Oleh: Enny Ummu Almira
Mengeluh merupakan salah satu sifat buruk manusia yaitu tidak menerima ketentuan dari Allah ﷻ. Hampir sama dengan berburuk sangka atau su'dzon. Sekaligus membuktikan bahwa ini manusia memang bersifat suka mengeluh.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat al-Ma’arij Ayat 19-21:
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا () إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا () وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) ia amat kikir.” (QS. Al-Ma’arij: 19-21)
Ayat di atas menegaskan bahwa pada umumnya manusia itu suka mengeluh. Mereka punya sifat buruk berupa keinginan (ambisi) yang berlebihan, sedikit kesabaran, banyak berkeluh kesah. Jika ditimpa kesulitan berupa kemiskinan atau sakit, mereka banyak mengeluh, meratapi nasib, mengutuk keadaan, serta diliputi kesedihan berkepanjangan.
Mereka lebih fokus dengan sedikit kekurangan dan melupakan karunia lainnya yang lebih banyak. Saat di uji sakit sedikit mereka seolah merasakan Allah ﷻ tidak baik, hidup terasa berat, seakan dunia tidak memihak kepadanya.
Dia ceritakan penderitaannya kepada semua orang. Dia ingin orang lain tahu bahwa dia sedang dalam keadaan susah, dengan harapan setiap orang akan iba dan menaruh belas kasihan kepadanya. Dia tidak pernah berpikir sedikit pun tentang karunia serta nikmat yang telah Allah ﷻ berikan kepadanya. Dia hilangkan semua kebaikan Allah ﷻ kepadanya.
Allah ﷻ berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 155-157,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Padahal jika mau berfikir dan merenung, karunia Allah ﷻ jauh lebih banyak bahkan tidak terhingga dan tidak terhitung, mengapa mereka tidak bersyukur? Tidakkah mereka belajar dari kisah Nabi Ayub yang di beri ujian penyakit kulit selama belasan tahun sampai di jauhi bahkan di tinggal oleh istri, keluarga dan orang-orang, namun apa yang Nabi Ayub lakukan, beliau tidak mengeluh karena beliau merasa usia sehat yang di rasakan lebih banyak dari pada usia saat sakit, jadi tidak ada alasan untuk mengeluh. Bukankah sakit bisa menjadi penggugur dosa jika mau bersabar?
Kemudian saat mereka bergelimang harta, sehat wal afiat, mempunyai kedudukan yang tinggi mereka merasa sombong, seolah itu semua hasil kerja keras dia sendiri. Bukannya bersyukur dan menggunakan kenikmatan yang di dapat di jalan agama, justru malah mereka lalai.
Padahal, Al-Qur'an mengisahkan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah kemanusiaan. Fir’aun, adalah simbol penguasa zalim, angkuh dan sombong, bahkan menyatakan dirinya sebagai tuhan. Dia dan kekuasaan yang dimilikinya lenyap seketika seiring ditenggelamkannya di laut merah.
Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”