Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَاَ طِيْعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَا حْذَرُوْا ۚ فَاِ نْ تَوَلَّيْتُمْ فَا عْلَمُوْۤا اَنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 92)
Membaca ayat ini aku teringat dengan filosofi syahadatain. Syahadat pertama disebut sebagai syahadat tauhid, yaitu:
اشهد ان لا اله الا الله
Artinya: "aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah."
Makna terkandung di dalamnya adalah pengakuan bahwa tidak ada yang berhak disembah, tidak ada yang berhak dipatuhi selain hanya Allah ﷻ. Dengan kata lain kepatuhan, ketaatan dan penyembahan hanya kepada Allah semata, tidak ada yang lain.
Maka jika seorang istri taat kepada suami itu semata-mata karena Allah memerintahkannya. Oleh sebab itu ketaatan istri kepada suami pun terbatas kepada jika perintah itu tidak melanggar aturan Allah. Itu sebabnya seorang suami tidak boleh semena-mena berlindung atas nama suami, lalu memerintahkan istrinya bermaksiat kepada Allah. Misal perintah suami agar berpenampilan seksi di tengah pesta.
Sungguh seorang suami yang beriman kepada Allah dan hari kiamat akan melarang istrinya mengenakan busana yang menampakkan lekuk tubuh istrinya. Tersebab ia takut kepada Allah, takut mendapat murka Allah, khawatir akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak di hari perhitungan.
Syahadat kedua disebut syahadat Rasul. Yaitu:
اشهد ان محمدا رسول الله
Artinya: "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Implementasi dari menyatakan syahadat rasul adalah bahwa ia mengakui semua yang datang dari Rasulullah Muhammad ﷺ tidak lain berasal dari Allah ﷻ. Semua yang diperintahkan Rasulullah ﷺ adalah perintah Allah ﷻ. Demikian pula semua yang dilarang oleh Rasullullah ﷺ tidak lain adalah larangan yang berasal dari Allah ﷻ jua. Bahkan tidak jarang perilaku Rasulullah ﷺ adalah terjemahan dari perintah Allah ﷻ, yang wajib dilaksanakan tidak hanya oleh beliau Rasulullah ﷺ, tapi juga untuk seluruh umatnya.
Contoh salat dalam Al Qur'an, perintah salat hanya disebutkan sebagai "Dirikanlah salat." Akan tetapi bagaimana perwujudan salat itu dari awal (takbiratul ikhram) hingga akhir (salam) itu dicontohkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Bagaimana salat Subuh yang dilakukan saat dini hari. Saat fajar baru menyingsing hanya dua rakaat, sedangkan salat Zuhur yang dilakukan ditengah hari ada empat rakaat harus ditunaikan.
Demikian pula perintah potong tangan bagi seorang pencuri. Dalam Al Qur'an, Allah ﷻ hanya memerintahkan agar pencuri laki-laki atau pencuri perempuan wajib atas mereka dipotong tangannya. Lalu mencuri sebatas apa yang dikenakan hukuman potong tangan? Apakah semua tindak pencurian? Lalu sebatas mana tangan pencuri dipotong? Jawaban dari pertanyaan itu hanya ada dalam perilaku yang dicontohkan Rasulullah ﷺ.
Oleh sebab itu, orang yang mengaku beriman tidak akan terbersit dalam benaknya bahwa setiap teladan yang telah diberikan Rasulullah ﷺ akan selalu ditiru dan diikuti. Tidak menolak penerapan syariah. Lebih dari itu malah mendukungnya.
Kalimat, "Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas." Seakan memastikan kepada umat manusia bahwa Rasulullah ﷺ akan berlepas tangan kepada mereka yang tidak taat. Rasulullah ﷺ tidak akan bertanggung jawab kepada perilaku maksiat. Baik umat Nabi Muhammad yang mengaku beriman, terlebih yang jelas mengaku ingkar.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”