Tiada manusia yang luput dari salah kecuali Rasulullah.
Sebaik-baik yang bersalah adalah meminta maaf. Gharizatun baqa‘ yang
tinggi terkadang menjadikan diri kita seakan susah untuk meminta maaf atau pun
memaafkan. Para sahabat, manusia yang dijanjikan surga oleh Allah juga pernah
melakukan kesalahan.
Alkisah, suatu ketika terjadi perselisihan diantara sahabat
Rasulullah yakni, Abu Dzar dan Bilal. Abu Dzar marah dan berkata
kepada Bilal,“Wahai anak orang kulit hitam.” Bilal pun mengadukan hal ini kepada
Rasulullah. beliau lalu memanggil Abu Dzar dan bertanya, “Apakah engkau
sudah menghina Fulan?“
“Benar,” jawab Abu Dzar.
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah engkau mennyindir
ibunya?”
Abu Dzar menjawab, “Siapa pun yang menghina orang lain,
ayah dan ibunya pasti ikut disindirnya, ya Rasulullah.” Rasulullah
menukas, “Dalam dirimu masih ada sifat jahiliyah”
Abu Dzar bertanya, “Apakah ada kesombongan dalam diriku?"
“Ya, ada.” Jawab Rasulullah.
Beliau bersabda, “Bagaimanapun mereka tetap saudara
kalian. Allah swt telah menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kalian.
Barang siapa saudaranya ada di bawah kekuasaannya, dia harus memberinya makan
dari makanan yang dia makan, memberinya pakaian seperti halnya yang ia pakai,
dan tidak membebaninya dengan pekerjaan melebihi kemampuannya, dia harus
membantunya.”
Apakah kiranya yang dilakukan oleh Abu Dzar? Yang dilakukan
oleh beliau adalah menemui Bilal lalu meminta maaf, duduk di atas tanah
di depan Bilal, membungkuk hingga pipinya menempel di atas tanah seraya
berkata, “Wahai Bilal, injaklah pipiku ini.“
Suatu hari terjadi dialog antara sahabat Nabi Umar
bin Khattab dan Abu Bakar Ash Shiddiq. Dalam dialog tersebut Abu Bakar membuat
Umar marah. Umar pun beranjak dari hadapan Abu Bakar. Lalu Abu bakar mengejar
Umar seraya meminta maaf di belakangnya hingga pengejarannya sampai ke
rumah Umar. Umar lalu membanting pintu rumahnya.
Abu Bakar lantas menemui Rasulullah, duduk dan tak mengucap
sepatah kata pun. Tak lama kemudian Umar menyesali sikapnya terhadap Abu
Bakar, lalu Umar pergi menemui Rasulullah. Ia menceritakan seluruh kejadiannya,
mulai dari tak mengacuhkan Abu Bakar hingga tak memaafkannya. Mendengar hal ini
Rasulullah murka. Abu Bakar berkata, “Demi Allah ya Rasulullah, sayalah
yang telah mendzaliminya, sayalah yang telah mendzaliminya.” Abu Bakar
terus membela Umar dan meminta maaf untuknya.
Rasul lalu bertanya kepada sahabat lainnya, “Apakah
kalian meninggalkan sahabatku ini? Ketika aku berkata, ‘Wahai umat manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus kepada kalian,’kalian
menjawabku, ‘Engkau berdusta.’ hanya abu Bakar yang menjawab, ‘Engkau benar’.”
Sungguh luar biasa sahabat Abu Bakar (orang yang
membenarkan Rasul sebagai utusan tatkala orang lain mengatakan dusta). Beliau
adalah sahabat Rasul yang sangat dicintainya. Surga sudah menjadi tempat
kembalinya. Namun tatkala dia bersalah, tiada mengingkari kesalahannya, justru
mengakuinya dan mengatakan bahwa dirinyalah yang salah. Allahu Akbar. Pertanyaannya,“Bagaimanakah dengan kita”?
Sumber: Istamti’ Bihayatika by Dr Muhammad Areifi