Oleh: Widya Astuti
اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗوَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ - وَلِيُمَحِّصَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَمْحَقَ الْكٰفِرِيْنَ
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir” (QS. Ali Imran [3]: 140-141).
Ayat ini mengingatkan saya pada kisah kekalahan kaum muslimin di perang Uhud. Perang kedua yang saya ketahui setelah perang Badar. Kisah ini saya dapatkan ketika saya mengikuti perhalqohan bersama teman-teman seperjuangan. Bagi saya mendapatkan sebuah cerita atau kisah tentang suatu peristiwa yang pernah terjadi itu suatu hal yang menarik. Apalagi kisah bagaimana perjuangan Rosululullah dan para sahabat beliau dalam berdakwah. MasyaAllah luar biasa sekali.
Jujur, dulu sebelum saya memutuskan untuk hijrah, saya kurang tertarik dengan pelajaran sejarah atau yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Saya keseringan tidur ataupun mengerjakan suatu yang lain daripada mendengar kisah, apalagi kalau disuruh membacanya, saya betul-betul tidak minat. Tapi sejak saya hijrah, saya berusaha memaksakan diri saya untuk tertarik belajar sejarah, walaupun mungkin ya butuh proses yang lama.
Berbicara tentang perang Uhud yaitu perang yang terjadi pada 7 Syawal tahun ke- 3 Hijriyah. Disebut perang Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang yang mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil. Perang ini merupakan upaya balas dendam kaum Quraisy atas kekalahannya di Perang Badar setahun sebelumnya.
Perang Uhud ini ialah perang yang langsung dipimpin oleh baginda Rosulullah Saw. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa jumlah pasukan Islam saat itu hanya berjumlah 700 orang. Dan mereka harus berhadapan dengan pasukan Quraisy berjumlah 3000 orang. Jika dibandingkan, pada perang Badar bisa dikatakan jumlah pasukan kaum muslimin meningkat. Jumlah pasukan kaum muslimin pada saat itu lebih kurang 375 pasukan. Dan pasukan Quraisy berjumlah lebih kurang 700 hingga 1000 orang pasukan. Namun, kondisi pasukan yang sedikit dibanding pasukan Quraisy tidak membuat pasukan kaum muslim gentar. Semangat mereka begitu bergelora apalagi udara pada saat itu memanas, membuat peperangan menjadi lebih dasyat. Ditambah dengan teriakan takbir ditengah-tengah pasukan kaum muslimin membuat gentar pasukan musuh. Pada akhirnya, pasukan musuh lari tunggang langgang, sebagian ada yang terbunuh dan sebagian lagi ada yang tertawan. Hal itu menjadi kemenangan bagi kaum muslimin.
Kekalahan pasukan Quraisy pada perang badar, membuat mereka tidak tenang dan mereka menyiapkan kekuatan untuk melakukan upaya balas dendam kepada pasukan kaum muslimin serta merebut kembali hari kemenangan sebagai tebusan kekalahan dalam perang Badar. Terjadilah perang Uhud.
Pada saat itu Rasulullah Saw menyusun strategi agar para pemanah dibawah komando Abdullah bin Jubair bin An-Nu’man Al-Anshari Al-Ausi berada di posisi atas bukit untuk melindungi pasukan Islam yang berjuang di bawah dengan cara menghujani panah kepada tentara Quraisy. Sesaat sebelum mulai berperang, Rasulullah ﷺ berpesan dengan tegas kepada para pasukan pemanah, “Jika kalian melihat kami disambar burung sekalipun (kalah), maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini hingga aku mengirim utusan untuk memberi tahu. Dan jika kalian melihat kami mengalahkan musuh dan membuat mereka lari, maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian hingga aku mengirim utusan” (HR. Bukhari no. 3039).
