Oleh: Atik Setyawati
Manusia memiliki aspek kerohanian sebagaimana makhluk Allah yang lainnya. Allah Subahanahu Wa Ta'ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Al-Hajj Ayat 18)
Alam, manusia dan kehidupan memiliki aspek kerohanian. Ketiganya adalah makhluk dari Allah ﷻ. Tunduk terhadap fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki sifat terbatas, serba kurang, serba lemah dan membutuhkan pada yang lainnya. Membutuhkan sesuatu yang hebat di luar ketiganya. Apa yang ada di langit, misalnya: matahari, bulan, dan bintang, semua tunduk pada Allah. Matahari terbit dari timur dan tenggelam di ufuk barat. Matahari menjalani sunatullahnya dan tidak pernah berubah hingga tiba hari kiamat. Sementara itu makhluk yang ada di bumi juga senantiasa tunduk dan patuh pada ketetapan Ilahi. Gunung-gunung yang terpancang. Pohon-pohon yang merundukkan daunnya, tanda bertasbih pada Tuhan-nya. Hewan melata juga burung-burung yang terbang dengan mengepak-ngepakkan sayapnya, tanda memuji Tuhannya.
Manusia pun demikian seharusnya. Senantiasa beribadah pada Allah ﷻ. Tetapi, banyak juga manusia yang ingkar dan tidak mau beribadah. Manusia ini layak mendapatkan azab dan dihinakan oleh Allah ﷻ.
Nilai plus bagi manusia adalah manusia memiliki ruh. Ruh di sini bukanlah kunci kehidupan melainkan kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah sebagai penciptanya. Apapun aktivitas yang dilakukan oleh manusia hendaknya ada ruh di sana. Ada kesadaran bahwa yang ia lakukan adalah amal yang penuh kesadaran dalam mengibadahi Rab semesta alam. Jadi, tidak ada dijumpai iman yang lemah manakala setiap saat manusia beribadah disertai ruh di sana. Sekali lagi, ruh adalah idrak silatubillah, kesadaran akan hubungan dengan Allah.
Dengan senantiasa beramal disertai kesadaran ini maka akan mulialah manusia baik di dunia maupun di negeri akhirat nanti. Allah akan memuliakannya.
Sebaliknya, ketika manusia tidak mau beribadah kepada Allah maka amat hinalah kehidupan akhiratnya. Ketika Allah telah menghinakan seorang hamba, maka tidak ada yang mampu menolongnya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”