Oleh: Riza Mulyani
Berbicara masalah amal, tentunya sangat erat kaitannya dengan kehidupan yang tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Kehidupan ini adalah panggung dimana setiap orang memiliki peran di dalamnya. Masing-masing memilih jalan yang mereka anggap terbaik baginya, atau jalan yang mereka lebih cintai entah itu baik atau buruk.
Namun pernahkah kita berpikir kenapa kita dihidupkan di dunia ini? Begitupula dengan lika-liku jalan yang kita lalui dipanggung yang begitu luas ini? Untuk apa? Apakah kehidupan ini hanya kita habiskan untuk mencari uang? Makan? Bersosial? Hingga saat tubuh terbujur kaku dan tidak sanggup membuka mata karena telah habis masa umur kita? Dimana kematian seolah menjadi sesuatu momok sebagai penghancur semua harapan di dunia.
Lalu untuk apa kita hidup jika seandainya yang dipikirkan hanyalah uang, makan, dan yang bersifat keduniaan lainnya padahal pada akhirnya semua itu tidak kita bawa saat ajal tiba?
Maka sungguh kehidupan tidak hanya untuk hidup, tapi justru kematianlah yang menyadarkan kita bahwa kehidupan inilah sebagai jembatan mencari bekal setelah mati. Ingatlah firman Allah ﷻ dalam surat Al-Mulk ayat 2:
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
"Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun".
Ayat diatas menjelaskan "Allah ﷻ menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya" inilah yang menjadi titik tekannya. Allah ﷻ tidak mengatakan 'terbanyak amalnya'.
Maknanya, dalam beramal, Allah ﷻ tidak menuntut kuantitas banyaknya amal, tetapi kualitas amalnya (ikhlas dan sesuai tuntunan Nabi).
Karena tidak sedikit orang mengira, dengan memperbanyak amalan ibadah yang tidak dengan dasar-dasar ilmu, merasa sudah benar dan semakin dekat kepada Allah ﷻ. Padahal, tidak akan diterima sampai seseorang itu ikhlas dan benar dalam beramal. Yang dimaksud ikhlas adalah amalan tersebut dikerjakan hanya karena Allah ﷻ. Yang dimaksud benar dalam beramal adalah selalu mengikuti petunjuk Nabi.
Mari kita perhatikan langkah berikut ini untuk menopang menjadi amal terbaik:
- Menyadari setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
- Selalu mengingat kematian, sehingga mencintai kampung akhirat.
- Bersegera melakukan perintah dan menjauhi larangan Allah ﷻ.
- Menjaga kehati-hatian(waro') dari perkara yang diharamkan.
- Meninggalkan perkara-perkara yang mubah, karena perkara mubah menghantarkan kepada kesenangan dunia yang fana.
Demikianlah uraian ayat di atas, semoga dapat membuka hati kita untuk menerima kebenaran tentang hakikat kehidupan dan kematian. Menjadikan ujian yang datang silih berganti di dunia ini sebagai parameter bagi setiap insan. Siapakah yang lebih baik, dan serius dalam menjalankan segala amalan dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dalam seluruh aspek kehidupan.
Terlebih saat ini kita hidup dalam jagad kapitalisme demokrasi, yang sudah berhasil meracuni benak kaum muslim. Mulai dari akidah, gaya hidup, makanan, pergaulan. Bahkan yang lebih parah lagi adalah memalingkan kaum muslim dari tujuan hidup meraih rida Allah ﷻ, diganti dengan meraih kebahagiaan duniawi yang receh dan tidak bernilai sama sekali.
Semoga dengan fase ujian yang dihadapi kaum muslim saat ini, Allah ﷻ mampukan mereka menyiapkan bekal kehidupan setelah kematian, dengan 'amal yang terbaik'. Aamiin ya Robb...
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”