Jatuh cinta adalah kondisi ketika ada suatu “klik” antara
informasi yang kita terima, perasaan yang sudah menyatu dengan pemikiran kita,
serta menemukan fakta (bertemu perempuan) yang mendekati atau tepat sama dengan
pikiran dan perasaan kita. Ketika terjadi “klik”, maka itu namanya jatuh cinta.
Contoh kasusnya begini.
Iwan mendapatkan informasi (dari berbagai sumber) bahwa
gadis yang cantik dan layak diperistri adalah yang memenuhi kriteria sebagai
berikut :
Ciri Fisik :
- Kulit putih.
- Hidung mancung.
- Alise nanggal sepisan.
- Giginya miji timun.
- Tinggi badan 170 cm.
- Berat badan 60kg, atau proporsional dengan tinggi badan
- Bathuke nyela cendhani
- Mripate ndamar kanginan.
- I depe tumeng ing tawang.
- Dll. (tidak perlu saya contohkan banyak-banyak)
Ciri non fisik :
- Bicara lemah lembut.
- Perilaku sopan dan santun.
- Suka menolong dan baik hati.
- Berpakaian rapi dan serasi.
- dll
Ciri Keagamaan :
- Berbusana muslimah (berkerudung dan berjilbab).
- Berada di harokah Islam yang sama.
- Berpemikiran sama (berideologi sama).
- Taat beribadah.
- Dll
Jika Iwan sudah mempunyai informasi awal seperti itu, dan
informasi itu ia sepakati, bahkan telah menyatu dengan hatinya, maka bisa kita
duga bahwa Iwan hanya akan jatuh cinta dengan perempuan yang mempunyai
ciri-ciri tersebut. Kalau toh tidak semua ciri, minimal mendekati.
Jika Iwan bertemu perempuan yang hanya memiliki ciri-ciri di
level A saja (tapi level B dan C tidak ada), maka Iwan tidak akan jatuh cinta.
Maksimal hanya akan “bernafsu”, tapi tidak akan jatuh cinta, apalagi
bercita-cita memperistri perempuan tersebut.
Repotnya, kita bisa kapan saja bertemu dengan akhwat yang
memiliki (hampir) semua ciri di atas. Bisa di kampus, bisa di organisasi
kemahasiswaan, bisa di masjid, bisa di pengajian, bisa ketika ngisi training,
bisa ketika kerja kelompok, bisa ketika KKN, bisa ketika PPL, dll. Dan jika
sudah bertemu, sudah tentu kita akan jatuh cinta (tanpa rencana). Padahal jatuh
cinta tanpa rencana itu berbahaya (seperti saya jelaskan dalam dua tulisan saya
sebelumnya).
Saya sebut berbahaya karena jatuh cinta itu berarti dalam
kondisi pikiran kita “diperbudak” perasaan cinta kita. Sehebat-hebatnya iman
yang dimiliki, tetap bisa jebol. Karena memang posisi sudah kalah. Ibarat
perang, sehebat-hebatnya pasukan, jika posisi salah, pasukan itu mudah
dikalahkan.
Penulis: Farid Ma’ruf
Sumber: www.faridmaruf.wordpress.com