Type Here to Get Search Results !

MERAIH PAHALA DUNIA AKHIRAT


Oleh: Muslihah

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

بسم الله الرحمن الرحيم
وَا بْتَغِ فِيْمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَ حْسِنْ كَمَاۤ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْـفَسَا دَ فِى الْاَ رْضِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)

Allah ﷻ Maha Adil. Manusia diperintah meraih pahala akhirat lebih dulu. Sebab kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang abadi, kehidupan yang jauh lebih penting daripada kehidupan di dunia yang hanya sementara. Dalam meraih kehidupan akhirat pun, Allah ﷻ tidak membiarkan tanpa bekal sama sekali. Akan tetapi sudah diawali dengan anugerah dari-Nya. Itulah yang bisa dimanfaatkan sebagai bekal meraih kehidupan akhirat.

Benar, setiap manusia yang diberi pahala atau dosa adalah mereka yang baligh dan berakal. Seseorang tidak akan dihisab jika ia meninggal sebelum baligh. Begitu pun dengan orang yang memiliki akal yang waras. Tidakkah cukup seorang yang beriman, baligh dan berakal sebagai bekal meraih pahala dan rida Allah ﷻ?

Meskipun demikian manusia tidak diharuskan hanya beribadah tanpa boleh menikmati kenikmatan di dunia. Bahkan dalam Al Qur'an surat Al Qassas ayat 77 di atas, Allah ﷻ menegaskan agar tidak melupakan bagian di dunia. Bukankah ini menunjukkan bahwa untuk meraih pahala akhirat tetap bisa tanpa meninggalkan menikmati kehidupan di dunia?

Untuk meraih pahala akhirat seorang lelaki memiliki kewajiban bekerja demi menafkahi keluarga. Artinya ia tetap harus bekerja meraih harta dunia. Di sisi lain jika bekerja dengan niat menjalankan kewajiban dari Allah ﷻ, maka berhasil mendapatkan harta atau tidak, ia telah meraih pahala akhirat. Allah Maha Adil bukan?

Jika kemudian ia berhasil pulang membawa harta, lalu diberikan kepada keluarganya, lagi-lagi ia meraih pahala akhirat disebabkan telah menjalankan kewajiban. Tidak hanya itu nafkah yang ia berikan kepada keluarga pun dihitung sebagai sedekah wajib yang ia tunaikan. Pahala lagi. Dobel pahala. Belum lagi rasa bahagia dalam keluarga sebab perilakunya. Bukankah itu pahala dunia akhirat?

Demikian pula seorang wanita dengan kewajiban menutup aurat. Saat ia hendak keluar rumah mengenakan pakaian yang tertutup, sudah dicatat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ﷻ. Maka Allah ﷻ berikan kemuliaan di hadapan manusia. Tak seorang pun yang merendahkannya. Jika ada orang yang membenci cara berpakaian wanita yang menutup aurat, bisa dipastikan ia adalah teman setan. Sebab hanya setan sajalah yang membenci wanita yang taat kepada Tuhannya.

Sebuah pernikahan bukanlah sekedar jalan untuk bersenang-senang saja. Lebih dari itu di sana terdapat komitmen dan tanggung jawab yang harus dipenuhi. Ada kewajiban memimpin anak dan istri bagi seorang lelaki. Pun demikian bagi seorang wanita memiliki kewajiban taat dan menjaga kehormatan diri dan keluarga.

Pada yang demikian itu masing-masing memiliki pahalanya baik di dunia maupun di akhirat. Dengan kata lain, Allah memberikan karunia di dunia adalah untuk meraih kehidupan di akhirat tanpa meninggalkan kenikmatan di dunia. Seseorang bisa meraih kedua pahala dunia dan akhirat sekaligus dalam satu aktifitas.

Begitupun demikian dengan aktifitas yang di mata manusia mungkin ibadah ritual (ibadah makhdah). Contoh mendirikan salat lima waktu. Seseorang yang mendirikan salat dengan ikhlas dan pasti sesuai syarat rukunnya, maka ia tak hanya meraih pahala akhirat, tapi sekaligus pahala dunia pun dapatkan.

Pahala dunia apa yang didapat, apakah akan ada yang membayar dengan uang setiap usai salat? Tentu tidak. Toh, pahala di dunia itu tidak hanya berupa uang. Akan tetapi rasa aman, tenang dan tenteram usai menjalankan salat, tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak apa pun. Bukankah rasa damai itu bagian dari pahala di dunia?

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.