Oleh: Muslihah Saiful
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَيْلٌ لِّـكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
ٱلَّذِيْ جَمَعَ مَا لًا وَّعَدَّدَهٗ
يَحْسَبُ اَنَّ مَا لَهٗۤ اَخْلَدَهٗ
"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,"
"yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,"
"dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
(QS. Al-Humazah 104: Ayat 1-3)
Manusia jika tidak dibekali dengan iman, maka ia hanya akan berhitung secara logikanya sendiri. Terhadap harta yang dimiliki menjadi pelit. Kalaupun ia mau berderma maka bisa dipastikan ada pamrih di belakang.
Telah dicontohkan dalam Al Qur'an dengan kisah Qarun yang sombong dengan kekayaan yang dimiliki. Ia menganggap bahwa kekayaan adalah hasil jerih payahnya sendiri, menafikan Allah Sang Pemberi rezeki. Ia melupakan bahwa semua yang ada di bumi dan di langit adalah milik Allah, termasuk diri dan kekayaannya.
Demikian pun manusia di masa kini. Mereka yang tidak beriman mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, meski jalan yang ditempuh bukan jalan yang halal. Mereka mungkin memang tidak mengenal halal atau haram, asalkan ada di depan mata diembatnya.
Lihatlah mereka yang mengeruk kekayaan alam dengan menambang sumber daya alam. Baik yang berupa emas, atau yang lainnya, tanpa mengembalikan kepada rakyat. Sungguh pada hakikatnya sumber daya alam adalah milik bersama, milik rakyat secara umum. Maka jika ada perusahaan baik swasta maupun pemerintah, jika mengeruk sumber daya alam tanpa mengembalikan hasilnya kepada rakyat, itu merupakan kezaliman besar.
Sungguh Rasulullah Saw telah mewasiatkan bahwa manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api dan padang gembalaan. Maka para ulama menafsirkan sumberdaya alam adalah energi bumi termasuk dari hadits tersebut. Sebab itu siapapun tidak halal mengeksplorasi sumber daya alam, jika hasilnya tidak dikembalikan untuk kemaslahatan umum.
Selain itu, mereka semua yang mengumpulkan harta dengan jalan yang tidak halal, semacam mencuri, merampok, merampas atau korupsi, menerima suap ataupun manipulasi. Semua orang yang mendapatkan harta dengan cara yang tidak halal akan termasuk orang-orang yang tergolong dalam ayat di atas.
Ada beberapa orang yang mungkin karena kebodohannya, hingga tidak tahu jika ada beberapa bentuk muamalah yang haram. Hal ini jika menghasilkan harta menjadi harta yang haram pula. Contoh, praktek judi, riba, menjual kehormatan, baik kehormatan diri sendiri atau orang lain. Bahkan ada suami yang tega menjual istrinya demi sedikit materi. Astaghfirullah.
Tidak terkecuali mereka yang enggan mengeluarkan zakat. Baik zakat fitrah maupun zakat mal. Ingatlah Qarun dimasukkan ke dalam bumi dengan digulung likuifaksi, semua itu berawal karena enggannya menunaikan perintah zakat. Begitu pula Tsa'labah seseorang yang hidup di masa Rasulullah Saw.
Ia yang awalnya miskin, berkah doa Rasulullah ia menjadi kaya. Tapi saat kekayaan membersamainya ia malah keberatan mengeluarkan sebagian hartanya. Maka Allah mengembalikannya menjadi miskin seperti semula.
Harta-harta yang diperoleh dengan cara yang tidak syar'i hanya akan mencelakakan mereka di akhirat kelak. Pada ayat berikutnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
كَلَّا لَيُنْۢبَذَنَّ فِى الْحُطَمَةِ
"Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (Neraka) Hutamah." (QS. Al-Humazah 104: Ayat 4)
Masya Allah. Nauzubillah. Semoga Allah menjauhkan kita dari harta yang tidak halal, tidak barokah. Semoga Allah mengkaruniai kita dengan harta yang bersih, halal dan barokah. Harta yang menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya. Bukan harta yang menjadi sebab jauh dari rahmat-Nya. Aamiin.
Oleh sebab itu penting bagi setiap muslim untuk mengerti syariah Islam. Sebab setiap perilaku di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bahkan setiap harta yang dimiliki akan dimintai dua jawaban, dari mana ia mendapatkan dan ke mana ia membelanjakan. Selain cara memperoleh harta yang harus halal, juga membelanjakannya pun harus sesuai syariat.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Mojokerto, 13 September 2021