Oleh: Alfi Ummuarifah
Inilah pertanyaan Allah ﷻ pada setiap manusia saat di Padang Mahsyar nanti? Saking Cinta-Nya Allah pada nabi dan Rasulnya, Allah menanyakan ini kepada kita. Ya kepada kita yang sering lalai.
Maka pada saat Rasul ﷺ menyeru kita untuk berdakwah. Apa yang kita lakukan kawan?
Kita tidak menggubrisnya.
Kita bahkan menjadi penikmat dan penonton. Tidak mau ikut dalam pertarungan pemikiran itu. Tidak mau capek, lelah, bahaya dan tidak mau menerima keburukan sebagai resiko dakwah.
Berapa banyak orang yang diseru untuk memperjuangkan agamanya meninggikan kalimat Allah namun malah sengaja "membisukan dan menulikan dirinya" karena sudah dalam zona nyaman. Berapa banyak diantara kita yang sudah ikut dalam barisan perjuangan tetapi masih memilih-milih mana syariat yang mau diikuti. Syariat yang menurutnya tanpa resiko. Bahkan parahnya terkadang kita membuang dan mencampakkan ide islam dan kemenangan kaum muslimin.
Demikianlah kita, masih memilih comfort zone. Kita menyangka kita akan aman. Padahal tidak seorangpun bisa lari dari "colekan" Allah ﷻ dengan cara yang lembut sekalipun.
Parahnya terkadang kaum muslimin melarikan dirinya. Mencoba menjauh dari kaum muslimin. Tidak percaya akan apa yang dikabarkan. Sementara pihak lain di luar islam justru sudah berpikir bagaimana posisi dirinya dan negaranya jika seandainya tujuan dakwah itu terjadi dan telah terbentuk pemikiran islam pada diri kaum muslim.
Jadi setiap orang di negara itu berpikir tantang kaum muslimin. Apakah dia sudah memperjuangkan nasib dirinya dan sahabatnya pada hari itu. Berapa banyak juga orang yang diseru Rasululah ﷺ untuk meninggalkan riba, meninggalkan sisa ribanya dan juga bersegera membayar pokoknya. Namun justru kebanyakan kita semakin ingin memiliki barang seperti rumah, kendaraan dan barang lainnya dengan cara cepat. Sehingga jerat transaksi riba tidak pernah habis.
Saat nanti Allah ﷻ bertanya apa jawaban kita atas seruan Rasulullah ﷺ itu? Bagaimanakah kita akan menjawabnya nanti?
Demikian juga saat Rasulullah ﷺ melarang kita mendekati zina. Namun kita justru berdalih jika pacaran itu tidak sama dengan mendekati zina. Bahkan mulut kita ringan mengatakan bahwa pacaran dan ngedate itu adalah untuk saling mengenal, agar tidak menikah tanpa kenal terlebih dahulu?
Apalagi dalih kita? Berdalih namun mencampakkan dalil?
Apa yang akan kita katakan pada Allah dan Rasul nanti?
Saat Rasulullah ﷺ katakan agar kita bersegera melaksanakan syariat. Rasulullah ﷺ menuntut kita yang perempuan untuk menggunakan jilbab dan menutup aurat kita. Apa yang kita lakukan? Kita cuek bebek. Kita tidak peduli pada bentuk pakaian yang seharusnya dikenakan sesuai syariat. Kita berpakaian namun seperti telanjang. Kadang cuma dipakai saat mood. Kita lepas saat malas mendera. Keluar rumah terbuka aurat di hadapan laki-laki asing. Saat ada yang mendakwahi kita, justru kita marah dan mengatakan jangan ikut campur urusan kita.
Padahal itu wujud kasih sayang sesama kita karena Rasulullah ﷺ memerintahkannya. Sejatinya dakwah itu memang wujud kasih sayang. Mesti disampaikan meskipun pahit. Lalu bagaimana kita nanti menjawab pertanyaan Allah ﷻ tentang sikap kita pada seruan Rasulullah ﷺ?
Tidakkah kita malu. Kita sudah diberi banyak nikmat namun mengapa tidak pandai bersyukur? Bersyukurlah lewat dakwah, ajak orang lain mengikutimu. Jangan cuma katakan cinta namun buktinya tidak ada.
Marilah kita lihat ayat Allah ﷻ berikut ini. Ayat yang menampilkan pertanyaan Allah di hari akhir nanti.
Allah ﷻ menceritakan:
وَيَوۡمَ يُنَادِيۡهِمۡ فَيَـقُوۡلُ مَاذَاۤ اَجَبۡتُمُ الۡمُرۡسَلِيۡنَ
Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka, dan berfirman, "Apakah jawabanmu terhadap para rasul?" (QS. Al-Qasas 28: 65)
Awalnya yang ditanya dalam ayat ini adalah Bani Israel. “Apakah jawabanmu terhadap para rasul ketika mereka mengajak kamu beriman dan beramal saleh?”.
Sesudah dinyatakan kepada mereka bahwa tindakan mereka yang mempersekutukan Allah adalah perbuatan sesat. Maka sebagai cercaan atas perbuatannya itu, pada ayat ini ditanyakan kepada mereka tentang bagaimana cara mereka menyambut seruan para rasul untuk membersihkan diri dari penyembahan berhala, dan mengajak berakidah tauhid dan menyembah Allah.
Mereka diam seribu bahasa, tidak dapat berkata dan beralasan sedikit pun sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan. Mereka bingung tidak tahu apa yang harus dikatakan. Oleh karena itu, mereka saling bertanya, seperti orang yang sedang menghadapi kesulitan.
Mereka tertunduk karena malu dan menyesal. Ketika tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka tentang sambutan mereka mengenai jawaban atas seruan rasul, tentu orang-orang yang sesat dan menyesatkan selama di dunia dan tidak mengindahkan seruan nabi-nabi lebih cemas lagi. Sebagaimana firman Allah ﷻ:
يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ ۖ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
(Ingatlah) pada hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban (kaummu) terhadap (seruan)mu?" Mereka (para rasul) menjawab, "Kami tidak tahu (tentang itu). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib." (Al-Ma'idah ayat 109).
Sahabatku pastikan dirimu bisa menjawabnya ya~
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”