Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِا لْاٰ خِرَةِ زَيَّـنَّا لَهُمْ اَعْمَا لَهُمْ فَهُمْ يَعْمَهُوْنَ
"Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, Kami jadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka (yang buruk), sehingga mereka bergelimang dalam kesesatan." (QS. An-Naml 27: Ayat 4)
Firman Allah ﷻ di atas, seakan menunjukkan bahwa salah satu azab adalah dengan merasa nyaman melakukan perbuatan buruk, bahkan merasa perbuatan buruk itu sebuah kebaikan. Semakin tersesat, semakin banyak perilaku buruk, semakin banyak dosa dan azab yang akan diterimanya.
Perhatikan perilaku orang yang tidak beriman! Perilaku mereka jauh dari kata terhormat. Yang ada dalam benak mereka hanyalah bagaimana meraih kesenangan di dunia secara instan, tanpa peduli itu halal atau haram. Memang tak ada kamus halal haram di benak mereka.
Dalam hal mengumpulkan harta apapun dilakukan. Seakan dengan memiliki banyak harta ia akan kekal selamanya. Seakan dengan banyak harta ia akan mampu meraih kebahagiaan. Namun hanya kesenangan semu yang ia dapatkan, bahkan lebih banyak penderitaan dan sakit hati akibat iri dengki yang ia miliki.
Coba perhatikan seorang anak yang lahir dari keluarga yang mendewakan harta. Sang ibu mendewakan kesenangan bersosialita, memamerkan apa yang dimiliki, mobil mewah, perhiasan mahal dan lain sebagainya. Hobi bersenang-senangnya mendorong sang suami bekerja dengan berbagai cara, korupsi, manipulasi berharap dapat meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Ketika kepala keluarga terkena operasi tangkap tangan dan terpaksa masuk penjara plus semua harta kekayaan yang dimiliki disita, apa yang terjadi? Tidak siap menerima kenyataan sang ibu melarikan diri dengan mengkonsumsi khamr. Bisa berupa minuman keras atau bahkan narkoba.
Jika ayah dan ibunya demikian, apa yang bisa dipelajari anak dari orang tua seperti mereka? Ia akan kebingungan mencari jati diri. Apalagi tidak ada teladan baik dari orang-orang terdekat yang ia miliki. Ditambah bully dari teman, kenalan atau mereka yang membenci, semakin kompleks masalah yang ia hadapi. Akhirnya apapun ia lakukan asal senang dan bisa melupakan semua keruwetan. Malangnya karena ia tidak tahu jalan semua perilakunya tidak terarah dan menyakiti siapapun yang ada di dekatnya.
Tidak heran jika kemudian ada komunitas anak punk. Bukan karena mereka tak memiliki keluarga, tapi mereka sudah tak nyaman dengan siapapun yang ada di rumah. Sebab di rumah hanya mendapati pertengkaran antara ayah ibunya dan akhirnya semua perilaku orang tua salah di mata sang anak. Demikian pula perilaku sang anak selalu mengecewakan dan membuat marah kedua orang tuanya.
Orang tua memberi teladan buruk kepada anak, tapi berharap anak berperilaku baik dan membanggakan. Akankah terjadi? Karena putus asa merasa tidak mendapat tempat di hati orang tua, sang anak pun pergi dari rumah dan mencari kenyamanan di luar rumah. Jika kemudian mereka mendapat lingkungan yang baik, ia tetap merasa malu dengan temannya dan merasa terpuruk. Apalagi jika ia mendapat lingkungan yang buruk, merasa nyaman dengan teman yang berperilaku buruk, mudah baginya untuk tertular perilaku buruk.
Kalau sudah demikian, apa yang dilakukan teman adalah kebenaran. Diajak mencopet, atau mencuri bahkan menjual diri kemudian hasilnya dipakai berjudi dengan harapan meraih keuntungan tertinggi, tak lagi menjadi masalah. Sebab baginya adalah yang penting bisa meraih kesenangan. Dan kesenangan hanya bisa diraih dengan mendapatkan uang.
Semua itu bisa terjadi di masa kini. Saat sistem kapitalis meraja. Dilengkapi sistem sekuler yang menganggap urusan moral dan agama tak perlu di sangkutpautkan. Seorang bisa saja alim saat di masjid dan saat di pengajian, tapi sekaligus koruptor saat di kantor.
Bahkan seorang dengan jabatan pengurus pengajian bukan tak mungkin malah ia sekaligus pengurus simpan pinjam yang berbasis ribawi. Akan tetapi tak sedikitpun merasa itu perbuatan dosa. Bahkan merasa itu adalah perbuatan berpahala sebab ia melakukan demi kebersamaan dan menolong sesama. Masya Allah, nauzubillah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”