Oleh: Miliani Ahmad
Idealnya rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang mampu menumbuhkan cinta di dalamnya. Cinta yang tumbuh akan mendatangkan kasih sayang dan ketenangan. Tanpa cinta bisa dikatakan rumah tangga seakan gersang, penuh gejolak bahkan mengundang riak-riak perpisahan.
Tidak sedikit kita mendapati dalam keseharian ada pasangan yang awal mereka menikah katanya bermodal cinta. Dengan modal tersebut mereka nekat mengarungi bahtera tanpa navigasi yang jelas untuk memandu arah layar mereka. Sebulan, dua bulan atau bahkan setahun cinta masih bisa bertahan. Namun seiring waktu, takaran cinta berkurang pula.
Banyak faktor mengapa cinta bisa berubah. Pada awalnya cinta terlihat begitu sempurna. Lalu muncul masalah di muka. Seperti suami terlalu sibuk dengan dunia kerja serta gadgetnya sehingga si istri kurang diperhatikan.
Bisa pula godaan muka licin, dengkul mulus milik wanita di luar rumah lebih menarik ketimbang dia yang ada di rumah. Semua serba mungkin. Karena faktanya banyak yang terjadi demikian.
Di sisi lain, istri juga bisa menjadi faktor penyebabnya. Terlalu sibuk dengan urusan rumah dan bocah, terkadang menimbulkan rasa sunyi bagi suami. Suami kadang merasa sendiri saat dia ingin berbagi. Kadang pula merasa dikesampingkan saat istri dibutuhkan.
Sebenarnya masih banyak faktor lain yang bisa memupus cinta. Apalagi jika menikah tanpa cinta semisal karena perjodohan, terpaksa atau pula menikah karena niatan lainnya.
Jika hal demikian sudah kadung terjadi maka ada baiknya setiap pasangan segera bermuhasabah.
Pertama, cinta tertinggi manusia adalah cinta kepada Allah swt.. Sebagai muslim wajib menempatkannya pada posisi utama bukan posisi kedua atau pula posisi sampingan. Salah satu wujud mencintaNya adalah bersungguh-sungguh mencintai apa yang Dia cintai. Yakni menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Termasuk perintahNya dalam urusan rumah tangga.
Seorang suami mesti berlemah lembut dan mengayomi. Istripun mesti melayani dengan sepenuh hati. Jika hal ini berjalan dengan landasan iman, maka cinta akan tetap bertahan dan tumbuh seiring waktu.
Kedua, setiap manusia pasti punya kelemahan. Begitu pula suami atau istri. Kelemahan-kelemahan yang muncul jika disikapi dengan salah maka akan memungkinkan timbulnya keretakan rumah tangga.
Untuk itu, sikap rida tentu perlu diutamakan. Jika sudah muncul rida, lanjutkan dengan membantu pasangan untuk membenahi kelemahannya. Bukan dengan cara membentak atau menghardik. Terutama bagi si tulang rusuk yang bengkok. Luruskan dengan perlahan. Berupayalah meluruskannya dengan sebaik-baiknya agar ia tidak mudah patah.
Ketiga, mengerti hak dan kewajiban masing-masing. Pada mulanya, setiap pasangan mungkin belum terbiasa. Disinilah pentingnya mereka untuk belajar secara kontinyu dalam mengenal syariat. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Jika suami lebih banyak memiliki pengetahuan dalam hal ini maka sudah menjadi tugasnya untuk membimbing pasangannya. Namun jika keduanya tidak memahami maka thalabul ilmi bisa dilakukan bersama.
Keempat, jika sudah mulai muncul konflik maka jangan salah mengambil langkah. Banyak rumah tangga yang berkonflik berujung dengan perpisahan. Salah satu faktornya muncul pihak ketiga.
Jika punya masalah dan membutuhkan teman untuk mencari solusi maka carilah teman yang bisa dipercaya. Bukan memperkeruh masalah. Jangan pula menceritakan masalah kepada lawan jenis yang berpotensi menimbulkan kedekatan emosi. Sudah banyak kisah, saat suami atau istri curhat kepada pihak ketiga yang berlawanan jenis berakhir dengan perselingkuhan. Na'udzubillahi min dzalik.
Kelima, berhati-hatilah dengan rumput tetangga. Jika sudah mulai muncul keinginan untuk melirik, mendekati atau bahkan ingin menceburkan diri dalam hubungan terlarang maka beristighfarlah. Tundukkan pandangan, dan segera menjauh dari lingkaran dosa tersebut.
Sesungguhnya, rumput tetangga tidak selalu hijau. Rumput tersebut tetaplah makhluk. Terkadang nampak hijau di atas namun berpenyakit pada akar.
Terakhir, menikah adalah wasilah ibadah. Jadikan ia wasilah terbaik untuk mendapatkan cintaNya. Sebab hidup di dunia tidak lama. Jika selalu bermain-main dengan pernikahan bukan tidak mungkin berakhir dengan kebinasaan.
Demikianlah, tiang yang rapuh perlu untuk ditegakkan. Atap yang bocor perlu untuk ditambal. Dinding yang retak perlu untuk direkatkan. Begitupula rumah tangga. Jika sudah mulai mengalami kegoyahan maka semuanya mesti segera berbenah. Bukankah cinta bisa ditumbuhkan? Hal tersebut sangat bergantung pada perspektif kita dalam membangun rumah tangga.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Palembang, 24 Agustus 2021