Rajab termasuk di antara empat bulan haram (suci) yang telah Allah SWT tetapkan (QS at-Taubah [9]: 36). Rajab sekaligus merupakan bulan istimewa. Banyak peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini. Salah satunya tentu Isra’ Mi’raj Rasulullah saw. pada tahun ke-10 kenabian. Peristiwa agung ini diabadikan oleh Allah SWT dalam al-Quran (QS al-Isra’ [17]: 1).
Pembuktian Iman
Bagi kaum Muslim saat itu, Isra’ Mi’raj menjadi salah satu pembuktian iman. Rangkaian peristiwa Isra’ Mi’raj memang di luar jangkauan akal manusia. Karena itu sebagian orang yang lemah iman berbalik murtad karena peristiwa ini. Keadaan ini pun dimanfaatkan kaum musyrik Quraisy untuk menghasut kaum Muslim yang masih bertahan dengan keimanan mereka.
Namun, ketika diprovokasi oleh kaum musyrik soal Isra’ Mi’raj, Abu Bakar ra. malah mempertanyakan sikap kaum musyrik Quraisy yang masih tetap mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw., “Demi Allah, jika itu yang Muhammad katakan, sungguh ia berkata benar. Apa yang aneh bagi kalian? Demi Allah, sungguh dia berkata kepadaku bahwa telah datang kepada dia wahyu dari langit ke bumi hanya dalam waktu sesaat pada waktu malam, atau sesaat pada waktu siang, dan aku mempercayai dia. Inikah puncak keheranan kalian?”
Setelah itu Abu Bakar ra. mendatangi Rasulullah saw. Ia lalu meminta beliau untuk menjelaskan ciri-ciri Baitul Maqdis. Setelah Nabi saw. menjelaskan dengan lengkap, Abu Bakar berkata, “Engkau berkata benar. Aku bersaksi, engkau adalah utusan Allah!” Rasulullah saw. menjawab, “Engkau, Abu Bakar, adalah ash-shiddîq (yang selalu membenarkan)!”
Sikap Abu Bakar ash-Shiddiq ra. menunjukkan pribadi Mukmin yang teguh imannya di tengah arus opini yang hendak merusak keyakinan umat Islam terhadap Rasulullah saw. dan ajaran Islam saat itu.
Peristiwa Isra’ Mi’raj yang telah membuat kegoncangan hebat masyarakat Makkah justru menemukan urgensitasnya bagi tonggak berdirinya peradaban Islam. Peristiwa agung ini terjadi setahun sebelum hijrah. Tepatnya terjadi setahun sebelum proklamasi Daulah Islam di Madinah al-Munawwarah. Peristiwa Isra’ Mi’raj memudahkan Rasulullah saw. untuk memilih siapa saja yang pantas menjadi penopang bagi pendirian Daulah Islam, yakni kalangan kaum Anshar dan Muhajirin.
Waktu satu tahun cukup bagi Rasulullah saw. untuk mendapatkan orang-orang yang layak menjadi sandaran bagi tegaknya Daulah. Dari orang-orang yang terseleksi inilah peristiwa hijrah Rasulullah saw. berjalan sukses yang ditandai dengan keberhasilan beliau menegakkan Daulah Islam Madinah atas perintah Allah SWT.
Isra’ Mi’raj dan Bumi Palestina yang Diberkahi
Dua masjid disinggahi dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah saw., yakni Masjid al-Haram di Makkah dan Masjid al-Aqsha di Palestina, sebelum ke langit menghadap Allah SWT. Makkah tempat Ka’bah berada merupakan tanah suci. Palestina tempat Baitul Maqdis berada merupakan bagian dari negeri Syam yang Allah SWT berkahi. Allah SWT berfirman:
وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ
Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 71).
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan negeri di sini ialah Syam (termasuk di dalamnya Palestina, red.) (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 5/353).
Allah SWT memberkahi Syam karena kebanyakan nabi dilahirkan di negeri ini. Tanahnya pun subur. Ibnu Abbas ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam. Tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam pandangan Islam, Tanah Palestina (Syam) adalah tanah milik kaum Muslim. Di tanah ini berdiri al-Quds, yang merupakan lambang kebesaran umat ini. Al-Quds menempati posisi yang sangat mulia. Umat Islam jangan sampai melupakan sejarah penting ini.
Terkait posisi Palestina, Khalifah terakhir Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, mengatakan, “Sungguh aku tidak akan melepaskan Bumi Palestina meskipun hanya sejengkal. Tanah Palestina bukanlah milikku, tetapi milik kaum Muslim. Rakyatku telah berjihad untuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini. Hendaknya kaum Yahudi—yang berambisi membeli Tanah Palestina, red.—menyimpan saja jutaan uang mereka. Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Namun, selagi aku masih hidup, goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi (Dr. Muhammad Harb, Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II, Pustaka Thariqul Izzah, 2004).
