Oleh: Muslihah
Pada masa ini sulit ditemukan pemimpin yang adil. Apalagi jika yang dimaksud adalah pemimpin negara. Sebab kata adil menurut Al-Khotib al-Badawi adalah yang menjalankan segala kewajiban, menepati segala yang diperintahkan, menjaga hal-hal yang dilarang, menjauhi hal-hal yang keji menurut syara', bersungguh-sungguh dalam menjalankan taqwa.
Lalu bagaimana dengan pemimpin di masa kini? Lebih pada menjalankan kepemimpinan yang jauh dari syariat. Banyak sekali syariat Islam dan dan kewajiban bernegara dalam Islam yang ditinggalkan. Sementara banyak keharaman yang yang justru di legalisasi oleh negara. Pemimpin menjalankannya tanpa melakukan koreksi terhadap aturan atau undang-undang yang yang tidak sesuai dengan syariat.
Tidak sedikit ajaran Islam yang sengaja tidak diterapkan. Bahkan istilah halal dan haram pun dibuat samar-samar. Beginilah hidup di era sekuler. Saat ajaran agama hanya dibolehkan pada area individu, tidak boleh diterapkan oleh lembaga negara. Bahkan negara tidak boleh diatur dengan aturan agama (Islam).
Contoh legalnya riba oleh bank, tidak pernah ada pemimpin terpilih sejak awal negeri ini memproklamirkan kemerdekaan sebagai sebuah negara sampai kini. Berulangkali ganti pemimpin tidak satupun yang mengamandemen undang-undang, mengubahnya menjadi sesuai syariat hingga riba dianggap ilegal.
Di masa Islam berkuasa, apa yang haram pasti ilegal dan yang halal Pati legal. Maka di dalam Islam tidak perlu istilah legal atau ilegal. Halal dan haram sudah cukup mewakili semua. Dalam sistem sekarang ini, sengaja diadakan istilah legal dan ilegal demi menjadikan kaum muslimin tidak menolak hal-hal yang haram yang diterapkan oleh negara.
Seharusnya kaum muslimin tetap kritis menghadapi hal demikian. Mestinya mereka jeli dan berani menolak ketika kebijakan negara tak sesuai dengan aturan Allah. Sewajarnya mereka mengingatkan orang-orang yang memiliki kewenangan agar tidak tergelincir ke undang-undang yang bertentangan dengan aturan Allah.
Padahal jelas Allah mengharamkan riba. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَا لُوْۤا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۗ فَمَنْ جَآءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَا نْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ ۗ وَاَ مْرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَا دَ فَاُ ولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).
Padahal dosa zina itu sangat besar. bahkan di dalam surat An-Nur ayat 2 disebutkan bahwasannya pezina laki-laki maupun perempuan harus dijilid 100 kali. Ini berlaku untuk ghairu muhsan. Sementara zina muhsan oleh Rasul dijatuhi hukuman rajam yaitu dilempari batu sebesar genggaman tangan hingga meninggal dunia. Ini menunjukkan betapa besar dosa zina. Sedangkan riba dosanya jauh lebih besar daripada zina. Naudzubillah.
Padahal Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
وَمَا كَا نَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗۤ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًا
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 36)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 9 Agustus 2021