Pertanyaan :
Bolehkah mencium anak kecil non mahram?
Jawaban :
Pernah dengar candaan "mumpung masih kecil.. (dicium)
nanti kalau sudah dewasa tidak boleh.."? biasanya datang dari kaum
laki-laki untuk mencium anak perempuan orang lain yang masih kecil. Ternyata candaan tersebut tidak benar, karena masih kecil sekalipun seorang anak (baik
pria maupun wanita) tidak boleh dicium apalagi dipeluk oleh non-mahram,
terhitung maksiat seperti mencium wanita dewasa non-mahram. pelakunya bisa kena
ta'zir
"Adapun kemaksiatan-kemaksiatan yang tidak memiliki
Hadd (hukuman yang telah ditetapkan oleh Syara'), dan tidak pula Kaffarat
(Tebusan), seperti ORANG YANG MENCIUM ANAK KECIL, dan wanita ajnabiyyah atau
menggaulinya tanpa persetubuhan; atau orang yang makan barang haram, seperti
darah, bangkai; atau orang yang menuduh orang lain selain tuduhan zina; atau
orang yang mencuri barang yang tidak pada tempat penyimpanannya, meskipun
sedikit; atau orang yang mengkhianati amanah yang diembannya, seperti para wali
untuk baitul maal atau waqaf, dan harta anak yatim, dan yang semacamnya, jika
mereka berkhianat di dalamnya; atau orang yang menipu dalam bermu'amalah,
seperti mereka yang menipu dalam (jual beli) makanan, pakaian, dsb; atau orang
yang curang dalam takaran dan timbangan; atau orang yang memberi kesaksian
dusta, atau mengajak untuk bersaksi dengan persaksian dusta; atau orang yang
meminta suap dalam keputusannya; atau orang yang menetapkan hukuman dengan
selain hukum Allah; atau orang yang memusuhi rakyatnya; atau orang yang
menghibur untuk sabar dengan hiburan jahiliyah; atau orang yang memenuhi seruan
jahiliyyah, dan lain-lain dari hal-hal yang diharamkan; maka mereka akan
dihukum demi untuk ta'zir, balasan, serta didikan, dengan ukuran (hukuman)
sesuai apa yang dipandang pantas oleh penguasa, berdasarkan intensitas dosa
tersebut di tengah-tengah masyarakat."
Ibn Taimiyyah, As-Siyasah Asy-Syar'iyyah, hlm 103
Asalnya, kaum laki-laki arab jahiliyah tidak ada yang menggendong dan mencium
anak kandungnya yang masih kecil... karena hal tersebut dianggap sebagai aib.
Islam turun dengan Nabi mencontohkan mencium hasan bin 'ali sebagai rasa kasih
sayang.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan
bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang
duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun
dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang
tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no
5997 dan Muslim no 2318)
Ini konteksnya adalah mencium anak kandung atau cucu, bagaimana dengan anak
orang lain? maka lebih baik dihindari, karena tidak ada dicontohkan oleh Nabi
saw. dan intensitas yang tinggi akan menjerumuskan pada penyimpangan. itulah
kenapa seperti Imam Ibn Taimiyyah misalnya melarangnya, karena bisa menjadi
wasilah keharaman. Anak kecil itu, kata imam an-nawawi potensi penyimpangan
terhadapnya lebih besar daripada wanita dewasa.
Yang dicontohkan Nabi adalah memangku, dalam riwayat ummu qois, Nabi pernah
memangku seorang bayi (anak orang lain) yang kemudian "ngompol" di pangkuan
beliau. ini menunjukkan bahwa memangku bayi adalah boleh.
Ana menjumpai pengharaman melihat anak kecil yang masih mulus (mulus adalah
bahasa arab yang artinya halus tidak kasar) dan tampan oleh An-Nawawi di atas
adalah berdasarkan kaidah "al-wasilah ilal-haraam muharramah", karena
bukan tidak mungkin seorang laki-laki yang suka kepada anak kecil yang
"nggemesin" lalu sering menciumnya akhirnya akan melakukan hal-hal
yang melanggar syara'. minimal muncul syahwat meski sedikit.
Untuk sesama dewasa kebiasaan para 'ulama adalah dengan mencium ubun-ubun, atau
bertemu sesama pipi. al-hamdulillah ubun-ubun al-faqir pernah dicium oleh
seorang ulama mesir yang kebetulan singgah di masjid tempat al-faqir, seraya
memberi mushhaf yang apik , kalau dengan 'ulama indonesia biasanya dengan
tempel pipi sesama pipi.. tidak ciuman.
fa'tabir bihaadzal bayaanil qashiir
Sumber: syariahpublications.com