Oleh: Nurani
Sebagai hamba Allah ﷻ, laki-laki dan wanita sama di hadapan-Nya. Laki-laki diwajibkan sholat, puasa, zakat, haji dll. Begitu juga wanita sama.
Hanya saja peran dan tanggungjawabnya berbeda di antara keduanya. Laki-laki berperan sebagai pemimpin dalam keluarga, sedang wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga suaminya. Allah berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّٗا كَبِيرٗا
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. (An-Nisa', Ayat 34).
Suami sebagai kepala keluarga bertanggungjawab pada keluarganya dalam hal mendidik, menasehati, membimbing, memerintah mereka untuk menjalankan kewajiban-kewajiban kepada Allah dan Rasul-Nya. Melarang hal-hal yang dilarang, meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang ada pada mereka, seperti pemahaman sekuler, liberal saat ini.
Laki-laki sebagai pemimpin, Allah ﷻ mewajibkan kepada mereka dalam hal nafkah keluarganya dengan cara yang ma'ruf. Hal ini Allah titahkan dalam firman-Nya,
.وعلى المولود له رزقهن وكسوتهن بالمعروف
Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. (Al Baqarah ayat 233).
Ayat ini menegaskan, kewajiban nafkah ada di pundak suami. Allah ﷻ mewajibkan nafkah mereka dengan patut. Tidak ada yang bisa menggantikan peran ini selain mereka para suami.
Hanya saja, sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, membuat suami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sulitnya lapangan pekerjaan, PHK yang terus meningkat, menjadikan suami tidak ada pekerjaan. Ia pun tidak mampu memenuhi nafkah keluarga.
Disisi yang lain, tidak jarang diantara mereka malas berusaha. Kurangnya iman dan pemahaman Islam, membuat para qowwam ini kurang bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki. Padahal Allah memerintahkan mereka untuk bersungguh-sungguh, mencurahkan segala upaya. Masalah hasil ada pada sang pemberi rezeki.
Allah tidak akan menghentikan rezeki seseorang hingga ia mati. Sesuai firman Allah:
وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (Ath-Thalaq, Ayat 3).
Allah pasti memberi jalan keluar dari kesempitan dan kesusahan dengan syarat berusa dan bertaqwa.
Sulitnya lapangan pekerjaan membuat suami tidak mampu memenuhi nafkah keluarga, mau tidak mau istri ikut membantu suaminya.
Disatu sisi kebutuhan bisa teratasi, disisi lain membuat istri kurang optimal dalam menjalankan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Disaat dia bekerja di luar rumah membuat ia lelah, sehingga kewajibannya terkadang terabaikan. Pengawasan terhadap anak kurang terkontrol. Anak mulai terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik. Tidak jarang anak salah pergaulan, terjebak dengan pergaulan bebas, narkoba, LGBT dll.
Mirisnya lagi, istri kurang menghargai suami, ketaatan pada suami mulai hilang sedikit demi sedikit, merasa sudah punya penghasilan sendiri, tidak butuh lagi pada suami. Rumah tangga sering terjadi percekcokan, bahkan berujung pada perceraian. Kehancuran rumah tanggapun terjadi. Sistem kapitalis sekuler telah gagal mewujudkan keluarga bahagia, sejahtra.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Islam menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya, sandang, papan, pangan. Suami mampu memenuhi kebutuhan keluarga, karena negara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi mereka. Jikapun ada suami yang malas bekerja, dia akan diperingatkan, disadarkan agar ia menjalankan kewajibannya.
Istri tidak lagi dipusingkan dengan kebutuhan keluarga. Ia pun bisa fokus menjalankan perannya dengan baik. Ia mampu mendidik, mengotrol anak-anak dan mengurus rumah tangga suaminya. Dari tangannya lahir generasi yang rabbani sebagai mujahid-mujahid pembela negara dan agama.
Hanya islam yang mampu mewujudkan keluarga sejahtra dan bahagia dunya wal akhiroh.
Saatnya kembali kepada Islam kaffah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”