Peperangan dimulai, Rosulullah dan seluruh pasukam terjun ke medan peperangan dengan gagah berani dan semangat yang menggebu-gebu. Awalnya pasukan kaum muslim mendapatkan kemenangan, yang membuat musuh kewalahan terutama dengan adanya pasukan pemanah yang berada di posisi strategis. Pasukan musuh perlahan beranjak mundur meninggalkan medan peperangan, dan juga meninggalkan harta rampasan perang.
Melihat banyak harta rampasan perang yang ditinggalkan musuh, pasukan pemanah yang posisi mereka di atas bukit Uhud, segera turun untuk mengumpulkan harta tersebut. Mereka lupa akan pesan Rosulullah Saw bahwa apapun yang terjadi mereka tidak boleh turun bukit sebelum ada perintah dari Rosulullah. Dalam satu riwayat dikatakan bahwa saat itu, pasukan pemanah yang menuruni bukit berjumlah 40 orang. Sementara yang menuruti perkataan Rasulullah Saw hanya tinggal Abdullah bin Jubair dan 9 orang lainnya.
Ketika para pemanah turun dan mengambil harta rampasan perang, Khalid bin Walid, yang merupakan salah satu pemimpin kaum Quraisy pada saat itu, melihat peluang serangan balik. Khalid dan ratusan pasukan kavelerinya memutar kembali ke medan perang dan menyerbu pasukan muslim yang tidak sedang dalam formasi bertahan. Pasukan muslim pun terkejut bukan main, karena dalam keadaan lengah, mereka habis didesak oleh pasukan Quraisy. Dalam Al-Qur’an dikisahkan:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللّٰهُ وَعْدَهٗٓ اِذْ تَحُسُّوْنَهُمْ بِاِذْنِهٖ ۚ حَتّٰىٓ اِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِى الْاَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَآ اَرٰىكُمْ مَّا تُحِبُّوْنَ ۗ مِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الْاٰخِرَةَ
“Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat” (QS. Ali-Imran [3]: 152).
Allah menggambarkan sebagian pasukan muslim saat itu tergiur dengan dunia (harta rampasan perang) hingga membalikkan kemenangan menjadi kekalahan. Akibatnya, banyak kaum muslim yang gugur sebagai syuhada. Rasulullah Saw sendiri terluka dibagian wajah, gigi depan bagian bawahnya patah, dan topi bajanya melukai kepala beliau.
Salah satu hal yang membuat Rasulullah Saw sangat berduka adalah ketika melihat jasad pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib dalam kondisi yang mengenaskan. Jenazahnya sudah hampir tak berbentuk karena bagian dadanya terbelah. Bagian tubuh hati Hamzah dimakan dan dikunyah mentah-mentah oleh Hindun binti Utbah yang sudah lama menaruh dendam padanya.
Kekalahan kaum muslim pada perang Uhud merupakan salah satu pelajaran dan ujian bagi kaum muslim dari Allah. Allah berfirman:
اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗوَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ - وَلِيُمَحِّصَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَمْحَقَ الْكٰفِرِيْنَ
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir” (QS. Ali Imran [3]: 140-141).
Nah sahabat, kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa perang Uhud ini. Pelajaran yang bisa diambil dari kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud adalah hendaknya seorang muslim menaati perintah pemimpin (Rosulullah Saw) dan jangan sampai tergiur dengan harta rampasan perang (dunia) dengan mengorbankan kepentingan akhiratnya (ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya).
Kemudian pelajaran lain yang bisa diambil adalah bahwa kekalahan yang Allah berikan mungkin agar kaum muslimin bisa mengambil pelajaran, tidak boleh merasa tinggi hati, atau berpuas diri. Mereka harus tetap berusaha keras, disiplin dan patuh kepada Allah dan RosulNya. Kaum muslimin harus memahami bahwa kemenangan atau rasa sakit karena kekalahan hanyalah bunga kehidupan yang semu. Sebab, bahagia atau sakitnya tiada dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Maka, sudah seharusnya kebahagiaan akhirat menjadi prioritas kaum muslim.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Karawang, 18 Agustus 2021