Oleh: Dwi Indah Lestari
Sobat, pernah lihat film “Ketika Cinta Bertasbih”? Pasti tahu dong dengan tokoh Azzam dan Eliana? Yup, Azzam sebagai tokoh utama dalam film tersebut, digambarkan sebagai seorang mahasiswa Universitas Al Azhar di Cairo Mesir, yang tak kelar-kelar kuliah S1-nya meski sudah dijalani selama 7 tahun. Sementara Eliana adalah sosok gadis cantik putri dubes Indonesia untuk Mesir yang cerdas dan berprestasi serta kuliah di Perancis.
Sobat, bisa jadi sosok Eliana di mata sebagian besar masyarakat adalah sosok dengan kepribadian yang bagus. Siapa sih yang tidak kepingin jadi seperti Eliana? Cantik, pintar, berprestasi, terkenal, dan dari keluarga berada serta jadi pujaan banyak pemuda. Berbeda sekali dengan Azzam yang lebih dikenal sebagai penjual bakso dan tempe demi memenuhi kebutuhan dan mencukupi keluarganya, daripada seorang terpelajar.
Tapi sobat, coba perhatikan bagaimana sikap Azzam saat Eliana hendak memberikannya hadiah berupa ciuman ala Perancis. Azzam menolaknya. Ia merasa kecewa dan terhina. Eliana pun merasa marah akan penolakan itu, namun di saat yang bersamaan sekaligus penasaran.
Saat ditanya, Azzam pun menjelaskan, bahwa penolakannya adalah karena ia kuat memegang sebuah prinsip yang diyakininya, yaitu Islam. Ia menerangkan bahwa salah satu prinsip yang ada dalam Islam adalah menjaga kesucian.
Menurut Islam, ia harus menjaga kesucian dirinya dan orang lain, termasuk menjaga kesucian kaum perempuan yang mungkin kelak akan menjadi istrinya dengan tidak menyentuhnya bahkan menodainya. Ia ingin menjaga kesucian itu hingga agama menghalalkan dirinya untuk menyentuh.
Ia ingin kesucian dirinya hanya untuk perempuan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Begitupun ia ingin perempuan itu hanya akan memberikan kesuciannya untuk dirinya saja. Itulah alasan mengapa ia tak bisa menerima hadiah ciuman itu bahkan menganggapnya sebagai musibah. Sebab itu adalah kemaksiatan kepada Allah Swt.
Nah, sobat. Begitulah sedikit gambaran tentang apa itu kepribadian yang sebenarnya, yang bisa kita lihat dari sosok Azzam. Dalam Islam, kepribadian itu ditentukan oleh dua hal, yaitu bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita berperilaku. Berbeda sekali dengan pandangan masyarakat umum yang menilai kepribadian dari ukuran-ukuran fisik yang selalu berubah-ubah.
Lihatlah bagaimana kontes-kontes kecantikan yang digelar dengan menilai penampilan para kontestan untuk menentukan kepribadiannya baik atau tidak. Saat ini wajah cantik, tubuh langsing, warna kulit tertentu, pakaian yang modern sesuai tren, cara makan ala barat, cara berjalan laksana model profesional, pulasan make up di wajah, seakan menggambarkan bagaimana kepribadian kita ditentukan.
Padahal bila itu yang menjadi patokan, alangkah tidak beruntungnya mereka yang tidak mampu menjangkaunya. Misalnya saja karena kekurangan fisik seperti ditakdirkan cacat, atau tidak memiliki warna kulit yang disukai publik, tidak mampu mengikuti training kepribadian dan lain-lain. Apakah mereka tidak punya kesempatan untuk menjadi manusia dengan kepribadian yang baik?
Karenanya Allah Swt tidak pernah menilai baik buruknya manusia dari ukuran-ukuran fisik yang semu itu. Namun Allah melihat siapa yang paling baik dari hambaNya adalah yang paling bertakwa, laki-laki maupun perempuan.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al Hujurat [49]: 13)
Maka, dalam Islam, seorang muslim dianggap baik bila kepribadiannya adalah Islam. Itu ditentukan yang pertama dari bagaimana ia berpikir. Apakah ia menggunakan pemikiran Islam saat menilai segala sesuatu? Apakah ia menggunakan solusi Islam dalam memutuskan suatu persoalan? Bila iya, maka berarti pola pikirnya adalah pola pikir islami.
Kemudian yang kedua, ditentukan oleh caranya dalam berperilaku. Apakah saat ia berbuat dalam menyelesaikan seluruh persoalan hidupnya ia menggunakan pola pikir islaminya itu atau malah memakai cara lain? Seperti yang terjadi pada Azzam.
Saat ia ditawari ciuman yang bagi kebanyakan pemuda adalah hal yang tak akan boleh dilewatkan, pola pikirnya berbicara bahwa itu adalah kemaksiatan dan ia wajib menjauhinya. Lalu sikap yang diambilnya adalah menolak hal itu meski harus dengan konsekuensi mendapat kemarahan dari orang lain atau anggapan bahwa ia sangat bodoh karena melewatkan tawaran dari seorang gadis yang berkelas tinggi seperti Eliana.
