Oleh: Wina Fatiya
Perbincangan tadi siang sungguh menarik. Aku bersama beberapa orang teman mengobrol dengan santai seputar banyak hal. Dari mulai pengasuhan dan pendidikan anak, ziarah kubur, tradisi klenik di sekitar kita sampai lailatulqadr.
Khusus tentang lailatulqadr, ternyata teman-temanku ini banyak yang masih bingung. Mereka bingung lailatulqadr itu apa tandanya, kapan, dan apa saja yang harus dilakukan.
Ada salah satu dari mereka yang menunjukkan komentar salah seorang ustaz yang memposting foto orang-orang yang sedang i'tikaf. Namun foto itu bukan mereka yang sedang salat atau baca Al-Qur'an, melainkan foto jamaah yang tertidur di mesjid dengan posisi tidur yang beragam.
Lantas ia bertanya, "Memang i'tikaf itu boleh seperti itu ya? Dapet lailatulqadr ngga tuh?"
Kamipun bingung menjawab. Akhirnya salah seorang temanku mengacungkan tangan, kamipun memandang ke arahnya, lama ia terdiam tak bersuara. Begitupun kami tertegun menantikan reaksi lanjutan darinya.
Dengan tampang serius ia berkata, "Wallahu'alam bi showab". Gubrak.
Sontak kamipun tertawa. Kami kira ia akan mengatakan sesuatu yang menjawab rasa penasaranan kami.
Akhirnya dengan memberanikan diri, kusampaikan kepada mereka suatu hadis bahwa Rasulullah melakukan segala halnya di mesjid ketika i'tikaf, termasuk di dalamnya tidur. Selengkapnya hadis itu adalah:
وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَةٍ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا
“Rasulullah tidak masuk ke rumah kecuali untuk suatu kebutuhan ketika beliau sedang ber-itikaf” (HR. Bukhari no.2029, Muslim no.711)
Ijma ulama mengatakan bahwa orang yang beritikaf diperbolehkan tidur di masjid dalam masa itikaf. Namun, bukan menyengaja tidur di mesjid. Seolah hanya memindahkan tempat tidur yang asalnya di rumah menjadi di mesjid.
Tidurnya orang yang I'tikaf karena ketiduran atau sudah sangat tidak kondusif untuk beribadah, maka tidur sejenak sangat dianjurkan untuk mengembalikan vitalitas tubuh. Dengan demikian bisa beribadah lagi dengan optimal.
Beberapa kali pengalamanku ketika I'tikaf, menjelang tengah malam atau lewat tengah malam adalah waktu yang sangat kritis bagi badan. Badan sudah lelah, mata sudah berat, bahkan wudu dan jalan-jalan menghirup angin malampun sudah tak mampu menyegarkan. Badan menuntut haknya.
Maka saat itu, sudah tak mungkin lagi melanjutkan aktivitas ibadah. Jikalaupun iya dipaksakan, biasanya melantur tak karuan. Baca Al-Qur'an loncat-loncat. Rakaat salat tak tentu. Zikir atau atau berdo'a pun tak khusyuk.
Akhirnya kukatakan pada teman-temanku bahwa mungkin orang-orang yang ada di foto itu sedang dalam masa yang sudah tidak kondusif lagi untuk beribadah sehingga mereka tertidur sejenak, tapi mungkin tertidurnya barengan dan pas tertangkap kamera.
Semua teman-temanku mengiyakan hipotesisku. Hipotesis yang bersumber dari husnudzon kepada sesama muslim.
Akhirnya ada respon lanjutan dari temanku. Ia berkata, "Oke itu kan tidurnya. Nah gimana sama lailatulqadrnya, dapet ngga tuh?"
Semua mata tertuju padaku seolah aku adalah tersangka utama yang sedang diinterogasi petugas. Akupun memutar otak bagaimana memberikan jawaban yang pas untuk mereka.
"Ya itu kan hanya Allah yang tahu. Tidak ada jaminan orang yang tidak tidur itu pasti dapat lailatulqadr. Begitu juga dengan orang yang tidur ketika I'tikaf di mesjid, tidak ada berita bahwa kesempatan mendapatkan lailatulqadr itu hilang karena tidur. Iya kan? Jadi ya... Wallahu'alam bi showab,"
Teman-temanku mengangguk. Namun ada salah seorang teman menimpali.
"Ya tetap aja, orang yang tidur sama yang ngga tidur pahalanya beda. Iya kan? Orang yang tidak tidur, peluang dapat lailatulqadrnya lebih besar. Lalu kemuliaan dan keutamaan yang diraihnya juga kemungkinan lebih banyak. Kan waktu beribadahnya lebih panjang dibanding orang yang tidur, iya ngga sih?" tuturnya menunggu persetujuan kami.
Kamipun kompak mengangguk tanda setuju.
Akhirnya percakapan kami ditutup oleh satu pertanyaan pamungkas dari teman yang belum mudeng dengan apa yang kami bicarakan.
Ia lantas bertanya, "Ini I'tikaf yang di mesjid kan bukan yang di rumah?"
Kamipun saling berpandangan kiri dan kanan. Selepas itu kami tertawa bersama karena belum pernah kami mendengar bahwa I'tikaf itu bisa dilakukan di rumah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”