India memanas. Sejak Ahad 23 Februari 2020, umat Islam di India menjadi korban kebrutalan kalangan Hindu radikal. Mereka mengalami penganiayaan fisik tak terperi. Digebuk beramai-ramai dengan menggunakan tongkat, batang besi, batu, bahkan senjata api.
Para pembantai pun dengan pongah berteriak-teriak masuk ke dalam masjid. Menganiaya kaum Muslim yang sedang beribadah di dalamnya. Masjid pun dibakar. Ada orang di jalan yang mengenakan peci, berjenggot dan berpakaian gamis sebagai ciri seorang Muslim langsung dikeroyok, diserang dan digebuk.
Banyak Muslim India yang mengalami luka-luka. Bahkan sampai meninggal dunia. Darah Muslim India pun tertumpah.
Sebelum tragedi yang menzalimi Muslim India ini terjadi, pada 11 Desember 2019 rezim penguasa India, yang dikuasai oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB) yang anti Muslim. Salah satu isi dari UU tersebut adalah memberikan peluang kepada imigran ilegal non-Muslim dari Afganistan, Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan India, sementara yang Muslim tak memperoleh payung hukum yang sama.
UU tersebut juga mengharuskan umat Muslim India untuk membuktikan bahwa mereka adalah warga negara India. Dengan itu ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Sebaliknya, warga India non-Muslim tidak diwajibkan hal yang sama.
Tak Ada Kepedulian
Di tengah darah umat Islam India yang tertumpah, ternyata tak ada satu pun penguasa negeri-negeri Muslim yang peduli. Penguasa negeri ini, sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, juga tak menunjukkan kepedulian yang serius. Sekadar kecaman pun tidak ada. Sikap tak tegas ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kepentingan dagang untuk menggenjot ekspor sawit ke India. Rezim Indonesia khawatir bila menyampaikan kecaman akan mengganggu kemitraan dagang strategis dengan India.
Memang ada pemimpin Muslim yang mengecam keras pembantaian umat Islam di India, yaitu Presiden Turki, Erdogan. Namun, itu hanya kecaman. Tak bisa disebut sebagai kepedulian yang serius.
Kepedulian yang serius tentu harus sampai menghentikan pembantaian dan mengadili pelaku pembantaian dengan hukuman yang setimpal. Termasuk membuat jera Pemerintah India yang membuat kebijakan politik tidak adil yang akhirnya memicu pembantaian terhadap umat Islam. Pengerahan militer negeri-negeri Muslim adalah salah satu tindakan yang menunjukkan keseriusan untuk melindungi Muslim India. Sayang, hal itu tidak terjadi. Begitu pun saat kaum Muslim di Myanmar, Suriah, Palestina dan di belahan dunia lain ditindas.
Tragedi yang terjadi pada Muslim India ini melengkapi penderitaan yang menimpa umat Islam di wilayah India lainnya, yaitu Kashmir. Sejak 72 tahun yang lalu Muslim di Kashmir mengalami penculikan dan pembunuhan kejam yang dilakukan oleh tentara India. Sampai saat ini Muslim di Kashmir terus dizalimi.
Kekerasan fisik kepada umat Islam tak hanya terjadi di India, tetapi juga terus dialami oleh kaum Muslim di Turkistan Timur (Xinjiang), Myanmar, Suriah dan tentu di Palestina yang telah sekian puluh tahun menderita dijajah Israel yang didukung Amerika dan Eropa.
Kepada siapa umat Islam harus berharap? Apakah kepada PBB? Tidak. Adakah dari para penguasa Muslim yang berani menjadi "lelaki" meski cuma sehari saja? Juga tidak. Mereka tak ubahnya banci. Tak punya keberanian sedikit pun, kecuali sekadar mengutuk. Itu pun sekadar kedok untuk menutupi sikap pengecut mereka. Lebih dari itu tidak dilakukan, seperti mengerahkan pasukan militer untuk menghentikan serangan terhadap umat Islam.
Sekitar tiga atau empat tahun lalu Saudi memang menggagas pembentukan aliansi militer yang melibatkan 34 negara Muslim. Namun, kiprahnya tak terdengar sedikit pun saat kaum Muslim mengalami pembantaian. Mengapa? Karena sejak awal aliansi ini dibentuk dalam rangka menangkal “terorisme” dalam makna yang dikehendaki Amerika dan Barat. Bukan untuk membela kaum Muslim yang tertindas di seluruh dunia.
Sekali lagi, kepada siapa umat Islam harus mencari pembelaan? Kepada siapa darah umat Islam yang tertumpah harus diadukan? Kekuatan seperti apa yang bisa melindungi dengan serius setiap penderitaan dan tetes darah umat Muslim yang tertumpah?
Umat Butuh Khilafah!
Setiap tanggal 3 Maret, umat Islam disegarkan kembali ingatannya akan sebuah institusi besar dalam sejarah umat Islam yaitu Khilafah.
