Seorang Ayah bercerita pd anak perempuannya,
Suatu hari seorang wanita tua diwawancarai oleh seorang presenter dalam sebuah
acara tentang rahasia kebahagiaannya yang tak pernah putus.
Apakah hal itu karena ia pintar memasak? Atau karena ia
cantik? Atau karena ia bisa melahirkan banyak anak, ataukah karena apa?
Wanita itu menjawab :
“Sesungguhnya rahasia kabahagiaan suami istri
ada di tangan sang istri,
tentunya setelah mendapat taufik dari Allah.
Seorang istri mampu menjadikan rumahnya laksana surga,
juga mampu menjadikannya neraka.
Jangan Anda katakan karena harta!
Sebab betapa banyak istri kaya raya namun ia rusak karenanya,
lalu sang suami meninggalkannya.
Jangan pula Anda katakan karena anak-anak!
Bukankah banyak istri yang mampu melahirkan banyak anak
hingga sepuluh namun sang suami tak mencintainya,
bahkan mungkin menceraikannya.
Dan betapa banyak istri yang pintar memasak.
Di antara mereka ada yang mampu memasak hingga seharian
tapi meskipun begitu ia sering mengeluhkan tentang perilaku buruk sang suami.”
Maka sang peresenter pun terheran, segera ia berucap:
“Lantas apakah rahasianya?”
Wanita itu menjawab:
“Saat suamiku marah dan meledak-ledak, segera aku diam
dengan rasa hormat padanya. Aku tundukkan kepalaku dengan penuh rasa maaf.
Tapi janganlah Anda diam yang disertai pandangan mengejek, sebab seorang lelaki
sangat cerdas untuk memahami itu.”
“Kenapa Anda tidak keluar dari kamar saja?” tukas presenter.
Wanita itu segera menjawab:
“Jangan Anda lalukan itu! Sebab suamimu akan menyangka bahwa
Anda lari dan tak sudi mendengarkannya. Anda harus diam dan menerima segala
yang diucapkannya hingga ia tenang.
Setelah ia tenang, aku katakan padanya;
'Apakah sudah selesai?'
Selanjutnya aku keluar….
sebab ia pasti lelah dan butuh istirahat setelah melepas ledakan amarahnya.
Aku keluar dan melanjutkan kembali pekerjaan rumahku.”
“Apa yang Anda lakukan?
Apakah Anda menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya selama sepekan
atau lebih?” tanya presenter penasaran.
Wanita itu menasehati:
“Anda jangan lakukan itu, sebab itu kebiasaan buruk. Itu
senjata yang bisa menjadi bumerang buat Anda.
Saat Anda menghindar darinya sepekan sedang ia ingin meminta maaf kepada Anda,
maka menghindar darinya akan membuatnya kembali marah.
Bahkan mungkin ia akan jauh lebih murka dari sebelumnya.”
“Lalu apa yang Anda lakukan?” tanya sang presenter terus
mengejar.
Wanita itu menjawab:
“Selang dua jam atau lebih, aku bawakan untuknya segelas jus
buah atau secangkir kopi, dan kukatakan padanya,
Silakan diminum.
Aku tahu ia pasti membutuhkan hal yang demikian, maka aku berkata-kata padanya
seperti tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.”
“Apakah Anda marah padanya?” ucap presenter dengan muka
takjub.
Wanita itu
berkata:
“Tidak.
Dan saat itulah suamiku mulai meminta maaf padaku dan ia
berkata dengan suara yang lembut.”
“Dan Anda mempercayainya?” ujar sang presenter.
Wanita itu menjawab:
“Ya. Pasti. Sebab aku percaya dengan diriku dan aku bukan
orang bodoh.
Apakah Anda ingin aku mempercayainya saat ia marah lalu tidak mempercayainya
saat ia tenang?”
“Lalu bagaimana dengan harga diri Anda?” potong sang
presenter.
“Harga diriku ada pada ridha suamiku dan pada tentramnya
hubungan kami.
Dan sejatinya antara suami istri sudah
tak ada lagi yang namanya harga diri.
Harga diri apa lagi ?!!!
Padahal di hadapan suami Anda, Anda telah lepaskan semua pakaian Anda!”
Sumber: Syamil Shop [Cuplikan dari statusnya Ustadz Fairuz Ahmad]