Oleh: Dwi Indah Lestari
Eudaimonia. Adakah di antara sobat semua yang tahu apa arti dari kata itu? Sejenis makanankah? Atau serupa dengan suatu penyakit seperti pneumonia? Atau sejenis zat kimia sekeluarga dengan amonia? Hehe, ternyata bukan itu semua ya sobat.
Dalam sebuah buku berjudul “Invasi Politik dan Budaya” yang ditulis oleh Salim Fredericks, menceritakan bahwa Aristoteles, seorang filosof Yunani menjelaskan, "Eudaimonia" adalah keadaan yang menunjukkan makna kebahagiaan, kesenangan dan ketenteraman. Jadi sobat, istilah ini ternyata berkaitan erat dengan makna kebahagiaan yang tentu saja ingin diraih oleh siapa saja.
Namun begitu, ukuran kebahagiaan ini ternyata bermacam-macam lo sobat. Bagi masyarakat yang saat ini hidup dengan gaya hidup materialistik, kebahagiaan seringkali dikaitkan dengan bagaimana caranya mendapatkan barang-barang konsumtif. Contohnya, punya jenis pakaian tertentu, dapat menikmati makanan atau minuman tertentu, memiliki penampilan fisik tertentu dan lain-lain yang bersifat materi.
Sehingga manusia seakan dipecut untuk berlomba-lomba meraih sebanyak-banyaknya semua itu dengan segala cara. Sobat tahu tidak slogan sepatu Nike? Ya betul, ‘just do it’. Slogan ini seakan menggambarkan bagaimana cara pikir manusia saat ini dalam usahanya meraih kebahagiaan yang bersifat fisik itu. Just do it, alias lakukan apa saja supaya bisa bahagia.
Padahal sobat, banyaknya harta dan bagusnya rupa tak selalu membawa kebahagiaan lo. Coba tengok kehidupan para "public figure" contohnya yang terlihat bergelimang harta. Dari hitungan materi, apa coba yang kurang. Wajah rupawan, terkenal, keluarga lengkap, anak-anak sehat, rumah sudah diurus pembantu, fulus mengalir terus. Tapi nyatanya banyak di antara mereka yang merasa tak bahagia.
Hingga kadang mencari kebahagiaan di tempat lain. Sering ya kita jumpai para pesohor yang tiba-tiba diberitakan tertangkap tangan sedang nyabu, atau kepergok selingkuh, bahkan ada yang terjerat kasus korupsi dan masalah-masalah lainnya.
Subhanallah... Berarti mengukur kebahagiaan hanya dari seberapa banyak kenikmatan duniawi yang diperoleh ternyata salah ya. Sebab dunia kalau dikejar tidak akan ada puasnya. Betul kan sobat!
Cukuplah kita renungkan apa yang Allah sampaikan dalam firmanNya berikut ini.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (TQS. Al Hadid [57]: 20)
So, sobat semua, banyak uang tidak selalu mengisyaratkan kebahagiaan. Lalu apa ya makna bahagia yang sebenarnya? Bagi seorang muslim, bahagia itu akan diraihnya manakala ia berhasil mendapatkan ridho Allah Swt.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Qs An-Nahl [16]:97).
Inilah makna kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan seperti ini tidak dibatasi oleh ukuran-ukuran nisbi kenikmatan duniawi yang selalu berubah-ubah. Saat menemukan bahwa Allah ridho atas amal perbuatan kita, maka disitulah kebahagiaan hidup telah diraih.
Meski begitu bukan berarti sobat dilarang untuk menikmati kesenangan-kesenangan hidup lo. Sebab Allah sendiri telah menjelaskan bahwa manusia secara fitrahnya memang menyukai hal-hal yang bersifat duniawi.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
"Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (TQS. Ali Imran [3]: 14).
Maka diperbolehkan bagi kita untuk memiliki harta, menikmati makanan lezat yang halal dan thoyyib, berlibur mengagumi keindahan alam, termasuk menikah, memiliki anak-anak yang lucu dan kenikmatan lainnya. Namun semua itu mestilah diperoleh dengan jalan yang diridhoi Allah dan dimanfaatkan untuk meraih keridhoan Allah juga.
Kebahagiaan dalam Islam juga bukan hanya berupa kesenangan saja lo sobat. Kadangkala meski merasakan sakit, lapar, dan ujian, bisa menjadi sebuah kebahagiaan bagi muslim. Lihat saja, bagaimana bahagianya para sahabat saat diperintahkan untuk berjihad. Mereka bahkan mengharapkan syahid demi mendapatkan keridhoan Allah Swt.
Begitu pula kebahagiaan juga dirasakan oleh mereka yang melaksanakan puasa. Meski perut terasa lapar, kerongkongan pun terasa haus, namun mereka bahagia. Saat berbuka puasa menjadi momen yang tak tergantikan, sebab merasakan kenikmatan makanan berbuka dan mendapatkan ridho dari Allah Swt.
Muslim yang sedang mendapat ujian berupa kehilangan harta atau orang yang disayangi, bisa juga merasakan kebahagiaan. Kehidupan dunia memang penuh dengan ujian bukan? Namun Allah telah menjanjikan kegembiraan bagi mereka yang mau bersabar dalam ujian.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan, dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. " (TQS. Al Baqarah [2]: 155)
So, sobat semua. Marilah kita pahami makna hakiki kebahagiaan ini. Jangan sampai kita terperdaya dengan kebahagiaan semu yang hanya berorientasi meraih kenikmatan dunia semata. Apalagi sampai terperangkap mengambil sikap hidup "just do it" atau melakukan apa saja untuk meraih "kebahagiaan" duniawi. Na'udzubillahi min dzalik.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Bangkalan, 17 Juli 2021(21.28)