Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَا لِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗ وَسْئَـلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 32)
Tidak sedikit bisa dijumpai orang-orang yang memiliki sifat iri dengki terhadap orang lain. Kadang rasa iri hati itu kepada tetangga, saudara ipar, atau bahkan kepada saudara kandung sendiri. Rasa iri hati bisa berakibat membuat dirinya melakukan sesuatu yang tidak pantas.
Seseorang yang kebetulan baru memulai hidup berumah tangga, tentu masih harus banyak belajar dan berbenah. Belajar menyesuaikan diri dari status sendiri menjadi istri. Ia butuh proses memahami hubungan dengan sang suami. Terlebih jika ternyata suaminya berpenghasilan rendah. Saling memahami antara suami istri tentang kebutuhan masing-masing pasangan sangatlah penting.
Jika tidak, antar pasangan hanya akan saling menyalahkan dan masing-masing merasa dirugikan. Sang istri merasa tidak diayomi, tidak dihargai, sementara sang suami merasa tidak diperhatikan. Meskipun masing-masing sudah melakukan kewajiban. Suami bekerja mencari nafkah, sang istri di rumah mengurus rumah. Sayangnya romantisme rumah tangga menjadi hambar, saat masing-masing tidak berdasarkan niat ibadah liLlah.
Apalagi saat keadaan ekonomi yang belum mapan, kemudian memiliki momongan. Semua terasa serba sulit. Istri minta diperhatikan lebih dari biasanya. Di sisi lain, suami merasa sang istri terlalu banyak menuntut tanpa melihat situasi dan kondisi. Sementara itu perhatian istri terbelah untuk bayi, untuk diri sendiri yang masih lemah, akibat usai melahirkan.
Dalam kondisi demikian saat mereka menoleh kepada orang lain, yang terlihat nasibnya sangat buruk. Sedang orang lain lebih beruntung dari dirinya. Apalagi jika melihat saudara yang sudah mapan. Seakan dalam benaknya mengharuskan sang saudara membantu ekonomi keluarganya. Sebagai saudara semestinya saling berbagi.
Akibat dari cara berpikir demikian menjadikan orang tersebut akan bertindak seenaknya sendiri jika dua bersaudara itu hidup serumah. Misal karena masih serumah dengan orang tua, yang ada ia jadi benalu bagi saudaranya. Jika sudah tinggal terpisah pun, akan berpikir agar sang saudara memberi sumbangan terus menerus kepadanya.
Bisa jadi saudara kandung tidak keberatan, tapi bagaimana dengan pasangannya? Apakah akan rela jika sang saudara ipar terus menerus merecoki ekonomi keluarganya? Apa yang akan terjadi kepada dua bersaudara yang masing-masing sudah punya pasangan? Bukankah masing-masing pasangan akan saling mempengaruhi? Akankah dua bersaudara itu bisa rukun dan saling menghargai jika demikian? Lalu akankah kehidupan bersama pasangan akan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah?
Potret bersaudara semacam ini banyak ditemukan pada masa kini. Bahkan ada yang lebih parah. Ada yang sampai salah satu memfitnah saudaranya, agar mendapat simpati dari orang yang lebih kaya. Ya, kekayaan seakan dipuja-puja. Dengan cara apapun akan berusaha meraih dan memilikinya. Jika tidak berhasil menjadi sakit hati. Beginilah hati yang hasud, hati yang dipenuhi rasa iri.
Semua itu bisa terjadi disebabkan terlalu memuja kekayaan. Menganggap dengan memiliki kekayaan akan menjadi bahagia. Karena tolok ukur kebahagiaan hanya pada terpenuhinya semua keinginan. Padahal sekaya apapun seseorang tidak akan pernah bisa memuaskan keinginan. Semakin ia kaya, semakin banyak keinginan. Parahnya jika kekayaan itu tidak dimilikinya, tetapi malah dimiliki saudaranya. Maka rasa iri dan dengki tidak bisa dihindari.
Padahal Rasulullah Saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang menyebutkan tentang bahaya sifat dengki, sebagai berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالحَسَدَ، فَإنَّ الحَسَدَ يَأكُلُ الحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النًارُ الحَطَبَ، أَوْ قَالَ : العُشْبَ . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda: Jauhilah oleh kalian sifat dengki, karena sesungguhnya dengki itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar Atau bersabda: rumput." (HR Abu Daud).
Artinya Islam mencela sifat iri dengki dalam setiap orang muslim. Hal ini dikarenakan orang beriman wajib meyakini bahwa setiap individu mempunyai rezekinya masing-masing. Besar atau kecil semua yang dari Allah patut disyukuri. Yakin bahwa setiap pemberian Allah adalah yang terbaik untunya. Ketika hati senantiasa bersyukur maka hadir rasa sabar dan tenang dalam hati.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 24 Juli 2021