By : Ummu Jauza
Sebenarnya ketika mau membuat tulisan ini agak maju mundur ya Say.. Khawatirnya menimbulkan persepsi yang tidak sesuai yang saya maksudkan. Baytheway Busway anyway kok rasa-rasanya tergelitik untuk bercurcol ria, ya udahlah daripada dipendam jadi bisul mending diluapkan aja ya Neng.. Maklum namanya juga Emak-emak rempong bin ngegemesin bin ngangenin ya begini ini kalau udah maunya harus kesampaian. kalau tidak malah bahaya. Walaupun lagi pusing kepala barbie ya kalau udah maunya ya maunya.. Jangan dijulidin yaa he.. he..
Oiya Satu lagi ya Say, yang perlu digarisbawahi, bahwa tulisan ini bukan bermaksud membahas isue yang lagi berkembang ya, dan ikut-ikutan berghibah ria sorak sorak bergembira dengan kasus yang lagi viral itu. Sama sekali bukan. Walaupun kita Emak-emak, sedapat mungkin menghindari ghibah. Sedapat mungkin ya Neng.. Kalau tak dapat menghindari ya berarti khilaf..he...he.... Ini perlu disampaikan agar tidak ada dusta diantara kita. Ceile...
Walaupun memang secara langsung tak membahas, isue tersebut, namun tulisan ini membahas imbas dari isue tersebut. Ayo itu kok ada yang bergumam "podo wae". Beda ya Say... Biarlah isue itu urusan dari pelakunya. Dan tulisan ini justru karena kegelisahan saya melihat opini-opini yang berkembang, yang menyudutkan hijab, yang menjelekkan poligami dan salah kaprah dengan nikah siri. Dan yang patut dicatat pula tulisan ini juga tidak berpihak pada salah satu kubu yang berseteru. Hanya meluruskan opini-opini yang berkembang di dunia maya dan dunia fana ini...he.. he So Stay tune yaa cantik....
Didalam Sistem Sekuler Liberal saat ini, hal yang lumrah bila didapatkan kehidupan yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Seperti berkumpulnya laki-laki dan perempuan bukan karena hajat atau kebutuhan yang diperbolehkan oleh syariat. Misalnya nongkrong, ngemall, rekreasi bareng atau ngeband yang didalamnya ada laki-laki dan perempuan. Padahal secara syariat berkumpul dan berinteraksinya laki-laki dan perempuan yang diperbolehkan syariat hanyalah pada tiga kondisi. Yaitu pada aktifitas pendidikan, jual beli dan kesehatan. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِى تَسْلِيمَهُ ، وَيَمْكُثُ هُوَ فِى مَقَامِهِ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ . قَالَ نَرَى – وَاللَّهُ أَعْلَمُ – أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَىْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika salam dari shalat, para jama’ah wanita kala itu berdiri. Beliau tetap duduk di tempat beliau barang sebentar sebelum beranjak. Kami melihat –wallahu a’lam– hal itu dilakukan supaya wanita bubar lebih dahulu sebelum berpapasan dengan para pria.” (HR. Bukhari, no. 870). Lihat syariat ini ingin mencegah pertemuan antara pria dan wanita.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki (dalam shalat berjamaah, pen.) adalah yang paling depan dan yang paling jelek adalah shaf yang paling belakang. Sebaliknya, shaf perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang dan yang paling jelek adalah yang paling depan.” (HR. Muslim, no. 440). Kalau dikatakan bahwa yang paling baik bagi laki-laki adalah yang paling depan sedangkan perempuan adalah yang paling belakang, menunjukkan bahwa memang antara laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur. Semakin dekat antara keduanya akan menimbulkan godaan yang semakin besar.
Disebutkan pula bahwa dahulu dibuat pintu khusus bagi wanita agar tidak berpapasan dengan pria. Tujuannya jelas agar tidak ikhtilath. Haditsnya sebagai berikut,
وعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ تَرَكْنَا هَذَا الْبَابَ لِلنِّسَاءِ قَالَ نَافِعٌ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ ابْنُ عُمَرَ حَتَّى مَاتَ” رواه أبو داود رقم (484) في كتاب الصلاة باب التشديد في ذلك .
