Oleh: Widya Astuti
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al-A'raf:56).
Ayat ini berisi larangan kepada manusia untuk tidak berbuat kerusakan, setelah semuanya sudah Allah atur dengan baik. Allah sudah utus para Rosul untuk menyampaikan peringatan kepada umat manusia. Kemudian Allah turunkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup agar manusia bisa selamat di dunia dan di akhirat. Allah berikan berbagai macam kenikmatan di bumi seperti buah-buahan, hewan ternak, agar manusia bisa menjalani kehidupannya. Namun kebanyakan dari mereka berbuat kerusakan. Kerusakan disini contohnya seperti melakukan kemusyrikan atau melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, serta melakukan kerusakan pada alam.
Nah sahabatku, begitu baiknya Allah kepada kita umat manusia. Maka sudahkah kita bersyukur dengan menjalankan segala yang diperintahkannya dan menjauhi larangannya? Atau malah kita termasuk bagian dari orang-orang yang berbuat kerusakan? Nauzubillah min zalik, semoga saja tidak ya sahabat.
Jika kita lihat fakta hari ini, banyak dari umat manusia yang berbuat kerusakan. Maksiat merajalela dimana-mana. Merebaknya zina, tingginya angka kriminalitas, terjebaknya umat Islam dengan gaya hidup hedonis dan liberal, terutama di kalangan para pemudanya. Belum lagi kebijakan para penguasa negeri yang tak sesuai dengan aturan Islam. Kebijakan dibuat atas dasar suka suka, sesuai kepentingan atau kelompoknya. Bukan mengutamakan kepentingan rakyatnya. Padahal seorang pemimpin punya tanggung jawab yang besar atas siapa yang ia pimpin.
Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap orang adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya" (HR. Bukhori, Muslim).
Hadis ini mengatakan bahwasanya kita semua adalah pemimpin dan kelak kita akan ditanya perihal yang kita pimpin. Baik itu kepala negara, seorang suami, seorang istri, bahkan sampai seorang pembantu, adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban. Saya sebagai seorang pengemban dakwah kelak akan ditanya tentang apa yang sudah saya lakukan untuk dakwah. Sahabat pembaca juga akan ditanya tentang apa yang sudah sahabat lakukan dengan amanah ataupun yang menjadi tanggung jawabnya sahabat semua.
Ya Allah, berbicara tentang tanggung jawab rasanya berat sekali untuk dibahas. Tapi ini suatu hal yang penting. Menjadi pengingat kita agar tidak lalai dengan amanah yang diberikan kepada kita. Baik amanah berupa urusan duniawi atau amanah langit yaitu dakwah. Kita sebagai hamba Allah yang diberikan akal, seharusnya menjalankan amanah dengan baik, bukan malah merusak amanah tersebut dengan kemaksiatan yang kita perbuat.
Wajar saja permasalahan demi permasalahan datang silih berganti, musibah demi musibahpun hadir menyapa negeri ini, karena umat manusia banyak yang tak mengindahkan aturan ilahi. Maksiat terus saja dilakukan masing-masing diri.
Maksiat adalah lawan dari kata taat. Maksiat bisa diartikan sebagai bentuk perbuatan dosa atau menentang ketentuan Allah. Maksiat bisa terjadi ketika kita tidak sabar dalam menjauhi larangan Allah. Jadi sahabat, sabar itu bukan hanya disaat kita menjalankan ketaatan kepada Allah, seperti beribadah, berbuat baik dan lain sebagainya. Kita juga diperintahkan sabar disaat tertimpa musibah, dan sabar disaat kita menjauhi larangan Allah.
Kita sebagai hamba Allah yang lemah dan terbatas, tentu pernah melakukan kemaksiatan. Baik kemaksiatan yang tergolong kecil ataupun besar. Maka selagi kita diberi kesempatan hidup maka bertaubatlah dengan sebenar-benar taubat. Berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Berdoalah kepada Allah dengan rasa takut ditimpa azab karena kemaksiatan yang kita lakukan. Azab yang pernah Allah timpakan kepada umat terdahulu yang berbuat kerusakan. Seperti azab yang ditimpakan kepada raja Fir'aun dan pengikutnya, kepada umat nabi Luth yang sudah melampaui batas, agar kita mengambil pelajaran. Berdoalah dengan penuh harap bahwa Allah akan memberikan ampunan dan rahmatNya kepada kita. Allah Maha pengampun dan Maha penyayang.
Sahabat, kemaksiatan yang besar saat ini adalah ketika hukum Allah tidak ditegakkan di muka bumi secara kaffah atau totalitas. Padahal Allah sudah perintahkan kepada kita di dalam Al-Qur'an untuk memutuskan suatu perkara menurut hukum Allah. Jadi sahabat, sudah saatnya kita memperjuangkan diterapkannya aturan Allah dalam kehidupan kita. Karena sejatinya aturan Allah itu mendatangkan kemaslahatan untuk kita, bukan malah mendatangkan kemudharatan. Jika tidak aturan Allah yang lebih baik, lantas aturan siapa lagi? Wallahu'alam bissawab.
Karawang, 20 Juli 2021