Oleh: Iha Bunda Khansa
Innalillahi wa Inna ilaihi Raji'un
Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali pada-Nya.
Ucapan di atas ketika kita mendengar berita kematian atau musibah, baik musibah banjir, kekeringan, gempa bumi, atau apapun. Kematian seseorang kapan saja terjadi, tidak memandang apakah orang kaya atau miskin, tua atau muda, cantik atau jelek, pejabat atau rakyat biasa, siapapun, jika ajal menjemput tidak ada yang mampu menghalangi.
Menjadi pengingat diri, ketika dihadapkan pada kenyataan kehilangan orang-orang tercinta, ada yang kehilangan orang tua, istri, suami, saudara, sahabat, ulama. Seolah-olah kematian itu di depan mata, dunia yang fana kelak akan ditinggalkan. Kesenangan dunia tiada artinya, seharusnya kita bertanya pada diri sudahkah kita mempersiapkan bekal jika ajal menjemput. Astaghfirullah~
Rasanya masih belum cukup bekal yang akan dibawa, berbenah diri, berusaha tetap berpegang pada syariat-Nya. Ketika membaca Ayat-ayat Cinta-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengingatkan melalui firmannya:
اِقْتَرَبَ لِلنَّا سِ حِسَا بُهُمْ وَهُمْ فِيْ غَفْلَةٍ مُّعْرِضُوْنَ
iqtaroba lin-naasi hisaabuhum wa hum fii ghoflatim mu'ridhuun
"Telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat)." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 1)
Ayat di atas mengingatkan adanya perhitungan amal manusia selama di dunia. Apakah selama di dunia seseorang tunduk dan patuh pada Allah ﷻ ataukah ingkar dan perpaling dari peringatan Allah ﷻ.
Banyaknya peringatan Allah tidak lalu membuat semua orang beriman seperti halnya pengingkaran kaum musyrik Mekah terhadap wahyu yang dibawa Nabiyullah Muhammad ﷺ.
Dalam tafsir Ibnu Katsir:
Sebagaimana Ibnu ‘Abbas berkata; “Apakah kalian bertanya kepada Ahlul Kitab tentang apa yang ada di tangan mereka, padahal mereka telah merubah dan menggantinya serta menambahkan dan menguranginya. Sedangkan Kitab kalian adalah kitab yang paling baru milik Allah yang kalian baca dan tidak bercampur?” (HR al-Bukhari)
Kondisi umat pada hari ini tidak jauh berbeda, melalaikan aturan Allah ﷻ, serta mereka berpaling dan berusaha mengubah ketentuan Allah. Aturan yang sudah jelas, mereka putar balikkan menjadi tidak jelas dimana perintahnya.
Begitu kental ciri kemunafikan pada diri mereka, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." (QS al-Baqarah: 14).
Perilaku munafikun saat ini sungguh banyak, mereka masih mau diberikan lebel muslim, namun nyatanya hukum Allah mereka permainkan.
Apakah mereka tidak menyadari, bagaimana balasan bagi orang yang ingkar pada Allah ﷻ. Bahkan dalam riwayat dijelaskan bagaimana Rasulullah ﷺ menangis ketika mengetahui azab neraka.
Rasullullah ﷺ bersabda:
"Wahai Fathimah, sesungguhnya pintu neraka yang paling ringan itu setara dengan 70 ribu gunung dari api dan pada setiap gunung tersebut terdapat 70 ribu lembah api, lalu pada tiap-tiap lembah itu terdapat 70 juta sumber api yang masing-masing berisi sejuta kota. Kemudian, pada setiap kota tersebut terdapat 70 juta istana api. Lalu, pada tiap-tiap rumah itu terdapat 70 juta ruangan api yang berisi 70 juta peti api, dan pada setiap api itu terdapat 70 juta jenis siksaan yang berbeda satu sama lain.”
Na'udzubillah min dzalik.
Semoga Allah melindungi kita dari azab yang pedih.
Oleh karena itu, selagi Allah ﷻ mampukan dan diberikan kesehatan, berbuat baiklah dan berpegang teguh pada tali Allah.
Alangkah ruginya orang-orang yang sombong, takabur dan mengolok-olok Allah ﷻ.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”