Dari Ibnu ‘Umar ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai saja kita membiarkan pintu khusus untuk wanita.”
Nafi’ ketika itu lantas berkata,
فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ ابْنُ عُمَرَ حَتَّى مَاتَ
“Ibnu ‘Umar tidak pernah masuk pintu tersebut hingga ia meninggal dunia.” (HR. Abu Daud, no. 462. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih.
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan dalam kitabnya Nidhom Ijtima', bahwa di masa Rasulullah SAW pun telah memisahkan kaum pria dari wanita secara mutlak, baik dalam kehidupan khusus maupun kehidupan umum. Dikecualikan jika Allah membolehkan adanya interaksi diantara keduanya karena aktifitas yang dibolehkan adanya interaksi laki-laki dan perempuan. Misalnya jual beli, mengambil dan menerima barang, ibadah haji, sholat berjamaah, ijarah, belajar atau pendidikan, kedokteran dan semisalnya. Namun dalam aktifitas tersebut tidak menuntut keduanya berjalan bersama-sama. Artinya pada batas hajat yang ingin dipenuhi.
Pemahaman Islam tentang ikhtilat yang tidak dipahami oleh umat saat ini, terlebih kehidupan sekuler yang telah menjadi gaya hidup, bahkan oleh generasi umat islam sendiri, telah merusak pola pergaulan yang ada di tengah umat. Pemahaman islam dipahami sepotong-sepotong tak secara keseluruhan, sholat tapi pacaran. Menutup aurat tapi nongkrong dengan lawan jenis. Itu menjadi pemandangan yang lumrah dalam kondisi saat ini. Dari pola pergaulan yang rusak itulah menimbulkan kemudharatan diantaranya pelanggaran syariat misalnya pacaran atau hubungan-hubungan terlarang yang melanggar hukum agama.
Apakah lantas hijab-nya yang salah? Jelas bukan, apakah nunggu hatinya dulu yang berhijab... Yeee tak ada perintah untuk menghijabi hati. Justru bukalah hati mu untuk mendapatkan pemahaman islam.. Harusnya begitu. Oke Coyyy... Hijabnya memang tidak salah justru bila tak berhijab lebih salah bahkan berdosa. Tugas kita adalah melengkapi pemahaman agar semakin sempurna amal kita.
Dalam Islam juga tidak mengenal istilah Pelakor ( Pencuri Istri Orang) semoga benar nih singkatannya. Sebuah istilah yang ditujukan kepada wanita menikah dengan suami orang lain. Seorang wanita lajang baik gadis maupun janda diperbolehkan mencintai dan menerima tawaran untuk dinikahi oleh seorang laki-laki yang sudah beristri dengan syarat laki-laki tersebut belum memiliki batas maksimal istri, yaitu empat orang istri.
( فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَاۤءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُوا۟ فَوَ ٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُكُمۡۚ ذَ ٰلِكَ أَدۡنَىٰۤ أَلَّا تَعُولُوا۟)
maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (Q.S. An-Nisaa')
Perlu digarisbawahi bahwa Adil adalah perintah terhadap akhlak yang harus dimiliki oleh setiap muslim untuk menghiasi pribadinya. Namun bukan menjadi syarat sahnya sebuah pernikahan. Sedangkan syarat sahnya sebuah pernikahan meliputi :
- Adanya mempelai laki-laki;
- Adanya mempelai perempuan;
- Adanya wali bagi mempelai perempuan;
- Adanya dua orang saksi laki-laki yang baligh, berakal, merdeka dan adil;
- Ijab Qobul.
Lantas, apakah untuk menikah lagi seorang laki-laki harus meminta ijin pada istri pertama? Maka dengan memperhatikan hukum kebolehan bagi seorang laki-laki menikah lebih dari satu dan syarat sah-nya sebuah pernikahan yang lima tersebut, maka ijin istri bukan menjadi syarat bagi seseorang laki-laki untuk menikah lagi.