Namun bagi seorang muslim, dengan meyakini bahwa prinsip Islam yang diyakininya itu yang kemudian mewarnai sikap hidup yang dijalaninya, merupakan kebenaran mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka itu adalah sebuah kemuliaan. Dan Allah akan menempatkan dirinya dalam golongan orang-orang terbaik yang dimuliakan Allah Swt.
Begitupun contoh yang sangat jelas berkaitan dengan sosok muslim dengan kepribadian Islam yang tinggi adalah ada pada sosok para shahabat Nabi Saw. Seperti shahabat Bilal bin Rabah. Saat majikannya mengetahui ia telah beriman kepada Allah Swt dan Muhammad Saw sebagai nabi dan rasulNya, Bilal disiksa dengan dijemur di gurun pasir yang sangat panas saat siang begitu terik. Tak cukup dengan itu, dadanya pun diletakkan batu yang berat menambah pedihnya siksaan tersebut.
Bilal dipaksa mengingkari Allah dan Rasulullah. Ia diperintahkan untuk menghinakan keduanya. Namun Bilal tidak bergeming. Dari mulutnya, bahkan selalu keluar kata-kata "Ahad... Ahad". Hingga Allah menurunkan pertolonganNya melalui shahabat Abu Bakar yang kemudian membeli dan membebaskannya.
Sobat, para shahabat juga adalah orang-orang yang dipuji Allah bahkan diabadikan dalam Al Qur'an karena ketaatan mereka, bukan hanya dalam pola pikirnya tapi juga dalam seluruh perbuatannya. Mereka bersegera menjalankan perintah Allah Swt dan bersungguh-sungguh sekuat tenaga menjauhi seluruh laranganNya. Tak ada sedikit pun keraguan menyusup dalam hati mereka akan kebenaran Islam. Mereka menggenggamnya sekuat tenaga tanpa memperhitungkan apapun lagi.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 100)
Inilah gambaran manusia-manusia terbaik yang beriman kepada Allah dan memiliki kepribadian Islam yang luar biasa tinggi. Mereka tampil menjadi sosok-sosok yang istimewa yang berbeda dengan orang kebanyakan. Mereka yang hanya menjadikan keridhoan Allah Swt sebagai puncak kebahagiaan yang ingin diraih, meski harus mengeluarkan pengorbanan yang besar dari harta, tenaga bahkan nyawanya.
Nah, sobat, sosok seperti inilah yang seharusnya diwujudkan dalam diri kita. Untuk itu yuk coba kita periksa diri kita sendiri. Sudahkah pola pikir kita islami? Sudahkah kita memandang setiap masalah sesuai dengan kacamata halal dan haram dalam Islam? Sudahkah pula perilaku kita dijalankan berdasarkan aturan Allah Swt?
Sebab, meski seseorang mengaku sebagai muslim, namun belum tentu ia memiliki kepribadian Islam. Bisa jadi ia memahami hukum syara', namun tidak diimplementasikan dalam perbuatannya. Seperti gambaran sosok Eliana. Ia adalah muslimah, namun pola pikirnya bukan pola pikir Islam, perbuatannya pun tidak mencerminkan kedudukannya itu. Ia tidak menutup aurat, terbiasa bergaul bebas dengan lawan jenis, bahkan tak malu berciuman dengan laki-laki yang belum menjadi suaminya.
Nah, sobat, untuk bisa membentuk pola pikir yang Islami, kita perlu banyak mengkaji pemikiran Islam, berdiskusi dengan orang-orang yang memahami ilmu agama, dan menghadiri majelis-majelis ilmu. Dengan begitu kita akan lebih memahami Islam sebagai agama dan ideologi yang seharusnya mengatur kehidupan manusia.
Sementara itu, untuk membentuk diri dengan pola sikap yang islami, kita perlu membiasakan diri dengan senantiasa mengikatkan setiap perbuatan dengan aturan Islam, mulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi. Kita juga perlu bergaul dengan orang-orang yang sholih, sehingga terbiasa untuk bersikap sesuai syariat dan dapat saling tolong menolong dalam kebaikan dan nasehat menasehati sehingga terhindar dari perbuatan maksiat yang merugikan.
وَالۡعَصۡرِۙ
اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ
اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (TQS. Al Ashr [103]: 1-3)
Nah, sobat, yuk bentuk diri kita dengan kepribadian Islam. Mari bersemangat menghiasi benak kita dengan pemikiran Islam yang tinggi. Begitu juga marilah kita membiasakan berperilaku islami sesuai dengan pola pikir islami yang sudah terbentuk dalam diri kita. Mari bersegera menyambut setiap kebaikan demi meraih ganjaran terbaik dari Allah Swt.
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (TQS. Ali Imran [3]: 133)
Bangkalan, 21 Juli 2021 (21.21)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”