Oleh: Lilik Yani
Abu Thalib sangat sayang kepada Muhammad ﷺ. Kemanapun pergi, keponakan kesayangan selalu dibawanya, termasuk ketika beliau akan berdagang ke Syam.
Ketika Muhammad berusia dua belas tahun, Abu Thalib pergi bersama kabilah pedagang menuju Syam. Muhammad ﷺ diajak serta pergi berdagang ke Syam.
Abu Thalib berkata, "Demi Allah, aku akan membawanya bersamaku, sebab aku dan dia tidak dapat berpisah selamanya."
Setelah lama berjalan, sampailah mereka di kota Bushra. Di kota ini terdapat pertapaan rahib. Tempat itu tidak pernah sepi dari rahib yang sedang belajar dan mengajarkan ilmu tentang agama Nasrani. Rahib yang ada ketika itu bernama Buhaira.
Sebelumnya ketika rombongan pedagang lewat pertapaan, rahib tidak pernah menanyai, apalagi menemui mereka. Tapi kali ini, rahib menyambut kedatangan rombongan dengan jamuan makanan yang banyak. Hal ini dilakukan karena rahib melihat sesuatu dari tempat pertapaannya.
Sesuatu itu adalah Muhammad ﷺ yang sedang berada bersama rombongan, dan awan selalu menaungi mereka.
Ketika rombongan berada di bawah pohon yang tidak jauh dari pertapaan, rahib melihat awan juga menaungi pohon itu, dan dahan-dahannya mengarah kepada Muhammad ﷺ. Hingga Muhammad ﷺ bisa berteduh di bawahnya. Melihat pemandangan seperti itu, rahib Buhairah segera turun dari pertapaan dan menyapa rombongan.
Rahib Buhaira berkata, "Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku akan merasa senang jika kalian bisa hadir semua untuk menikmatinya, baik yang besar maupun yang kecil. Budak maupun yang merdeka."
Seorang dari rombongan berkata, "Demi Allah, punya hajat apa, wahai Buhaira? Sebelumnya, kamu belum pernah berbuat seperti ini terhadap kami. Padahal, kami sudah biasa lewat di sini, maka apa hajatmu hari ini?"
Buhaira menjawab, "Benar, apa yang kamu katakan, namun sekarang kalian adalah tamuku, sehingga aku ingin memuliakan dan menghidangkan makanan untuk kalian, maka aku berharap kalian semua berkenan menikmatinya."
Kemudian mereka semua berkumpul di tempat Buhaira, sedang Muhammad ﷺ di bawah pohon bersama kendaraan mereka. Karena mereka menganggap kalau Muhammad masih terlalu kecil.
Ketika Buhaira mengamati orang-orang yang ada di tempatnya, dia tidak melihat di antara mereka adanya sifat-sifat seperti yang dia ketahui dari kitabnya.
Buhaira berkata, "Wahai orang-orang Quraisy, adakah dari kalian yang tidak turut menikmati hidangan ini?"
Mereka menjawab, "Wahai Buhaira, semuanya ada di sini, kecuali seorang anak kecil yang kami tinggalkan bersama kendaraan kami, sebab dia masih terlalu kecil menurut kami."
Buhaira berkata, "Kalian jangan berbuat seperti itu, panggillah dia. Sehingga dia juga dapat menikmati hidanganku bersama kalian."
Kemudian salah seorang dari mereka pergi, dan tidak lama kemudian dia datang bersama Muhammad ﷺ dan membawanya duduk di tengah-tengah mereka.
Ketika Buhaira melihat Muhammad ﷺ, maka mulailah dia mengamati fisik dan gerak-geriknya. Akhirnya Buhaira menemukan bahwa sifat-sifat itu ada pada putra Abdullah bin Abdul Muththalib.
Setelah mereka selesai menikmati hidangan dan meninggalkannya. Buhaira mendatangi Muhammad ﷺ dan bertanya, "Wahai anak kecil, aku bertanya kepadamu tentang kebenaran Lata dan Uzza, beritahu aku apa itu Lata dan Uzza?"
Muhammad ﷺ menjawab, "Kamu jangan bertanya kepadaku tentang Lata dan Uzza, sebab tidak ada sesuatu yang paling aku benci selain keduanya." Kemudian Muhammad berkata, "Bertanyalah kepadaku tentang sesuatu yang kamu anggap lebih penting."
Buhaira bertanya tentang banyak hal. Semua jawaban Muhammad ﷺ sesuai dengan sifat -sifat yang diketahui Buhaira dalan kitabnya.
Kemudian Buhaira membuka punggung Muhammad ﷺ, dia melihat ada stempel kenabian di antara dua pundaknya. Hal ini sama seperti sifat yang diketahui dari kitabnya.
Setelah puas bertanya, kemudian Buhaira mendekati pamannya Abu Thalib.
Buhaira bertanya, "Mengapa anak ini bersamamu?"
Abu Thalib menjawab, "dia, putra saudaraku."
Buhaira berkata, "Sekarang bawa pulang kembali keponakanmu. Berhati-hatilah terhadap orang-orang Yahudi. Sebab kalau mereka tahu, mereka akan berbuat buruk kepadanya. Karena dalam diri keponakanmu tersimpan sesuatu yang sangat besar. Maka dari itu, bawalah dia segera ke negerinya".
Kemudian Abu Thalib tidak jadi melanjutkan perjalanan dagang ke Syam. Beliau segera mengajak keponakan tercintanya kembali ke Makkah. Abu Thalib tidak mau ada kejadian buruk menimpa keponakan tercinta.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”