Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
نٓ ۚ وَا لْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ
"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan," (QS. Al-Qalam 68: Ayat 1)
Masya Allah, subhanallah. Allah bersumpah dengan pena dan tulisan. Bukankah dengan ini lebih dari cukup bagi manusia agar menyadari betapa pentingnya menulis? Ups. Sungguh ini adalah tamparan bagiku sendiri. Ah, ke mana aku selama ini?
Jujur saja sejak remaja sudah pernah mendengar anjuran untuk belajar menulis. Menulis di diary atau surat kepada seseorang, apakah ia teman atau saudara. Atau bahkan sekedar menulis kegiatan sehari-hari, sebagai ajang belajar menulis.
Hampir dua tahun terakhir mengikuti sebuah grup WA seligus kelas menulis dengan nama Komunitas Aktif Menulis. Para anggota komunitas ini rata-rata penulis aktif. Baik tulisan fiksi maupun non fiksi. Tapi sungguh entah setan mana yang menahanku agar menikmati zona nyaman, hingga hanya menjadi pembaca saja. Itupun tak istikomah.
Barulah tiga bulan terakhir, dengan mengikuti challenge di grup Sahabat Surga Cinta Al-Qur'an bisa dengan memaksakan diri menulis sebagai komitmen mengikuti challenge. Astaghfirullah. Padahal Allah telah memberi kesempatan aku bernafas di dunia ini selama lima puluh tahun. Ampuni hamba, Ya Rabb.
Ayat ini pun entah berapa kali kubaca. Sudah tak terhitung lagi. Baca terjemahnya pun sudah berulang kali. Setidaknya ini kali ketiga mengikuti challenge. Berarti minimal sudah tiga kali membaca terjemahnya. Namun baru kali ini mendapat insight bahwa salah satu perintah-Nya adalah menulis. Masya Allah. Alhamdulillah.
Baru kali ini mendengar tentang kewajiban menulis? Jujur saja tidak. Beberapa pemateri kepenulisan sudah menyampaikan tentang betapa pentingnya menulis. Akan tetapi dalil yang mereka pakai justru surat Al Alaq ayat 1. Iqra' = Bacalah.
Secara kognitif tidak akan ada yang dibaca jika tidak ada tulisan. Andai Al Qur'an tidak dibukukan, maka apakah kita bisa menemukannya pada saat ini? Jika hadits tidak ditulis, apakah akan sampai kepada kita? Jika para imam Mazhab tidak menulis, akankah kita bisa menemukan karya mereka?
Ya. Semua itu tidak salah. Akan tetapi saat ini aku menemukan bahwa perintah menulis itu tak hanya sebab adanya perintah membaca. Sebab iqra': bacalah, bisa jadi tak hanya tulisan yang bisa dibaca. Segala peristiwa bisa dibaca. Peredaran matahari, bumi dan bulan pun bisa dibaca. Langit dan bintang gemintang juga bisa dibaca. Buktinya para pelaut di masa lalu membaca arah dengan membaca bintang gemintang di langit.
Tumbuhnya tanaman yang ada di sekeliling kita pun bisa dibaca. Tak ketinggalan cuaca, angin, awan, mendung dan kabut bisa dibaca. Bahkan pengalaman hidup penting untuk dibaca dan dijadikan pelajaran. Jadi perintah membaca tak terbatas hanya pada membaca tulisan yang tersurat. Tapi segala sesuatu yang tersirat di alam juga bisa dibaca. Banyak ayat Al Qur'an yang menyiratkan pentingnya mengambil pelajaran dari tanda-tanda ciptaan Allah. Subhanallah.
Lebih dari itu ternyata ada Kalam Ilahi yang jelas menyatakan tentang tulisan. Ya. Ayat ini surat Al Qalam ayat 1. Bahkan nama surat ini sendiri Al Qalam yang berarti pena. Bukankah pena itu alat untuk menulis sejak jaman dahulu? Ya Allah, ampunilah hamba dari segala kezaliman yang telah lalu. Tunjukkan kami jalan yang lurus. Jalan yang Engkau ridloi. Beri hamba kemampuan dalam menjalankan semua kewajiban taklif-Mu, Ya Rabb.
Mungkin akan kumulai dari mengerjakan tugas menulis yang telah menumpuk dari kelas literasi. Ada menulis opini ataupun surat pembaca, yang belum kusentuh sama sekali. Padahal sudah hampir sepekan. Ada menulis resensi, juga belum kusentuh.
ربنا ظلمنا أنفسنا و ان لم تغفرلنا و ترحمنا لنكوننا من الخاسرين
Ya Rabb, hamba telah menzalimi diri sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak menyayangi kami maka sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi. Ampuni kami, maafkan kam, Ya Rabb.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 12 September 2021