Fantastis. Begitu kira-kira ungkapan yang kita berikan
tatkala BKKBN mencatat angka perceraian di Indonesia menduduki peringkat
tertinggi se Asia-Pasifik pada tahun 2013. Bahkan menurut Wakil Menteri Agama
RI tahun 2013, Nasaruddin Umar, ada 40 perceraian setiap jam dengan 70 %
gugatan dari istri. Selama tahun 2014 kemarin, angka perceraian pun semakin
meningkat. Begitu tragiskah perjalanan kehidupan keluarga yang ada sekarang?
Alih-alih keluarga menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak-anaknya, mempertahankan
keluarga saja bagaikan mendaki Gunung Himalaya.
Sesungguhnya Islam telah menggariskan bahwa tujuan
pernikahan adalah untuk melestarikan jenis manusia. Selain itu pernikahan juga
untuk ziyadatul-‘amal (meningkatkan aktivitas) bukan hanya sekadar
menyempurnakan dinul Islam. Landasan berpikir ini seharusnya menjadi
pijakan pertama dalam membangun keluarga Muslim. Dari sini akan terwujud
sinergi antara peran suami sebagai qawwam(pemimpin keluarga) dan istri
sebagai umm wa rabbatul-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga).
Kekuatan kepemimpinan seorang suami akan membawa corak
keluarga yang ideologis. Ketangguhan peran istri akan mencetak keturunan yang
berkualitas. Istri yang menyadari keutamaan perannya mendidik anak-anaknya
tidak sebatas untuk kepentingan keluarga, namun juga untuk kepentingan umat.
Dengan demikian ia telah menyatukan peran ibu dan peran politiknya pada
dirinya. Dengan itu pula ia akan mampu menjadi ibu yang mencetak kader-kader
politis yang tangguh dan siap diserahi urusan umat.
Suami bertanggung jawab untuk membina dan memastikan
penyatuan peran istrinya. Dari pendidikan yang dilakukan oleh suami akan
menghasilkan istri yang menyadari pentingnya penyatuan peran ibu sekaligus
menjadi ibu yang berkualitas. Predikat ibu berkualitas akan didapatkan oleh
seorang ibu jika memiliki kriteria:
1) memiliki akidah dan syakhshiyah
islamiyah
2) memiliki kesadaran untuk mendidik anak sebagai aset politik
dalam perjuangan umat
3) memiliki kesadaran politik Islam. Selanjutnya
pengasuhan dan pendidikan yang dilakukan oleh ibu yang berkualitas akan
menghasilkan generasi yang berkualitas dan politis.
Generasi berkualitas adalah generasi yang berkepribadian
Islam, berjiwa pemimpin serta mampu mengarungi hidup berdasarkan akidah Islam.
Generasi seperti inilah menjadi cikal bakal kader politikus di kemudian hari
jika dibina dengan pemikiran politik. Kader politikus akan lahir dengan adanya
keseimbangan pembinaan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah dan partai politik
(parpol). Akan tetapi, keseimbangan pembinaan ini hanya terwujud jika keluarga
dimotori oleh ibu yang berkualitas, sekolah ditopang oleh kurikulum yang
berasaskan akidah Islam dan keberadaan parpol yang sahih di tengah- tengah
umat. Keseimbangan pembinaan tersebut akan mudah direalisasikan ketika sistem
kehidupan ini tangguh, yaitu Khilafah Islamiyah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Tanpa Khilafah, kerja keluarga untuk mencetak generasi berkualitas akan terasa
sulit.
Penulis: Hasna Fajrina, S.Pd; "Pengajar di Kota Malang"