Oleh: Mutiara Aini
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam, semuanya berasal dari Allah SWT. Kekayaan negeri yang ada di permukaan hingga perut bumi semata karena kasih sayang Allah SWT.
Namun pandangan ini sangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme yang menganggap harta adalah milik manusia itu sendiri, karena manusia yang mengusahakannya sendiri. Untuk itu, menurut paham ini, manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya, tanpa perlu melihat halal haramnya.
Sementara para pemimpin negeri inipun tidak berkutik karena di kunci mati denga sistem demokrasi. Sistem yang di rancang oleh para kompeni untuk kepentingan mereka. Bukan kepentingan Rakyat, tanpa perlu melihat halal haramnya.
Jika semua sumberdaya di alam semesta ini sebagai milik Allah, maka konsekuensinya adalah setiap individu mempunyai akses yang sama terhadap milik Allah, sebab alam ini ditundukkan untuk kemaslahatan seluruh manusia.
Sedangkan menurut ekonomi konvensional, usaha mendapatkan kekayaan, pemanfaatannya dan penyalurannya, tunduk pada keinginan manusia itu sendiri, tidak tunduk pada ketentuan syari’at dan qaidah-qaidah yang ditetapkan Allah.
Pandangan Islam mengenai harta (sumberdaya) inipun berbeda dengan sosialisme yang tidak mengakui pemilikan individu. Semua adalah milik negara. Individu hanya diberikan sebatas yang diperlukan dan bekerja sebatas yang dia bisa.
Berbeda pula dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam, pemilikan hakiki hanya pada Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَ رْضِ ۗ وَاِ نَّ اللّٰهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
"Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Allah benar-benar Maha Kaya, Maha Terpuji." (QS. Al-Hajj 22: Ayat 64)
Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan harta dibagi menjadi 3 jenis, yakni yakni pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara.
- Pemilikan individu diperoleh dari bekerja, warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar barang temuan dan jual beli. Islam melarang memperoleh harta melalui cara yang tidak diridhoi Allah dan merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa pelacuran, perdagangan gelap, produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba, judi, money game, korupsi dan sebagainya.
- pemilikan umum adalah barang-barang yang mutlak dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan juga yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil hutan), minyak, tambang emas dan perak, barang yang tidak mungkin dimilik individu, seperti sungai dan lain-lain. Pengelolaan milik umum hanya dimungkinkan dilakukan oleh negara untuk seluruh rakyat, dengan cara diberikan cuma-cuma atau harga relatif murah dan terjangkau.
- kepemilikan negara merupakan kepemilikan umum yang telah dikelola oleh negara melalui lembaga atau suatu badan usaha. Seperti Air, api, rumput, gas, minyak, yang awalnya merupakan hak milik umum, namun, apabila dikelola negara, maka statusnya menjadi hak milik negara. Tetapi pemanfatannya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara menyeluruh, bukan hanya untuk segelintir para pejabat yang menguasai perusahaan BUMN/BUMD tersebut.
Sejatinya semua yang ada di dunia ini hanya milik Allah SWT secara mutlak (absolut), sedangkan manusia sebagai pemegang hak milik relatif, artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, pemegang amanat yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut bertentangan dengan tauhid, karena pemilikan sebenarnya hanya ada pada Allah semata.
Maka sebelum terlambat kita bersegera mengembalikan semua pada Allah. Caranya dengan menggunakan hukum Allah dalam kehidupan sehari hari, baik dalam hidup bermasyarakat, dan bernegara harus menggunakan aturan Allah. memilih pemimpin, anggota DPR, membuat UU, mengatur rakyat, semua harus memakai aturan Allah. Begitu juga dalam mengatur masalah ekonomi, Politik, Pendidikan, Sosial, budaya dan seterusnya semua harus memakai aturan Allah.
Kesimpulannya, semua harus di kembalikan kapada Allah dengan menggunakan aturan Allah, yakni Syariah Islam.
Begitupun dalam menjalani kehidupan, akan ada saatnya kita berbahagia, pun akan ada saatnya kita bersedih. Pada detik ini, kita bisa saja merasa amat bahagia dengan apa yang kita miliki. Namun apakah dapat dijamin satu jam kemudian rasa bahagia itu masih terpatri di hati? Tidak, sebab kehidupan ini ibarat roda, kadang di atas, kadang juga di bawah. Boleh jadi apa yang kita miliki sebelumnya, sejam kemudian tidak lagi dalam genggaman (Raib).
Palembang 21 Agustus 2021