Oleh: Titin Hanggasari
Wanita,
Karena kelemahan fisiknya, sering mendapatkan perlakuan zalim dan tidak adil. Islam menjaga, melindungi serta menghapus ketidakadilan dan menghapus kezaliman terhadap wanita melalui Firman-Nya sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya (Q.S. An-Nisā : 19)
Terdapat beberapa riwayat dari sabab nuzulnya ayat ini. Namun, semuanya bermuara pada kesimpulan yang sama.
Menurut jumhur al-mufassirin, yang dimaksud mewarisi wanita adalah mewarnai pernikahan dengannya.
Pada masa itu, terdapat sebuah kisah tradisi pada kisah Abu Qays bin al-Aslat meninggal. Meninggalkan seorang istri kemudian ada anak dari istri yang lain melemparkan kain kepadanya, namun setelah itu ia pergi dan tidak menafkahinya. Disakiti, lalu ia pun mengadukan perkara tersebut kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini.
Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
"Kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan Aku adalah orang yang terbaik di antara kalian yang memperlakukan keluargaku" (HR al-Nasa'i dari Ibnu Abbas; al- Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Darimi dari Aisyah).
Rasulullah s.a.w. adalah tauladan sempurna bagi seluruh keluarga di dunia ini.
Selanjutnya, QS al-baqarah: 234 menetapkan dan melindungi wanita yang ditinggal mati suaminya. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
...وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
...dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata... (Q.S. An-Nisā : 19)
(Dan tidak pula) bahwa (kamu menyusahkan mereka) artinya kamu halangi istri-istrimu buat mengawini laki-laki lain dengan menahan mereka padahal tak ada keinginanmu lagi terhadap mereka selain dari menyusahkan belaka (karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka) berupa mahar (kecuali jika mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata) dengan ya baris di atas dan baris di bawah, yang nyata atau yang dinyatakan, artinya zina atau nusyuz; maka ketika itu bolehlah kamu menyusahkan mereka hingga mereka melakukan khuluk atau menebus diri mereka (dan pergaulilah mereka secara patut) artinya secara baik-baik, biar dalam perkataan maupun dalam memberi nafkah lahir atau batin. (Tafsir Jalalain)
Huruf la nafiyah, memberi arti sebuah larangan. Maknanya perbuatan yang dilakukan tersebut tidak halal. Al-hasan berpendapat, pihak yang disuruh ayat ini adalah para wali mayit. Karena di zaman jahiliyah wanita dilarang menikah lagi setelah ditinggal mati suaminya.
Pada sisi lain tentang suami, Ibnu Abbas, qatadah, Al- sudi al-Dhuhak di sini pihak yang diseru di sini adalah para suami yang menceraikannya, karena mereka menggaulinya dengan buruk dan menyusahkannya agar mau menebus dirinya dengan mahar yang telah diberikan kepadanya. Dan beberapa tindakan zalim atas dirinya.
Maka ayat selanjutnya mengatur:
...وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
...Dan bergaullah dengan mereka secara patut...
Seruan ini untuk melindungi istri, agar suami mempergauli mereka dengan cara Ma'ruf dan adil.
Lalu ditutup dengan firman-Nya:
...فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
...Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak...
Ayat ini memberikan pelajaran untuk mendidik hambanya agar lebih bisa menjaga keutuhan keluarga. Suami diminta bersabar jika terjadi sesuatu yang tidak disukai selain zina dan nusyuz.
Maka berlakulah adil terhadap wanita. Islam telah menetapkan suami istri sebagai sahabat untuk saling mengisi dan mengasihi. Dengan sejumlah hak dan kewajiban yang menjadi bagiannya masing-masing.
Terdapat pada firman Allah:
...وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
...dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang Ma'ruf... (QS al-baqarah: 228).
Wahai para suami, berhati-hatilah dalam bercerai, jika untuk menikah lagi maka berarti dirinya bisa menjamin dirinya terbebas dari perkara yang tidak disukai akibat menceraikan istrinya.
Wahai para suami, jika engkau menuntut istrimu tanpa cacat Apakah selayaknya sudah berkaca diri, menjadi suami yang sempurna dari segala sisi? Utamanya memberi contoh, menjadi qawwam yang baik mendidik, istri dan keluarga menuntunnya sampai ke Jannah-Nya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”