Oleh: Titin Hanggasari
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ
وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ
النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ
إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ
وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan demi hari yang dijanjikan. Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasalah orang-orang yang membuat parit yaitu para pembesar Najran yang berapi (yang mempunyai kayu bakar), ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji. Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu (Q.S. al-Buruj: 1-9)
Dikisahkan oleh Fakhruddin ar-Razi, bahwa turunnya surat al-Buruj ini adalah menghibur hati Nabi SAW dan para sahabatnya dari tindakan menyakitkan yang dilakukan kaum kafir. Seperti contoh cerita Ashhab al-Ukhdud, fir’un dan tsamud.
Terdapat keutamaan dalam surat al-buruj ini, Rasulullah SAW sering membacanya pada salat zuhur dan Isya.
Kisah Ashhab al-Ukhdud, Kisah luar biasa yang dikisahkan Shuhaib dalam hadist yang sangat panjang dari HR. Muslim dan Ahmad. Dapat dibaca di buku tafsir al-Wa’ie Juz ‘Amma karangan ust. Rokhmat S. Labib hal.3-9.
Tafsir ayat
Allah berfirman:
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
Demi langit yang mempunyai gugusan Bintang
Ayat ini manandakan sumpah ditandai dengan huruf wawu al- qasam. Langit yang berkedudukan dijadikan sumpah dengan gugusan bintang, yang memiliki sifat as-sama (langit). Sedangkan kata buruj pada awalnya bermakna perkara yang tampak, namun secara hakiki maknanya menunjuk pada bangunan yang tinggi (bangunan langit)
Menurut Ibnu Jarir Ath Thabani mana yang tepat adalah demi langit yang mempunyai tempat-tempat orbit matahari dan bulan. Dengan alasan Buruj merupakan bentuk jamak dari burj yakni tempat orbit, yang berada di tempat yang sangat tinggi dari bumi.
Kemudian Allah berfirman:
وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ
Dan hari yang dijanjikan
Huruf wawu ini berbeda dengan yang tadi kedudukannya ialah sebagai al-‘athf kata sambung.
Menurut para mufassir yang dimaksud dengan hari yang dijanjikan ialah hari kiamat.
Pada ayat ke-3:
وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ
Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan
Huruf wawu disini merupakan al-muqsam bih(sumpah) yang ketiga. Syahid dan Masyhud pada hari kiamat menurut az-Zamakhsyari, adalah semua makhluk yang hadir pada hari itu; dan al-masyhud adalah berbagai perkara yang menakjubkan pada hari itu.
As-Syaukani juga berpendapat tidak ada kehadiran yang lebih besar daripada kehadiran hari kiamat. Pada hari itu Allah mengumpulkan seluruh makhluk, mulai dari yang pertama diciptakan hingga terakhir. Dari para malaikat, nabi, jin, dan manusia.
Untuk apa dikumpulkan? Untuk dihisab (Q.S. Yasin:53) yaitu pada hari, ketika lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. An Nur: 24)
Maha Benar Allah dengan sumpahnya sahid dan masyhud. Menurut pendapat as-Sa’di itu yang memiliki sifat yang menyaksikan dan disaksikan, yang hadir dan dihadiri, dan yang melihat dan dilihat. Apa yang terjadi pada pengadilan agung akhirat. Bentuk Nakirah pada syahid dan Masyhud menunjukkan membesarkan perkara dan mengagungkan urusannya.
Lalu Allah berfirman:
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit.
Ayat ini merupakan jawab al-qasam kata sumpah yang disebutkan sebelumnya. Demikian dikatakan al-Farra’, al-Qurthubi, asy-Syaukani, al-Khazin, dll. Dijelaskan juga oleh Ibnu Asyur, makna laknat tersebut juga menunjukkan adanya ancaman yang sangat keras. Sebab terdapat murka dan laknat karena siksa atas perbuatan yang dilaknat. Yaitu orang-orang yang membuat parit, orang yang melemparkan kaum Mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam parit.