Oleh: Wina Fatiya
Pernahkah punya pengalaman meminjamkan uang kepada orang lain?
Bagaimana rasanya jika orang yang meminjamkan melebihkan pengembaliannya? Jujur, pasti kebanyakan dari kita akan merasa senang menerimanya. Iya kan?
Sayangnya ini adalah riba yang diharamkan Allah ﷻ.
Ini sesuai dengan definisi riba yaitu:
اَلرِبَا هُوَ كُلُ زِيَادَةٍ لِأَحَدِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ فِيْ عَقْدِ الْمُعَاوَضَةِ مِنْ غَيْرِ مُقَابِلٍ أَوْ هُوَ الزِيَادَةُ فِيْ مُقَابِلِ الْأَجْلِ
“Riba adalah setiap tambahan bagi salah satu pihak yang berakad dalam akad pertukaran tanpa ada pengganti, atau riba adalah tambahan sebagai pengganti dari waktu (tempo).” (Abdul Aziz Al Khayyath, Al Syarikat fi Al Syari’ah Al Islamiyyah wa Al Qanun Al Wadh’i, 2/168).
- Riba Fadhl, yaitu tambahan pada akad pertukaran satu barang ribawi dengan barang ribawi lain lainnya. Yang dimaksud barang-barang ribawi (al amwal ar ribawiyyah) adalah emas, perak, gandum, jewawut, kurma, dan garam. Misalnya 1 kg kurma kualitas bagus ditukar dengan 2 kg kurma kualitas sedang. Adanya kelebihan 1 kg kurma kualitas sedang itulah yang disebut riba fadhl.
- Riba nasi`ah, yaitu tambahan yang terjadi karena faktor waktu (tempo) yang terjadi pada akad utang. Misalnya, seseorang berutang pada orang lain sebesar Rp 100 juta rupiah pada 1 Desember 2015, dengan bunga 1% (satu persen) per bulan, atau 12% setahun. Maka jika orang itu mengembalikan utang satu tahun kemudian, yaitu pada tanggal 1 Desember 2016, maka jumlah uang yang dibayarkan menjadi Rp 112 juta,-. Tambahan Rp 12 juta rupiah ini disebut riba nasi`ah. (Dakwah Bekasi)
Nah, jadi dalam akad utang-piutang, tidak boleh ada kelebihan pengembalian meski menggunakan berbagai macam nama. Misal Bunga bank (fawa`idul bunuuk), baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bunga di pegadaian, bunga di asuransi, bunga di koperasi, bunga obligasi, bunga utang luar negeri, bahkan termasuk bunga di bank plecit (rentenir) adalah termasuk riba. Semua jenis riba hukumnya haram.
Tapi ada lho akad utang piutang yang tidak termasuk riba meskipun pengembaliannya berlipat ganda bahkan masih diberikan bonus, yaitu pahala yang melimpah.
Utang piutang dengan siapa? Jawabannya sudah pasti dengan Allah ﷻ. Sebagaimana tercantum dalam ayat:
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (QS. Al-Hadid Ayat 11)
Maksud 'Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman'. Yakni barangsiapa yang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah ﷻ maka ia seperti meminjamkannya kepada-Nya.
Jadi pinjaman disini adalah harta yang dikeluarkan di jalan Allah ﷻ. Contohnya harta untuk membantu jihad, harta untuk dakwah, harta untuk menolong agama Allah, dll.
Sedangkan maksud 'pinjaman yang baik' itu yaitu mengharap pahala dengan ketulusan hatinya, tanpa mengungkit-ungkit atau menyakiti hati orang lain.
Dan makna 'maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya', balasan yang dimaksud adalah surga. Dan penggandaan kebaikan ini adalah dengan menggandakannya sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus kali lipat, tergantung dari keadaan, sasaran, dan waktunya.
Semua tafsir ini dijelaskan oleh Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir.
Dengan demikian, jika Allah ﷻ tidak sungkan membalas infak dan sedekah di jalan Allah ﷻ dengan surga dan pahala yang berlipat, masihkah kita meminjami-Nya seadanya?
Ataukah kita masih pikir-pikir mau sedekah atau tidak? Ehm...
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”