Oleh: Surya Ummu Fahri
Pernahkah kita mengikuti sebuah lomba? Atau pernah melihat lomba? Kalau lomba itu pasti ada ketentuannya bukan? Nah, ketentuan ini lah yang mesti dimiliki dalam sebuah lomba. Lha, terus bagaimana dengan lomba tanpa finish? Adakah? Ada. Lomba apa yang tidak ada finishnya? Yaitu berlomba-lomba dalam mencari dunia.
Pada dasarnya setiap manusia memang ada kecenderungan untuk menyukai dan mencintai hal-hal yang bisa menyenangkan hatinya. Termasuk di dalamnya kesenangan dunia. Dunia ini tidak hanya berupa harta. Bisa berupa anak, jabatan, kecantikan, perhiasan, kepopuleran dan semua hal yang bersifat duniawi.
Tampak jelas dalam kehidupan kita di berbagai daerah. Dari desa hingga kota. Dari pusat peradaban hingga pelosok sekalipun. Bahkan dari zaman nabi Adam hingga saat ini. Manusia saling berlomba-lomba mengumpulkan kesenangan di dunia. Apakah mereka tahu hakikat dunia?
Hakikatnya hidup kita di dunia ini adalah darul amal. Tempat kita beramal untuk mencari bekal menuju akhirat. Dan segala yang berkaitan dengan kesenangan di dunia ini pula yang disebut dunia. Dalam berbagai hadits maupun kata hikmah menyebutkan. Bahwa "Cinta dunia adalah sumber/puncak dari segala kemaksiatan dan malapetaka." Karena dunia Ibu lupa anaknya, lupa saudara, lupa teman. Bahkan segala malapetaka bermuara karena cinta dunia.
Letakkan dunia dalam genggaman tangan, jangan ditaruh di hati. Karena banyak sedikitnya dunia yang halal pasti di hisab dan yang haram akan menjadi azab. Kita butuh dunia untuk menjalani hidup kita, tapi jangan mencintainya apalagi berlebihan.
Sebagaimana yang dikisahkan dalam Surat At Takatsur ayat pertama yang berbunyi:
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ
Artinya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. (QS At Takatsur 1)
Karena mencari dan mengejar dunia kita menjadi lalai. Semakin dicari, semakin dikejar maka ia semakin berlari. Semakin menjauhkan kita dari mengingat Allah dan akhirat. Semakin membuat kita lalai dalam menjalani tujuan hidup kita.
Meskipun nabi sudah mengatakan perihal dunia ini, sedikit lebih baik daripada banyak namun mencelakakan mu. Nyatanya sahabat nabi saja masih ngeyel dan tetap bersikeras ingin menjadi kaya. Akibatnya ia binasa dalam kekayaannya yang menjadi sumber malapetaka di dunia dan akhiratnya. Itupun tidak menjadi sebuah pelajaran bagi umat saat ini.
Begitu banyak manusia hari ini saling berlomba-lomba dalam meningkatkan ekonomi. Apalagi dalam suasana pandemi. Makin banyak orang tak peduli. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Gedung bertingkat makin menjulang dan berjajar-jajar. Tapi rakyat banyak yang mati karena lapar. Atau takut ke rumah sakit karena takut wabah menular. Akhirnya pandemi tak kunjung berakhir. Karena ulah pemuja dunia yang berkelakar.
Memang dunia adalah ujian yang berat bagi manusia. Dimudahkan bukan berarti mulia, disempitkan bukan berarti hina. Karena sejatinya setiap apa yang ada pada diri kita akan di minta hisabnya. Maka sederhana dalam bersikap dalam mencari. Tidak perlu terlalu sedih kehilangan saat musibah datang bertandang. Tidak perlu kuat menggenggam saat ada yang tampak memerlukan. Bisa jadi rezeki kita adalah rezeki yang Allah lewatkan dari tangan kita yang akan membawa kita menuju keridaan Allah.
Tetap semangat mengais rezeki dengan cara yang dihalalkan Allah. Tetap sabar dalam menghadapi segala ujian. Tetap Istiqomah dalam kebaikan. Yakin Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang taat dalam kesusahan lebih lama.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”