Oleh: Rita Mutiara
Istidraj berasal dari kata 'daraja' dalam bahasa Arab berarti satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun, Istidraj lebih dikenal sebagai istilah azab yang berupa kenikmatan yang sengaja diberikan pada seseorang.
Jadi, Allah ﷻ menguji hamba-hambanya tidak saja dalam kondisi kekurangan, tapi dengan melimpahkan harta dan berbagai kenikmatan dunia. Adapun dalil dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang Istidraj ialah Surah Al-An'am ayat 44:
فَلَمَّا نَسُوۡا مَا ذُكِّرُوۡا بِهٖ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ اَبۡوَابَ كُلِّ شَىۡءٍ ؕ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوۡا بِمَاۤ اُوۡتُوۡۤا اَخَذۡنٰهُمۡ بَغۡتَةً فَاِذَا هُمۡ مُّبۡلِسُوۡنَ
Artinya: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”
Dalam Islam justru ketika diberikan harta yang berlimpah dari Allah ﷻ disebut dengan istidraj. Allah ﷻ melimpahkan rezeki, kebahagiaan dan kenikmatan dunia lainnya kepada setiap orang yang Dia kehendaki. Namun kemudian mereka menjadi lalai dan berucap,
"Untuk apa rajin ke masjid dan taat seperti seperti si fulan, tanpa rajin ibadah pun Allah memberi rezeki dan kenikmatan yang banyak.”
Bila sarana dan berbagai fasilitas yang ada digunakan untuk maksiat, peringatan akan azab Allah ﷻ pun tidak dihiraukan, maka Allah ﷻ pun tidak memperdulikannya. Bahkan orang itu pun merasa tenang dalam maksiatnya. Kondisi seperti inilah yang amat menjerumuskan manusia dalam kerugian.
Dalam tafsir Al Azhar jilid 3, istidraj menurut ayat di atas artinya dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Allah ﷻ memperlakukan apa yang dia kehendaki, dibukakan segala pintu, hingga orang tersebut lupa diri. Padahal siksa Allah ﷻ bisa datang sekonyong-konyong. Ia tidak ingat bahwa sesudah panas pasti ada hujan, sesudah lautan tenang gelombang pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa nafsunya hingga tersesat jauh, dan pasti akan terjatuh dengan berjalannya waktu.
Dalam Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, istidraj artinya pembiaran. Yaitu pembiaran karena tidak mau berhenti melakukan hal-hal yang memalukan (maksiat). Istidraj merupakan peringatan keras dari Allah ﷻ.
Malik Al-Mughis dalam bukunya yang berjudul "Demi Masa" menjelaskan, istidraj adalah pemberian kesenangan untuk orang-orang yang dimurkai Allah ﷻ agar mereka terus menerus lalai. Hingga pada suatu ketika semua kesenangan itu dicabut oleh Allah ﷻ, mereka akan termangu dalam penyesalan yang terlambat.
Mungkin kesenangan yang mereka peroleh merupakan sesuatu yang layak didapatkan karena keahlian dan ketekunan yang mereka lakukan, mereka orang yang tidak beriman tidak mengakui bahwa semua yang terjadi karena adanya campur tangan Allah ﷻ dalam kehidupan. Mereka berpikir Kesuksesan yang didapat semata-mata karena kemampuannya. Orang seperti ini akan menjadi orang yang tidak merasa bersedih atas ketaatan yang ditinggalkan dan tidak menyesal atas kemaksiatan yang terus dilakukan.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad yang berasal dari sahabat Rasulullah ﷺ, 'Uqbah bin Amir, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Apabila engkau lihat Allah memberikan sebagian keduniaan kepada hamba-Nya, apa saja yang diingininya dengan serba-serbi kemaksiatannya maka pemberian yang demikian adalah istidraj." (HR. Ahmad)
Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menafkahkan sebagian harta yang kita peroleh kepada orang yang membutuhkan. Begitulah sikap yang dicontohkan Rasul ﷺ, keluarga Rasul dan sahabat-sahabat Beliau. Selalu mengorbankan harta untuk kepentingan dakwah. Orang tersebut tidak dikatakan termasuk istidraj bila sebagian harta dan kenikmatan yang telah Allah ﷻ berikan, sebagian digunakan untuk dakwah mensyiarkan nilai-nilai Islam.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”