dihisap oleh korporasi domestik maupun asing.
Kenyataan buruk itu makin diperparah oleh kebijakan-kebijakan politik seperti
kenaikan harga BBM, elpiji, tarif listrik, dan lain-lain.
Sementara itu, demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai
sistem politik terbaik, yang akan mewadahi aspirasi rakyat, pada kenyataannya
bohong belaka. Rakyat hanya diperhatikan pada saat kampanye atau sebelum
pemilihan. Setelah terpilih, anggota legislatif, kepala daerah, dan bahkan
presiden lebih memperhatikan para penyokongnya. Lahirnya UU-UU liberal, dan
lembeknya Pemerintah di hadapan perusahaan asing seperti Freeport, adalah bukti
nyata pengabaian aspirasi rakyat serta ketundukan Pemerintah pada kekuatan para
cukong di dalam dan luar negeri. Jadi, dalam demokrasi tidak ada yang namanya
kedaulatan rakyat; yang ada adalah kedaulatan para pemilik modal.
Oleh karena itu, wahai Saudaraku, jelas sekali negeri ini
harus segera diselamatkan. Tak ada pilihan lain kecuali dengan Islam, yakni
dengan syariah dan khilafah. Jadi, Save Indonesia with Sharia and Khilafah. Selamatkan
Indonesia dengan Syariah dan Khilafah.
Sumber : Al-Islam edisi 749, 6
Jumaduts Tsani 1436 H – 27 Maret 2015 M