Namun, dalam islam juga mengajarkan tentang adab dan kemakrufan, agar tercipta kehidupan yang harmonis serta tidak menimbulkan kemudharatan di kemudian hari. Walaupun ijin istri bukanlah syarat bagi laki-laki untuk menikah lagi, namun memberitahukan adalah hal yang harus dilakukan oleh suami. Kenapa? Ya, karena mereka akan menjadi keluarga, Anak-anak mereka akan menjadi saudara, bila mereka memiliki anak laki-laki dan perempuan, maka mereka mahram satu sama lain, dan bisa menjadi wali pengganti orang tuanya.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kemakrufan bagi kehidupan suami-istri. Hal ini untuk tetap menjaga keharmonisan serta kehidupan keluarga sakinah mawaddah warohmah tetap terbina. Adalah menyiapkan pemahaman bagi istri pertama dan calon istri agar tercipta kehidupan yang harmonis. Menyiapkan materi yang mencukupi bagi seorang laki-laki agar tidak mendzalimi keluarganya. Lantas bila ditanyakan bila pihak-pihak yang berkaitan tidak atau belum siap dengan poligami, maka suami hendaklah bersikap bijak. Karena pernikahan tidak hanya masalah keinginan tapi juga membutuhkan pemikiran yang matang. Supaya tidak mendzalimi satu sama lain. Disisi lain setiap amal manusia dalam islam, tidak hanya sebatas pada amal itu sendiri, namun bagi orang yang beriman setiap amal itu selalu diikatkan pada kesadaran akan hubungan dirinya sebagai seorang hamba kepada Al Khaliq yaitu Allah SWT. Jadi senantiasa ada iman dalam setiap amalannya dan berusaha untuk meraih ketaqwaan kepada Allah SWT. Begitupun pada pernikahan seorang muslim, bukan semata urusan duniawi namun didalamnya dipahami sebagai ibadah yang terdapat pahala bagi yang melakukan ibadah tersebut dengan penuh keikhlasan.
Oleh karenanya menjaga amal agar senantiasa terikat dengan syariat islam dan menjauhi larangan-larangan Allah akan menjadi perhatian bagi seorang muslim. Lebih khusus tentang poligami akan menjadi pertimbangan yang sangat diperhatikan. Menyiapkan keimanan, taat syariat dan menjaga kemakrufan pasti akan dilakukan agar tidak mendzalimi diantara masing-masing pihak.
Berkaitan dengan nikah siri maka secara definisi adalah nikah yang tidak melalui proses pencatatan negara. Walaupun pencatatan bukanlah syarat sahnya sebuah pernikahan, namun pencatatan merupakan bentuk riayah negara kepada warga negaranya. Namun makna lain yang berkembang nikah siri bisa berkonotasi sebuah pernikahan yang dilakukan secara rahasia karena tidak diketahui oleh istri pertama. Dengan kondisi yang demikian, peluang konflik dipastikan terjadi. Bahkan istilah Pelakor bisa muncul dalam kondisi seperti ini. Inilah yang diakibatkan oleh sistem sekuler, dimana hukum Islam tidak diterapkan secara sempurna. Perilaku liberal penganut kebebasan menimbulkan kerusakan dalam pola kehidupan keluarga.
Oleh karenanya, di dalam kehidupan Islam, maka negara akan memastikan keimanan individu-individu yang menjadi warna negaranya. Dan memastikan untuk terikat dan meriayah sesuai dengan syariat Islam. Kehidupan laki-laki dan perempuan yang terjaga dengan syariat memastikan akan memuliakan manusia dan menjaga perilakunya agar tetap tunduk pada perintah Allah SWT.
إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu" ( QS. Al Hujurat :13)
Dan apabila menginginkan hajat untuk menikah dipastikan bahwa pernikahan itu dilakukan sesuai dengan syariat Allah. Dengan cara pandang terhadap pernikahan sebagai sebuah ibadah bukan sekedar penyaluran hawa nafsu semata. Pihak-pihak yang terkait dalam pernikahan akan senantiasa mengaitkan amalannya dengan keimanan. Dan berusaha untuk mendapatkan keberkahan dalam pengamalannya dengan terikat pada syariat Allah. Jadi tak akan pernah ada istilah Pelakor dalam Islam.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”