Oleh: Wina Fatiya
Boleh ngga sih kita mengharapkan sedikit saja kenikmatan atau keuntungan di dunia dari aktivitas kita? Misal kita bekerja untuk menjadi orang kaya. Bukankah menjadi orang kaya banyak keuntungannya?
Atau kita belajar sungguh-sungguh supaya bisa meraih mimpi kita di dunia. Nanti kan bisa bermanfaat untuk orang banyak dari ilmu dan kiprah kita.
Untuk menjawab pertanyaan ini mari renungkan sejenak ayat ini:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS. Asy-Syura ayat 20)
Ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa kehendak atau niat itu menentukan besar keuntungan yang akan kita dapatkan. Siapa yang niatnya untuk akhirat maka Allah ﷻ akan menambahkan keuntungan atau kenikmatannya.
Namun siapa yang niatnya semata-mata untuk dunia, maka Allah ﷻ pasti akan mengabulkan keuntungan atau kenikmatan itu, tapi kok hanya di dunia saja. Sedangkan di akhirat, dia bablas dari pahala.
Inilah bedanya aktivitas seorang muslim dibanding aktivitas manusia lain. Dia akan menambatkan setiap aktivitas karena Allah ﷻ. Dalam sejengkal perbuatan yang ia lakukan tidak lekang dari hasrat memperoleh pahala dan ganjaran dari Allah ﷻ.
Hal ini bisa dilakukan seorang beriman karena ia memahami akan Kasih sayang Allah ﷻ di dunia. Akhirnya ia hanya akan mengejar akhirat yaitu ridho-Nya Allah ﷻ. Kalaupun ia mendapatkan bagiannya di dunia, hal itu tidak membuatnya ujub, riya dan takabbur.
Ia juga memahami bagaimana karakteristik dunia. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Barang siapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan cerai beraikan urusannya, lalu Allah akan jadikan kefakiran selalu menghantuinya, dan rezeki duniawi tak akan datang kepadanya kecuali hanya sesuai yang telah ditakdirkan saja. Sedangkan, barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai puncak cita-citanya, maka Allah akan ringan kan urusannya, lalu Allah isi hatinya dengan kecukupan, dan rezeki duniawi mendatanginya padahal ia tak minta" (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Hibban).
Jadi Allah ﷻ menghendaki supaya kaum muslimin lebih mengutamakan akhirat dibandingkan dunia. Karena dunia itu followersnya akhirat bukan sebaliknya.
Dunia itu seperti bayangan. Jika kita mengejarnya maka tidak akan dapat menangkapnya. Namun jika kita tawadhu (rendah hati) serta qona'ah (menerima apapun kondisinya) terhadap dunia malah fokus ke akhirat, maka dunialah yang akan mendatangi kita.
Tentu tawadhu dan qona'ah itu sifatnya aktif, tidak pasif. Artinya memaksimalkan ikhtiar demi kebaikan di sisi Allah ﷻ haruslah menjadi tujuan.
Umar bin Khattab berkata: "Jika ada yang ingin kamu tinggalkan, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Karena menjaga jarak hatimu dari cinta kesenangan dunia akan membuatmu menjadi manusia yang terpuji. Sebaliknya jika kamu menggilai dunia, kamu akan menjadi manusia hina."
Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab, bahwasanya hari ini banyak orang-orang yang rela menjadi hina demi kesenangan dunia. Mereka tidak peduli dosa dan murka Allah ﷻ. Semua dilabrak demi keuntungan sesaat.
Hal ini juga diungkapkan oleh Rasulullah ﷺ ketika turun ayat ini, lalubeliau bersabda:
"Allah berfirman, 'Wahai Bani Adam, persembahkanlah dirimu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan menutup kemiskinanmu, jika itu tidak kalian lakukan, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan aku tidak akan menutup kemiskinanmu'." (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam as-Sunan)
Jadi, sudahkah niat dan aktivitas kita selama ini mengutamakan akhirat?
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”