Oleh: Muslihah
Nikmat Allah diberikan sejak manusia lahir. Nikmat berupa panca indera, misalnya. Ia bisa melihat dengan nyaman, bisa mendengar, berbicara, mengecap, membau, merasakan panas atau sejuk di kulit. Semua bisa didapat sejak ia lahir di dunia ini.
Suatu ketika nikmat itu dicabut sedikit, penciuman yang tiba-tiba hilang, misalnya. Tersebab hal itu indra perasa menjadi hilang. Semua makanan terasa hambar. Tidak ada lagi manis gurih di lidah. Ia jadi heboh mengeluh ke sana ke mari, seakan tidak pernah merasakan kenikmatan. Ma syaa Allah.
Manusia semakin tua semakin banyak keluhan. Banyak kenikmatan yang dimiliki di saat muda, sedikit demi sedikit dikurangi oleh Allah. Lutut yang mulai terasa sakit, linu jika dipakai duduk di bawah. Kaki terasa berat jika harus ditekuk. Maunya selonjoran saja.
Mata mulai rabun. Awalnya masih bisa disiasati dengan memakai kacamata saat butuh membaca. Semakin tua semakin buram. Ternyata ada katarak yang menghalangi pandangan. Operasi pun dilakukan berharap penglihatan bisa kembali normal seperti sebelumnya. Sayangnya operasi bukan solusi. Usai menjalankan operasi katarak dengan semua perawatan, penglihatan masih belum jelas seperti sedia kala. Setelah diperiksa ulang dengan teliti oleh dokter, ternyata saraf mata sudah mengecil, mengkerut seiring bertambahnya usia. Sejak itu keluhan tidak berhenti dari mulutnya. Ma syaa Allah.
Demikianlah manusia, sering lupa bahwa apa yang dimiliki hanyalah titipan dari Sang Maha Pemberi. Bahwa setiap saat Yang Maha Memiliki berhak mengambil kembali titipanNya, termasuk indera.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَلَئِنْ اَذَقْنَا الْاِ نْسَا نَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنٰهَا مِنْهُ ۚ اِنَّهٗ لَيَــئُوْسٌ كَفُوْرٌ
"Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian (rahmat itu) Kami cabut kembali, pastilah dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih." (QS. Hud 11: Ayat 9)
Di saat dicabut nikmat pemberian Yang Mahakuasa itulah waktu yang menentukan apakah seseorang itu termasuk orang yang sabar ataukah tidak. Bukan berarti manusia tidak boleh mengeluh. Sesungguhnya manusia itu diciptakan sebagai mahkluk yang gampang mengeluh. (QS. Al Ma'arij ayat 19). Pada surat Al Ma'arij selanjutnya disebutkan "kecuali orang-orang yang sholat". Orang-orang yang shalat dengan khusyuk tidak mudah mengeluh atas kesulitan duniawi.
Saat Allah mencabut kesulitan dan mengganti dengan kebahagiaan, manusia akan merasa gembira dan berbangga. Ketika indera penciuman dan perasa dikembalikan oleh Allah, ia merasa gembira, bangga bisa melewati kesulitan yang menimpa.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلَئِنْ اَذَقْنٰهُ نَـعْمَآءَ بَعْدَ ضَرَّآءَ مَسَّتْهُ لَيَـقُوْلَنَّ ذَهَبَ السَّيِّاٰتُ عَنِّيْ ۗ اِنَّهٗ لَـفَرِحٌ فَخُوْرٌ
"Dan jika Kami berikan kebahagiaan kepadanya setelah ditimpa bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana itu dariku." Sesungguhnya dia (merasa) sangat gembira dan bangga," (QS. Hud 11: Ayat 10)
Demikianlah sifat manusia. Sebaik-baik orang yang ditimpa kesulitan adalah mereka yang sabar. Tetap istiqamah beramal saleh dalam kerepotan yang ia harus jalani. Tetap beribadah dengan teguh saat ujian melanda. Orang yang sabar akan mendapat pahala dari sisi Allah dan ampunan akan semua dosa-dosanya. In syaa Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ۗ اُولٰٓئِكَ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ
"kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar." (QS. Hud 11: Ayat 11)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 26 Agustus 2021