Oleh: Tini Ummu Faris
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. Ali Imran, 3: 97)
MasyaAllah, bila tiba tilawah pada ayat ini, rindu semakin menggebu. Rindu untuk mengunjungi Baitullah. Yaa Rabbi, undanglah kami untuk menjadi tamu-Mu. Aamiin.
Beribadah haji bagi yang mampu merupakan rukun Islam yang kelima. Hampir setiap muslim bercita-cita untuk bisa beribadah di tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Bahkan bila belum di qadakan-Nya untuk berhaji pun, setidaknya berumrah menjadi cita-cita juga.
Namun saat ini, beribadah haji tidak bisa semulus seperti zaman dahulu. Syarat dan ketentuan berlaku. Bukan hanya mampu secara finansial semata, namun harus berlomba dengan jumlah kuota haji setiap negara. Selama pandemi berlangsung, jamaah haji sementara di tutup. Walaupun saat ini untuk beberapa negara sudah diperbolehkan dengan jumlah yang sangat terbatas.
Idealnya, setiap muslim yang mampu secara finansial bisa melaksanakan ibadah haji. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Yang mampu pun belum tentu minat untuk berhaji. Hanya orang-orang yang terpanggil dan mendapat undangan-Nya lah yang bisa menunaikan ibadah haji. Sering kita lihat, orang kaya berlimpah hartanya namun belum menunaikan ibadah haji, padahal secara hitungan materi sebenarnya dia mampu. Kadang ada pula orang yang dari sisi finansial bukan kategori orang kaya, namun ia punya azam yang kuat untuk berhaji. Lalu dengan ikhtiarnya menabung sekian tahun, Allah ﷻ qadakan dia untuk bisa berhaji. Semua karena Allah ﷻ sudah memanggilnya, bukan kaya dan tidaknya, namun karena Allah ﷻ memampukannya.
Ribetnya prosedur berhaji saat ini menambah ruwetnya masalah haji di Indonesia. Mulai dari jumlah kuota haji, antri daftar haji, tata cara mendaftar haji, dana talangan haji dan sebagainya. Kuota haji yang dibatasi untuk setiap negara menambah deretan panjang antrian masyarakat Indonesia yang ingin berhaji. Ketidaktegasan aturan pun terlihat. Siapapun yang punya uang dia punya hak untuk berhaji sekalipun lebih dari sekali. Akhirnya yang dananya kurang memadai selalu tergeser.
Tata cara mendaftar berhaji pun lebih ribet. Seorang calon haji harus mendaftar minimal lima tahun sebelumnya, dan uang muka yang ditentukan. Nah, untuk yang dananya kurang sementara sudah termasuk antrean yang terpanggil di tahun itu, bisa tergeser oleh orang yang punya uang. Bisa juga dia memakai dana talangan haji. Hm.... Ada-ada saja ya. Bila memakai dana talangan haji, lalu kategori mampu berhajinya akankah masih masuk? Belum lagi dalam dana talangan haji bersentuhan dengan riba. Ternyata, di zaman serba kapitalis sekuler seperti saat ini semakin sulit.
Berbeda dengan pengaturan haji pada masa kekhilafahan Islam. Terkait pengaturan kuota haji dan umrah, Khalifah berhak untuk mengatur sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jamaah haji dan umrah. Dalam hal ini, Khalifah harus memperhatikan: Pertama, bahwa kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup. Kedua, kewajiban ini berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jamaah yang belum pernah haji dan umrah, sementara sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka mereka akan diprioritaskan. Agar pengaturan bisa berjalan dengan baik, maka negara Khilafah harus mempunyai data base seluruh rakyat di wilayahnya, sehingga pengaturan ini bisa dilaksanakan dengan baik dan mudah. Terlihat sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Saat ini di saat sebagian sulit mendapat antrean haji, sebagian yang lain dengan mudahnya bisa berangkat mau haji atau umrah kapan pun dia mau dia bisa. Semua hanya karena satu, ada uang.
Penyediaan sarana prasarana untuk menunaikan ibadah haji sangatlah diperhatikan. Pembangunan infrastruktur Makkah-Madinah telah dilakukan terus-menerus sejak zaman Khilafah Islam. Mulai dari perluasan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik bagi jamaah haji dan umrah. Hal yang sama juga akan terus menerus dilakukan oleh Khilafah di masa mendatang. Namun, perluasan dan pembangunan ini tentu tidak akan menghilangkan situs-situs bersejarah, karena situs-situs ini bisa membangkitkan kembali memori jamaah haji tentang perjalanan hidup Nabi dalam membangun peradaban Islam, sehingga bisa memotivasi mereka.
MasyaAllah, bila diatur dengan baik, tentu kerinduan kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji maupun umrah terobati dan bisa direalisasikan. Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam akan mempermudah rakyatnya untuk menunaikan semua kewajibannya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”