Urgensi Khilafah Saat Ini
Pernyataan dan sikap Sultan Abdul Hamid II kini terbukti. Tanah Palestina lepas begitu saja dan jatuh ke tangan Yahudi secara ‘cuma-cuma’. Tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Kaum Zionis itu tak harus mengeluarkan banyak uang untuk menguasai Palestina. Itu terjadi setelah Khilafah Turki Utsmani—penjaga dan pelindung Bumi Palestina—dibubarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk dengan dukungan Inggris. Sejak itu hingga kini Palestina, tanah yang diberkahi sekaligus tempat Masjid al-Aqsha berada, terus diduduki kaum Yahudi.
Padahal tercatat dalam sejarah, dalam naungan Khilafahlah wilayah Syam, termasuk Palestina di dalamnya, berhasil dibebaskan dan dikuasai selama berabad-abad lamanya. Pembebas Palestina yang pertama adalah Khalifah Umar bin al-Khaththab setelah memenangkan Perang Yarmuk. Pembebas berikutnya adalah Shalahuddin al-Ayyubi. Ia berhasil menghadapi kaum salibis pada tanggal 27 Rajab 582 H atau 2 Oktober 1187 M sekaligus menguasai kembali Baitul Maqdis setelah hampir seratus tahun dikuasai oleh kaum salibis.
Karena itulah, ketika pada faktanya hari ini Bumi Palestina berada dalam pendudukan kaum Zionis selama puluhan tahun, diperlukan upaya untuk membebaskannya kembali. Hal itu tidak mungkin kecuali dengan mengembalikan penjaga dan pelindungnya yang sejati, yakni Khilafah Islamiyah. Di sinilah urgensitas Khilafah Islamiyah bagi kaum Muslim.
Spirit Isra’ Mi’raj
Dengan demikian peristiwa Isra’ Mi’raj seharusnya menjadi spirit yang bisa menjadi pijakan dakwah dan perjuangan umat hari ini. Pasalnya, pasca Isra’ Mi’raj-lah terjadi transformasi kepemimpinan di tangan Rasulullah saw. Transformasi kepemimpinan tersebut ditandai dengan tegaknya Daulah Islamiyah di Madinah. Ini terjadi tidak lama setelah peristiwa Isra’ Mi’raj.
Pasca Rasulullah saw. wafat, eksistensi Daulah Islamiyah kemudian dilanjutkan oleh keberadaan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang pertama, yang dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin. Era Khulafaur Rasyidin lalu dilanjutkan secara berkesinambungan oleh Khilafah Umayah, Khilafah ‘Abasiyah dan Khilafah Utsmaniyah selama kurang-lebih 14 abad lamanya.
Selama kurang-lebih 14 abad pula Khilafah Islamiyah sukses menciptakan peradaban yang agung. Khilafah mampu melindungi dan menebarkan rahmat bagi seluruh manusia, bukan hanya umat Islam. Pada masa Khulafaur Rasyidin, misalnya, keberkahan telah mereka rasakan dengan amat luar biasa. Di antaranya dalam bentuk kemakmuran hidup. Di dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah diriwayatkan bahwa di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., Khilafah mampu memberikan santunan tunai kepada setiap warga negaranya, bahkan termasuk untuk bayi yang baru lahir.
Menurut Will Durant dalam The Story of Civilization, sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam, para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah juga telah memberikan kesejahteraan bagi siapapun selama beradab-abad dalam wilayah yang amat luas, yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, filsafat dan seni mengalami kejayaan luar biasa yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.
Sayang, sejak keruntuhan Khilafah tahun 1924 M/1342 H, umat Islam selama 100 tahun terakhir tak lagi memiliki kekuatan dan pelindung. Sejak itu pula hingga kini umat Islam di berbagai belahan dunia dirundung nestapa. Tak terkecuali Bumi Palestina, negeri yang Allah SWT berkahi, sejak lama berada dalam cengkeraman penjajahan Zionis Israel.
Akhirnya, melalui perenungan peristiwa Isra’ Mi’raj 1442 H ini, saatnya umat Islam menemukan urgensitasnya yang terpenting, yakni semakin menguatkan keimanan kepada Allah SWT dan semakin meningkatkan spirit perjuangan untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah melalui tegaknya kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang kedua, dengan izin dan pertolongan Allah SWT. Hanya dengan Khilafahlah negeri-negeri Muslim akan kembali bersatu dan terbebas dari berbagai nestapa akibat penjajahan.
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ . وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada Dia. Sungguh Dia adalah Maha Penerima tobat. (TQS an-Nashr [110]: 1-3). []
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah - Edisi 184