Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Pemerintah Indonesia seakan ketiban durian runtuh saat terjadinya ledakan harga komoditas dalam beberapa waktu terakhir. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menyampaikan efek lonjakan harga komoditas berpengaruh terhadap bea keluar (BK) di mana realisasinya mencapai Rp 22,56 triliun atau terbaik sepanjang sejarah Indonesia.
"BK melonjak 910,6% karena komoditas CPO dan logam dasar, batu bara nikel dan lain-lain," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode Oktober 2021 (cnbcindonesia.com,25/10/2021). Pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga catatkan pertumbuhan tinggi, terealisasi 107,6% atau melewati target APBN menjadi Rp 320,8 triliun dan perlu diketahui, ini didominasi dari SDA (Sumber Daya Alam) migas maupun non migas. Artinya, SDA kita banyak yang keluar, dan bea keluarnya itulah yang dikatakan sebagai peningkatan pendapatan oleh menteri Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan pula, ada peningkatan juga dari produksi kayu, penggunaan areal kawasan hutan, pembayaran piutang PNBP penggunaan kawasan hutan serta kenaikan pendapatan perusahaan panas bumi. Pajak juga mendapatkan imbas dari sektor pertambangan pada Januari-September 2021 melonjak 38,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). "Boom harga komoditas mulai terlihat pada kuartal III. Sepertinya akan bertahan sampai awal tahun depan," pungkas Sri Mulyani.
Apakah ini kabar gembira, yang artinya perekonomian kita sudah pulih? Sabar dulu, mari kita telaah lebih dalam. Dalam sistem kapitalis yang hari ini berlangsung denyut pemulihan ekonomi Indonesia dikatakan semakin terkonfirmasi terlihat dari setoran pajak yang terus membaik. Sebab penerimaan pajak menggambarkan gerak ekonomi, pajak dibayarkan kala terjadi tambahan kekayaan (Pajak Penghasilan/PPh) atau saat terjadi transaksi (Pajak Pertambahan Nilai/PPN).
Dan bagaimana cara peningkatan perolehan pajaknya? Pertama, perluasan basis pajak melalui perluasan objek dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan. Kedua, penguatan sistem perpajakan yang lebih sehat-adil yang disesuaikan dengan perkembangan struktur perekonomian dan karakter usaha. Ketiga, inovasi penggalian potensi perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha. Keempat, insentif fisk yang diberikan secara terarah dan terukur kepada kegiatan ekonomi strategis dengan multiplier yang kuat, papar Sri Mulyani dalam konferensi pers Keterangan RAPBN 2022 (cnbcindonesia, 16/8/2021).
Dengan keempat kebijakan pemerintah ini, tentulah rakyat yang paling dirugikan, mereka tidak punya ruang atau alasan untuk berkelit dari pungutan pajak yang kian hari kian zalim, sementara pemegang kekayaan yang jumlahnya hanya 1% dari populasi manusia di dunia ini malah mempermainkan pajak hingga muncul Panama Paper kemudian menyusul Pandora Paper. Bukti sejatinya pajak tidak manusiawi, orang kaya itu tetap tak rela harta mereka kena pajak sehingga berusaha sekuat tenaga menyembunyikan fakta sebenarnya berapa kekayaan mereka agar tidak semuanya kena pajak.
Ironinya, justru pemerintah menetapkan amnesty pajak hanya agar mereka mengembalikan kewajiban pajak mereka kepada negara. Belum lagi dengan upaya korupsi pajak yang makin memperkaya orang-orang tertentu. Polemik pajak ini terus bergulir, rakyat kembali terhimpit, sejahtera jauh, hidup tenang apalagi, hanya ilusi di negeri yang mengadopsi kapitalisme.
Pendapatan lain negara, selain pajak yang diklaim membaik tahun ini, sebenarnya hanyalah keadaan semu yang tak bisa dikatakan baik atau bisa dipertahankan, kenyataannya, pengelolaan SDA kita paling banyak oleh asing, tapi yang diterima Indonesia berupa bea keluar, yang faktanya lagi, yang keluar sekaligus bahan mentah SDA itu, yang beralih kepemelikannya kepada asing. Bukankah keadaan ini yang disebut tertimpa durian runtuh sekaligus dengan pohonnya? Babak belur, tak memiliki kuasa apapun. Dan bangga sekali dengan kenaikan sekian digit persen dalam APBN.
Bandingkan jika SDA kita kelola sendiri. Negara dengan departemen industrinya akan menjadikan usaha industri baik berat maupun ringan menjadi lebih baik. Hal ini karena negara melalui industri menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat, industri yang dimiliki negara ini akan mengelola SDA dan potensi kekayaan lainnya yang menjadi kepemilikan umum dan negara secara mandiri, bukan memberikan kepada asing. Dikembalikan kepada rakyat berupa pemberian langsung maupun tidak langsung. Langsung misalnya BBM, sedangkan tidak langsung misalnya pembangunan rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan umum, fasilitas umum, laboratorium, masjid dan lainnya.
Termasuk juga pembiayaan kesehatan, pendidikan dan keamanan menjadi tanggung jawab negara, hingga dalam bentuk gratis. Sebab negara memang tidak akan mengambil keuntungan sepeserpun dari rakyatnya, apalagi pungutan pajak. Semua pendapatan negara berasal dari muamalah riil dan halal. Bukan pula asal jual aset dan kekayaan negara.
Sedangkan tolak ukur kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan perindividu rakyat. Bukan cukup terwakilkan oleh populasi 1% saja sebagaimana hari ini.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”