Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
فَاِ ذَا مَسَّ الْاِ نْسَا نَ ضُرٌّ دَعَا نَا ۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّا ۙ قَا لَ اِنَّمَاۤ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰـكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
"Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami memberikan nikmat Kami kepadanya dia berkata, "Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Az-Zumar 39: Ayat 49)
Perhatikan perilaku kebanyakan manusia. Ia berdoa saat berada pada titik terlemahnya. Saat ditimpa sakit, apalagi yang pada umumnya membawa kematian, contoh terkena gejala covid 19, ia akan berdoa memohon kepada Allah agar diselamatkan. Agar Allah menyembuhkan. Bahkan semua orang yang dikenalnya diminta doanya. Berharap salah satu dari doa orang banyak itu dikabulkan.
Begitupun saat ditimpa kecelakaan, ia katakan ini adalah ujian dari Allah. Sayangnya tingkah mereka itu hanya saat dilanda kesulitan. Saat mendapat anugerah ia menganggap semua itu karena hasil jerih payahnya. Mereka menafikan yang memberi rezeki adalah Allah. Saat bisnisnya untung besar ia berasumsi bahwa itu hasil kerja kerasnya semata. Bahkan ketika sampai datang kepadanya kewajiban zakat ia lalai dan enggan mengeluarkannya.
Jadi ingat kisah seorang yang bernama Tsa'labah di masa Rasulullah Saw. Ia selalu terburu-buru pulang usai salat berjamaah. Padahal para sahabat yang lain menikmati kebersamaan dengan Rasulullah Saw. Mereka senang bisa berlama-lama di sisi Rasulullah Saw, mendengar apapun yang beliau sampaikan.
Suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada Tsa'labah,
"Mengapa kamu selalu terburu-buru pulang? Apakah engkau tidak suka bersamaku?"
"Ya Rasulullah, bukan aku begitu, tapi aku adalah orang yang sangat miskin. Aku hanya memiliki satu gamis untuk kupakai solat bergantian dengan istriku. Kumohon doakan agar aku kaya! Kelak aku bisa berlama-lama bersamamu."
"Bersabarlah!"
Esok harinya kembali ia minta agar Rasul mendoakannya agar ia kaya. Pun ditolak oleh Rasulullah. Beliau hanya menjawab,
"Bersabarlah!"
Pada kedatangan Tsa'labah yang ketiga, Rasulullah Saw berkenan mendoakannya. Beliau juga memberi modal sepasang domba untuk diternakkan. Domba cepat berkembang biak. Ekonomi Tsa'labah pun membaik. Ia menjadi orang yang tidak lagi terburu-buru pulang saat usai berjamaah sholat.
Sayangnya itu tidak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian Tsa'labah mulai absen dari berjamaah. Awalnya hanya satu waktu sholat. Lama kelamaan ia tidak pernah terlihat sholat berjamaah di masjid bersama Rasulullah Saw. Beliau bertanya kemana gerangan Tsa'labah. Seorang sahabat menjawab jika kini ia memiliki domba yang sangat banyak. Sepanjang lembah dan gunung terdapat domba miliknya.
Bersama itu turun wahyu tentang kewajiban berzakat. Nisab zakat domba adalah setiap 40 ekor domba wajib mengeluarkan seekor domba. Rasulullah Saw mengutus seorang utusan agar mengambil zakat dari Tsa'labah. Sayangnya Tsa'labah selalu mengelak untuk mengeluarkan zakat. Hingga utusan Rasulullah datang yang ketiga kalinya, ia masih keberatan mengeluarkan zakat.
Rasulullah pun murka.
"Celaka, Tsa'labah," sabda Rasulullah Saw. Beliau memberi ultimatum agar jangan ada yang menerima zakat dari Tsa'labah.
Beberapa waktu kemudian, Tsa'labah baru memikirkan kewajiban mengeluarkan zakat. Akan tetapi sudah terlambat. Tidak seorang pun bersedia menerima zakat darinya. Malang baginya, sebab itu adalah alamat kerugian akan menimpa dirinya. Tidak ada yang sulit bagi Allah. Dulu Tsa'labah miskin dijadikan kaya. Maka sekarang saatnya Allah mengambil kembali titipanNya. Hal itu menjadikan Tsa'labah miskin kembali sama seperti awal yang hanya memiliki satu buah gamis untuk dipakai berdua dengan sang istri.
Ada juga cerita di masa kini tentang seorang nenek merasa perutnya tidak nyaman. Setelah diperiksakan ternyata ada miom di rahim yang cukup besar. Dokter menyarankan agar dilakukan operasi mengangkat rahim. Meski ia sudah tua, tetap merasa takut menjalani operasi. Lalu ia menempuh jalur alternatif.
Anak-anaknya mendapat informasi tentang pengobatan herbal. Mereka mencoba melakukan hal itu. Tidak lupa selain dilakukan pengobatan herbal, mereka juga memohon doa. Cara ruqyah pun dilakukan.
Namun, akibat sistem kapitalis menjadikan pengobatan apapun terasa mahal. Apalagi bagi orang yang pada taraf ekonomi menengah ke bawah. Jadilah kemudian mereka menggadaikan sertifikat rumah demi bisa membiayai pengobatan. Qadarullah beliau sembuh setelah melakukan terapi beberapa bulan.
Sayangnya mereka tidak menyandarkan kesembuhan itu adalah anugerah Allah, tetapi yang diakui hanyalah upayanya berobat. Ia menganggap kesembuhan yang didapat semata hasil berobat.
Demikianlah pada umumnya manusia. Saat berada dalam ketakutan akan sebuah bahaya mereka mendekatkan diri pada Tuhan. Mereka berdoa dengan sepenuh hati agar dihindarkan dari malapetaka. Akan tetapi saat bahaya itu telah berlalu, mereka seakan tidak pernah butuh kepada Allah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 11 Agustus 2021