Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
سَآءَ مَثَلًا ٱ لْقَوْمُ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰ يٰتِنَا وَاَ نْفُسَهُمْ كَا نُوْا يَظْلِمُوْنَ
"Sangat buruk perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami; mereka menzalimi diri sendiri." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 177)
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa perumpamaan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, disamakan dengan hewan anjing. Mengapa anjing? Karena hewan anjing adalah hewan yang malas. Ia hanya makan, tidur, menyalak dan menuruti hawa nafsu. Cobalah perhatikan hewan anjing. Sehari-hari hanya bermalas-malasan, tidur sepanjang hari jika perutnya sudah terisi.
Jika belum ia akan menyalak dengan galak. Mirip bukan dengan orang yang lapar kedudukan? Mereka berbicara ke sana ke mari menjelekkan bahkan melontarkan fitnah kepada para ulama. Berharap mendapat kedudukan dan jabatan dari tuannya. Ia akan melakukan hal itu sampai tuanya puas dengan kinerjanya. Meski hal itu bikin muak orang lain. Jika sang tuan puas, ia akan mendapat apa yang diinginkan. Saat itu mungkin ia akan diam, sebab keinginannya sudah terpenuhi.
Anjing jenis hewan yang suka menjulurkan lidahnya. Ia menjulurkan lidah dan menyalak untuk mencari perhatian tuannya. Pun demikian dengan orang-orang yang tidak beriman. Mereka bicara ke mana-mana, membicarakan kebaikan versi dirinya, seakan hanya ia yang baik. Ia melakukan itu agar orang yang diajak bicara memperhatikan dan bersimpati.
Hewan anjing adalah jenis hewan yang malas, suka tidur kapanpun. Seperti itulah orang yang tidak beriman, mereka yang mendustakan agama Allah. Lebih banyak bicara tidak jelas dari pada berkerja. Kalau dalam masa sekarang waktu luangnya lebih banyak dipakai bermain game atau gadget dari pada berkarya. Meski demikian menuntut gaji penuh.
Anjing juga hewan yang suka menuruti hawa nafsu. Begitupun dengan orang tidak beriman. Mereka suka marah-marah tidak jelas, bahkan tidak segan menggunakan tangannya. Tidak hanya itu suka menuruti hawa nafsu di sini termasuk nafsu syahwat. Orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, tidak akan segan melakukan seks bebas. Kalaupun menikah hanya sebagai formalitas. Selebihnya ia tidak peduli dengan dosa ataupun norma masyarakat. Saat ia ingin, ia suka, ia lakukan. Tidak peduli apakah itu pasangan halal atau tidak. Nauzubillah.
Setiap perbuatan dosa adalah mendzalimi diri sendiri. Maka ketika Nabi Adam merasa berdosa kepada Allah, senantiasa membaca istighfar yang bunyinya,
ربنا ظلمنا أنفسنا وان لم تغفرلنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين
"Wahai Tuhan kami, kami telah dzalim pada diri kami. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan menyayangi kami maka sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi."
Apalagi mendustakan ayat-ayat Allah, ini sebuah kedzaliman yang besar. Semakin besar dosa maka semakin dzalim seseorang. Betapa tidak, dosa kecil saja jika dilakukan terus-menerus akan menumpuk menjadi banyak dan sebanding dengan dengan dosa besar. Sedangkan setiap dosa akan berakibat azab neraka dan kesengsaraan di dunia. Misalnya berbohong.
Seorang yang berbohong akan selalu gelisah sebab khawatir kebohongannya akan ketahuan. Karena itu ia tidak akan berhenti dengan satu kebohongan. Ia butuh kebohongan yang lebih besar untuk menutupi sebuah kebohongan kecil. Demikian terus, hingga ia harus menjadi pembohong.
Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan, hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong."
"Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur." (HR Abu Dawud).
Demikianlah. Ini baru contoh dosa yang sering dianggap remeh oleh kebanyakan manusia. Apalagi dosa besar semacam mendustakan ayat-ayat Allah. Bukan tidak mungkin orang yang demikian akan mendapatkan azab besar, baik di dunia maupun di akhirat.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 27 Juli 2021