Oleh: Lilik Yani
Sudah satu pekan Toni, anak bandel di kelas Hanif, tidak masuk sekolah. Teman-teman menduganya kalau ia bolos karena main game bersama gengnya. Setelah diselidiki ternyata bapaknya sakit dan Toni harus menjaga bapak dan dua adiknya yang masih balita. Sedangkan ibunya ganti yang bekerja.
Setelah bapaknya sembuh, Toni masuk sekolah. Baru duduk sepuluh menit di kelas. Teman sebangkunya bilang kalau kehilangan uang sakunya. Padahal selama ini tidak pernah hilang, saat Toni baru masuk kok uangnya hilang. Lalu menuduh Toni yang mengambil.
Toni dibuli teman sekelas. Ketika dia tidak masuk, tidak ada kejadian aneh-aneh. Kelas tenang, adem ayem. Semenjak Toni masuk kok jadi ada saja masalah yang terjadi. Toni dianggap biangkerok segala persoalan yang menimpa kelas akhir-akhir ini.
Melihat masalah demi masalah yang terjadi di kelas, Hanif berfikir, apakah sikap yang dilakukan teman-temannya kepada Toni benar? Sungguh ia kasihan pada Toni, namun tidak bisa membelanya juga karena kalah suara dengan teman sekelas.
Untuk memastikan jawaban, Hanif menceritakan keadaan kelas kepada Ayah. Mumpung Ayah sedang duduk santai di teras sore itu.
"Ayah, jika ada teman menuduh orang tanpa bukti, menuduh jadi biang kerok masalah kelas, dituduh mencuri, dibuli tanpa sebab jelas. Apakah sikap tsrsebut dibenarkan?" tanya Hanif.
"Dalam Islam ada amalan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, maka dilakukan tabayyun atau konfirmasi terhadap masalah yang terjadi. Karena menuduh yang belum pasti kebenarannya adalah berdosa," kata Ayah.
"Kasihan teman yang dibuli belum tentu salah. Sedangkan pelaku sebenarnya melenggang kangkung merasa tidak berdosa. Bisa saja mereka akan mengulang-ulang kejahatan yang tidak terdeteksi. Ia merasa nyaman karena siksaan beralih ke Toni yang sebenarnya bukan pelaku kejahatan yang dituduhkan," kelas Ayah.
"Bagaimana hukumnya, Ayah?" tanya Hanif penasaran
"Ada Allah Sang Pengawas yang akan mengawasi dan menyuruh malaikat sang pencatat untuk mencatat semua kejadian. Allah akan menghukum dengan hukuman seadil-adilnya. Tidak ada sekecil apapun perbuatan manusia yang terlepas dari pengawasan Allah," tambah Bunda yang merasa kasihan dengan murid yang dibully.
وَعِنۡدَهٗ مَفَاتِحُ الۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَاۤ اِلَّا هُوَؕ وَيَعۡلَمُ مَا فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِؕ وَمَا تَسۡقُطُ مِنۡ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِىۡ ظُلُمٰتِ الۡاَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍ
Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al-An’am Ayat 59)
Pengetahuan Allah bukan hanya menyangkut siapa yang zalim seperti pada ayat sebelumnya, namun juga lebih dari itu. Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui secara detail dan jelas selain Dia.
Dia juga mengetahui segala apa yang ada di darat dan apa yang ada di laut. Bahkan, tidak ada sehelai daun pun yang gugur atau yang lebih dari itu yang tidak diketahui-Nya.
Mungkin ada yang menduga pengetahuan Allah hanya menyangkut apa yang di permukaan bumi saja, itu salah, karena tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, baik yang telah, sedang, atau akan terwujud, melainkan diketahui-Nya dan tertulis dalam Kitab yang nyata.
Ayat ini menerangkan bahwa kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada Allah, tidak ada seorang pun yang memilikinya.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti akhirat, surga dan neraka. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak, tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.
Sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan segala macam isinya, dilengkapi dengan aturan dan hukum yang mengaturnya sejak dari adanya sampai akhir masa adanya. Ketentuan itu tidak akan berubah sedikit pun.
Kemudian Allah mengajarkan kepada manusia beberapa aturan dan ketentuan untuk meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya agar mereka menghambakan diri kepada-Nya. Karena itu seandainya ada manusia yang menyatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib itu, maka pengetahuan mereka hanyalah merupakan dugaan dan sangkaan belaka, tidak sampai kepada hakikat yang sebenarnya.
Mereka pun tidak mengetahui dengan pasti akibat dan hikmat suatu kejadian. Percaya kepada yang gaib termasuk salah satu dari rukun iman.
Di antara perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh manusia disebutkan dalam firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Luqman 31: 34)
Pengetahuan tentang yang gaib hanya diketahui seseorang jika Allah mengajarkan kepadanya, sebagaimana firman-Nya:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا
إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. (al-Jinn 72: 26-27)
Kemudian Allah menerangkan keluasan ilmu-Nya, yaitu di samping Dia mengetahui yang gaib, Dia juga lebih mengetahui akan hakikat dan keadaan yang dapat dicapai panca indera manusia.
Dia mengetahui segala yang ada di daratan dan di lautan sejak dari yang kecil dan halus sampai kepada yang sebesar-besarnya, sejak dari tempat dan waktu gugurnya sehelai daun, keadaan benda yang paling halus yang berada pada malam yang paling gelap, apakah keadaannya basah atau kering, semuanya ada di dalam ilmu Allah tertulis di Lauh Mahfudh.
Rasulullah saw bersabda:
Allah telah ada dan yang lain belum ada, dan adalah arsy-Nya di atas air, dan Dia menuliskan pada Lauh Mahfudh segala sesuatu dan Dia menciptakan langit dan bumi. (Riwayat al-Bukhari dari 'Imran bin husain)
Dari hadis di atas dipahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak luput dari pengetahuan Allah.
"MasyaAllah, betapa Allah sangat mengetahui hal sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan. Maka jangan ikut-ikutan menuduh teman yang belum tentu bersalah. Karena jika ikut membully akan mendapat dosa dan perasaan bersalah," kata Ayah.
"Iya betul, Ayah.. InsyaAllah Hanif akan ingat terus, Ayah. Tidak mau ikut-ikutan membulli teman yang belum tentu bersalah," kata Hanif.
Mida juga tidak mau kalah dengan kakaknya. Ia akan berupaya untuk membiasakan tabayyun, bukan menuduh tanpa alasan. Karena akan menyakiti orang yang dituduh, ucap Hamida lega.
"Anak-anakku sayang. Jagalah hati, pikiran, untuk selalu menjalankan kebaikan. Berada dalam jalan yang benar, selalu mengajak kebaikan dan meluruskan jika ada amalan yang menyimpang. InsyaAllah," pesan Ayah menutup obrolan sore itu.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Surabaya, 21 Agustus 2021