Tanya :
Ustadz, mohon dijelaskan hukum syara’ seputar chatting
antara laki-laki dengan perempuan non mahram di dunia maya via sosmed seperti
Facebook, Twitter, WhatssApp! (Fatih, Depok)
Jawab :
Sebelumnya perlu ditegaskan, tidak benar anggapan bahwa di
dunia maya seseorang boleh bicara apa saja secara bebas tanpa terkena dosa,
dengan dalih percakapan itu terjadi di dunia maya bukan di dunia nyata. Yang benar,
bahwa apa yang ditulis oleh seseorang di dunia maya, secara hukum Islam sama
dengan ucapan lisan yang dikeluarkan oleh mulutnya. Kaidah fiqih menyebutkan : Al
Kitaab kal khithaab (tulisan itu hukumnya sama dengan ucapan lisan).
(Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawaid Al Fiqhiyyah, 8/272-273).
Kaidah itu sejalan dengan apa yang dulu diamalkan oleh Nabi
SAW, yaitu berdakwah lewat surat kepada para raja atau kaisar. Dari Ibnu Abbas
ra, bahwa Nabi SAW telah menulis surat kepada kaisar Romawi mengajaknya
masuk Islam. (HR Bukhari, no 2782). Dakwah lewat surat ini hakikatnya sama saja
dengan dakwah dengan lisan. (‘Atha` Abu Rasytah, Silsilah Ajwibah,
24/10/2-13).
Maka dari itu, seseorang tetap berdosa jika di dunia maya
menuliskan kata-kata yang bertentangan dengan akidah/syariah Islam, seperti
menyebarkan ide kufur (sekulerisme, pluralisme, dsb),
memaki-maki orang, menulis ucapan kotor atau cabul, memfitnah, menggunjing, dan
sebagainya. Sebaliknya seseorang akan mendapat pahala jika menuliskan kata-kata
yang mengandung kebaikan (al khair), yaitu menulis tentang Islam (misalnya
berdakwah atau menyebarkan tsaqafah Islam) atau apa saja yang tidak
bertentangan dengan Islam (misalnya menyebarkan pengetahuan umum yang
bermanfaat). Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan kebaikan atau diam.” (HR
Bukhari, no 5672).
Adapun hukum chatting antara antara laki-laki
dengan perempuan non mahram di dunia maya, hukumnya mubah dengan dua syarat; Pertama,
terdapat hajat (keperluan) yang dibenarkan oleh syariah Islam, seperti
silaturahim, berdakwah, belajar, berobat, meminta fatwa, melakukan akad seperti
jual beli, ijarah, utang piutang, dsb. Kedua, ucapan yang ditulis tidak
bertentangan dengan syariah Islam.
Syarat pertama, dasarnya adalah dalil-dalil yang membolehkan
adanya interaksi antara laki-laki dengan perempuan non mahram jika ada hajat yang
dibenarkan syariah, seperti beribadah haji atau berjual beli. Jika tidak ada
dalil syar’i yang membolehkan suatu hajat, haram hukumnya ada interaksi antara
laki-laki dengan perempuan non mahram, termasuk interaksi di dunia maya.
Mengapa haram? Karena hukum asalnya laki-laki dan perempuan non-mahram itu
wajib infishal (terpisah), baik dalam kehidupan umum (seperti di
jalan, kampus), maupun dalam kehidupan khusus (seperti di rumah). Kewajiban infishal ini
telah ditunjukkan oleh sejumlah dalil, seperti hadits yang mengatur shaf shalat
kaum wanita di belakang shaf kaum laki-laki. Juga hadits yang memerintahkan
kaum wanita keluar masjid lebih dahulu setelah shalat jamaah. Juga hadits yang
menunjukkan jadwal yang berbeda dalam belajar Islam dengan Rasulullah SAW
antara antara kaum wanita dengan kaum laki-laki (HR Bukhari). (Taqiyuddin An
Nabhani,An Nizham Al Ijtima’i fil Islam, hlm. 38-39; Muqaddimah Ad Dustur,
1/317-318).
Syarat kedua, dalilnya ayat atau hadits yang memerintahkan
setiap Muslim untuk berkata sesuai syariah. Misal perintah Allah untuk berkata
benar (QS Al Ahzab : 70), atau hadits Nabi SAW, ”Seorang muslim yang afdhal
adalah siapa saja yang muslim lainnya selamat dari ucapan dan tangannya.” (HR
Bukhari & Muslim), dll. (Imam Nawawi, Al Adzkar, Kitab Hifzhil
Lisaan, hlm. 283-288).
Maka dari itu, setiap chatting yang tidak memenuhi
satu atau dua syarat di atas, hukumnya haram dan pelakunya berdosa. Misalnya,
laki-laki yang memuji kecantikan atau keindahan tubuh teman wanitanya, atau
merayunya, atau melamarnya padahal perempuan itu masih bersuami, dsb. Haram
pula perempuan menulis kalimat dengan kata-kata yang dapat merangsang syahwat
teman laki-lakinya, dsb. Haram pula saling curhat masalah atau aib rumah tangga
masing-masing, karena ini bukan hajat yang dibenarkan syariah. Wallahu
a’lam.