Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
كَمَثَلِ الشَّيْطٰنِ اِذْ قَا لَ لِلْاِ نْسَا نِ اكْفُرْ ۚ فَلَمَّا كَفَرَ قَا لَ اِنِّيْ بَرِيْٓءٌ مِّنْكَ اِنِّيْۤ اَخَا فُ اللّٰهَ رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ
(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam." (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 16)
Beberapa tahun lalu takmir masjid di perumahan tempat tinggal kami diadakan lomba membaca sholawat dalam rangka memperingati hari raya Iedul Adha. Peserta boleh ibu-ibu atau bapak-bapak dalam suatu kelompok sebagai utusan RT masing-masing. Aku dan ibu-ibu di RTku tidak ketinggalan. Kami berlatih setiap malam hingga hari yang ditentukan tiba.
Ternyata lomba diadakan di dalam masjid. Sementara sebagian ibu-ibu sedang udzur, sebab itu mereka haram masuk masjid. Mereka bingung bagaimana ini? Mau mengundurkan diri, tidak enak dengan anggota kelompok yang lain. Sementara jika tetap ikut akan berdosa. Akhirnya aku menyampaikan kepada panitia pelaksana, jika dalam kelompok kami ada yang tidak boleh masuk masjid. Jawaban yang kami dapat sangat mengejutkan.
"Gak apa-apa, Bu. Ketua takmir yang akan menanggung dosanya."
Hadeh aku benar-benar marah mendengarnya. Sebab aku teringat akan ayat bahwa setan akan menjerumuskan manusia. Sedangkan kelak saat berada di hadapan Allah di hari pembalasan mereka mengelak bahwa harus bertanggung jawab akan dosa yang diperbuat oleh manusia.
Saat itu semua orang akan cari keselamatan dirinya sendiri. Bahkan seorang ayah tidak akan bisa menolong anaknya sendiri. Seorang suami tidak akan bisa menolong istrinya. Bahkan pasangan suami istri yang saat di dunia hidup bersama, di hadapan Allah bisa saling menyalahkan dan saling menuntut. Hal itu disebabkan karena dahsyatnya hari itu.
Kalau aku tak melihat kekecewaan yang ada di mata para ibu itu, aku akan pulang dan tidak peduli dengan lomba tersebut. Akan tetapi, aku melihat betapa besar harapan para ibu untuk bisa ikut lomba. Lomba yang sudah disiapkan jauh-jauh hari dengan penuh semangat. Baiklah aku tunggu sampai saatnya dipanggil oleh panitia untuk tampil.
"Maaf bapak-bapak, jika boleh kami akan tampil dari sini, di teras masjid saja. Sebab sebagian dari kami sedang udzur."
"Sebenarnya boleh kok masuk masjid asal tidak ada darah yang menetes di masjid," jawab ketua takmir.
"Maaf, Pak! Tapi kami mengambil pendapat ulama yang mengatakan wanita haid haram masuk masjid. Jika kami tidak diperkenankan tampil di teras masjid, kami akan pulang, tidak jadi ikut lomba," ucapku dengan nada rendah dan hati-hati.
Peserta cuma ada enam kelompok, karena perumahan kami hanya terdiri dari enam RT dan masing-masing hanya mengirimkan satu kelompok sebagai utusan. Jika ada yang mengundurkan diri lomba ini akan berkurang keseruannya.
"Baiklah, silakan saja tampil di teras!" Akhirnya ketua takmir mengambil keputusan.
Alhamdulillah. Ya, meski akhirnya kami tidak menang, setidaknya kami tidak melanggar syariat Allah. Lalu apa yang diharapkan dari membaca sholawat jika melakukannya dengan berbuat keharaman yang berbuah dosa? Benar-benar tidak bisa aku mengerti.
Herannya hanya kelompok kami yang tidak mau masuk ke dalam masjid. Seluruh kelompok yang lain dengan tanpa beban, tanpa merasa melakukan dosa, mereka semua tampil di dalam masjid. Ya semoga diantara mereka tak ada yang sedang haid. Sebab jika ada akan berat tanggungannya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 16 Juli 2021