Pada tanggal 3 Maret 1924 (bertepatan dengan 28 Rajab 1345 H), lebih dari 96 tahun lalu, Khilafah Islamiyah dihilangkan eksistensinya. Satu hari setelah peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad saw, seorang agen Inggris yaitu Mustafa Kemal lanatulLah alath telah mengusir Khalifah Sultan Abdul Majid II dari Istana Dolmabahce. Dia pun secara resmi menghapus keberadaan institusi Khilafah Islamiyah.
Sejak saat itulah umat Islam terpecah dalam berbagai negara-bangsa. Masing-masing bangga dengan tanah air dan bangsanya. Masing-masing memutus tali hubungan persaudaraan sesama Muslim karena perbedaan tanah air dan bangsanya. Setiap negara-bangsa dipimpin oleh para agen Barat penjajah yang semakin menjauhkan umat dari Islam.
Sejak Khilafah diruntuhkan, tetes darah umat Islam terus tertumpah tanpa perlindungan dan pembelaan sedikit pun.
Dengan semua penderitaan dan darah umat Islam yang tertumpah di berbagai belahan dunia saat ini, umat makin membutuhkan Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Alasannya, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim diperangi (oleh kaum kafir) di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya (HR Muslim).
Dengan kata lain, Khalifah adalah pelindung sejati umat. Apa yang disabdakan Rasulullah saw di atas dibuktikan dalam sejarah antara lain oleh Khalifah Al-Mutashim Billah yang sukses menaklukkan Kota Amuriyah (di Turki), kota terpenting bagi imperium Romawi saat itu, selain Konstantinopel.
Al-Qalqasyandi dalam kitabnya, Maatsir al-Inafah, menjelaskan salah satu sebab penaklukan kota itu pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan bahwa penguasa Amuriyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah ra. Wanita itu disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit meminta pertolongan.
Menurut Ibn Khalikan dalam Wafyah al-Ayan, juga Ibn al-Atsir dalam Al-Kamil fi at-Tarikh, saat berita penawanan wanita mulia itu sampai ke telinga Khalifah Al-Mutashim Billah, saat itu sang Khalifah sedang berada di atas tempat tidurnya. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya seraya berkata, “Aku segera memenuhi panggilanmu!”
Tidak berpikir lama, Khalifah Al-Mutashim Billah segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju Kota Amuriyah. Terjadilah peperangan sengit. Kota Amuriyah pun berhasil ditaklukkan. Pasukan Romawi bisa dilumpuhkan. Sekitar 30 ribu tentaranya terbunuh. Sebanyak 30 ribu lainnya ditawan oleh pasukan kaum Muslim. Sang Khalifah pun berhasil membebaskan wanita mulia tersebut. Sang Khalifah lalu berkata di hadapannya, “Jadilah engkau saksi untukku di depan kakekmu (Nabi Muhammad saw), bahwa aku telah datang untuk membebaskan kamu.”
Semoga Allah SWT merahmati Al-Mutashim Billah. Begitulah seharusnya pemimpin kaum Muslim.
Bagaimana dengan para penguasa Muslim saat ini? Sekali lagi: Adakah di antara mereka yang berani menjadi "lelaki" meski hanya sehari saja? Tidak ada. Mereka semua tetap memilih menjadi banci! Padahal jelas, di hadapan mereka bukan satu jiwa Muslim yang dinista, tetapi ratusan ribu, bahkan jutaan, seperti yang terjadi saat ini di berbagai belahan dunia.
Alhasil, sekali lagi, Dunia Islam memang butuh Khilafah, juga seorang khalifah sebagai pelindung sejati kaum Muslim, seperti Al-Mu'tashim Billah.
Semoga saja umat Islam di seluruh dunia segera memiliki Khilafah, juga pemimpin pemberani yang mengayomi seperti Khalifah Al-Mutashim Billah. Khilafahlah yang akan menaklukkan Amerika, Eropa, Rusia, Cina dan India; menyatukan berbagai negeri Islam; menjaga kehormatan kaum Muslim; dan menolong kaum tertindas.
Insya Allah, masa yang mulia itu akan segera tiba karena memang telah di-nubuwwah-kan oleh Rasulullah saw:
...ثُمّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
...Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian (HR Ahmad).
Hanya saja, umat Islam sedunia tak cukup menunggu seraya berdoa. Diperlukan upaya dan perjuangan sungguh-sungguh kaum Muslim sedunia untuk menegakkan Khilafah Rasyidah ala minhaj an-nubuwwah agar segera terwujud kembali di muka bumi, dengan izin Allah SWT.
Hikmah:
Tsauban ra. bertutur bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا...
Sungguh Allah pernah menghimpun (seluruh bagian) bumi untukku. Lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku (Khilafah, red.) akan menjangkau seluruh bagian bumi yang telah Allah himpun untukku… (HR Muslim, at-Tirmidzi dan abu Dawud).
Kaffah - Edisi 131