Oleh: Honriani Nasution
Sudah tradisi di negeri ini setiap lebaran akan selalu diisi dengan silaturrahim. Bahkan para perantau pun akan mudik walau biaya mudik sangat mahal disebabkan sistem ekonomi yang dianut oleh negara ini sistem ekonomi kapitalisme mengambil setiap kesempatan sebagai peluang bisnis, segala hal dinilai dari sudut pandang bisnis! Negara tampil sebagai pemulus kepentingan para kapital, setiap hari-hari besar maka harga tiket pesawat atau pun transportasi lainnya akan meroket tajam.
Kalaupun ada yang menawarkan mudik gratis, itupun biasanya ada maksud terselubung, pencitraan! Ada udang di balik batu, berharap rakyat memilihnya untuk menjadi caleg atau pun kepala daerah bahkan untuk menjadi presiden. Bahkan peraturan mudik disusun sedemikian rupa agar pundi-pundi pejabat maupun para pengusaha transportasi semakin penuh.
Ambil contoh peraturan perlu tidak nya test antigen bagi rakyat yang sudah vaksin dua kali. Sebelum lebaran tidak perlu test antigen, tapi pas saat menjelang lebaran dibuat aturan perlu test antigen bagi rakyat yang sudah vaksin dua kali kembali diberlakukan, setelah lewat masa-masa penumpang ramai aturan ini pun kembali dicabut. Bukankah negara sebagai pelayan rakyat semestinya memudahkan segala urusan rakyat?
Hal ini jelas sulit bahkan mustahil diperoleh dalam negara demokrasi! Negara demokrasi itu menganut prinsip ‘mencari untung sebanyak-banyaknya, setiap hal dinilai dari untung-rugi, bukan dinilai berdasarkan pahala atau dosa!’ Sadar tak sadar rakyat pun memiliki sikap yang sama, silaturrahim pun dinilai dari sudut materi, jika menguntungkan silaturrahim jika merugikan tak kan silaturrahim! Sangat berbeda dengan masa Khilafah Islamiyyah ala Minhajin Nubuwwah.
Jika tidak mengingat pahala silaturrahim, mungkin berat bagi rakyat biasa untuk mudik saat lebaran. Namun mengingat pahala dari silaturrahim dan mengingat tradisi mudik ini, maka tetap banyak rakyat yang mudik, bahkan memaksakan diri. Lihatlah bagaimana rakyat di pulau Jawa masih ada yang mudik dengan kendaraan sepeda motor dengan penumpang lima orang dan disertai beban beberapa tas. Bukan karena tidak mau memakai jasa transportasi atau pun jasa pengiriman barang, namun karena mahalnya biaya mudik sementara penghasilan hanya bisa untuk hidup pas-pasan! Terkadang para pemudik ini minim memikirkaan resiko selama di perjalanan.
Hal yang wajar jika seorang muslim sangat antusias untuk bersilaturrahim karena dalam Islam mengajarkan umatnya untuk silaturrahim, walau pun silaturrahim itu tidak mesti dilaksanakan di bulan Syawal. Hanya saja ada kesan lebih seru jika silaturrahim itu diadakan di bulan Syawal! Seharusnya pemerintah tampil sebagai pihak yang memudahkan urusan mudik ini misalnya dengan memperbanyak transportasi massal dan memperbaiki jalan-jalan yang akan dilalui para pemudik dan menetapkan tarif transportasi yang murah!
Hanya saja ada juga hal ironis yang terjadi saat sesama anggota keluarga silaturrahim. Tak jarang saat beramah tamah antar sesama anggota keluarga bahasa-bahasa yang menyakitkan muncul dari para pemilik lisan. Mulai dari membangga-banggakan anggota keluarga yang sukses dalam bisnis di tengah-tengah keluarga yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Atau membangga-banggakan anak yang meraih prestasi di bidang pendidikan di tengah-tengah keluarga yang kesulitan untuk mengecap pendidikan lanjutan atas. Belum lagi ada juga kebiasaan sibuk membicarakan aib keluarga, ya, ghibah pun marak di tengah silaturrahim! Bahkan ada juga yang sibuk memeperebutkan harta warisan!
Melihat keadaan ini, Penulis berpikir mungkin perlu dibuat training di tengah-tengah rakyat, training ‘Mewujudkan Silaturrahim yang Penuh Keberkahan!’ Bukankah sangat indah jika silaturrahim itu diisi dengan sikap saling memudahkan di antara sesama keluarga? Diisi dengan sikap saling menasehati dengan penuh kasih sayang? Bukan diisi dengan sikap saling pamer ataupun bukan diisi dengan sikap saling merasa diri paling benar? Isilah silaturrahim itu dengan menceritakan kisah-kisah para nabi, kisah-kisah para sahabat, kisah-kisah para ulama dan kisah-kisah orang yang baik, atau isilah silaturrahim itu dengan menjelaskan isi Al-Qur’an atau hadis-hadis shahih!
Lebaran kali ini mari kita jadikan untuk memberi pengaruh yang lebih baik untuk hari-hari berikutnya dengan cara menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup kita. Mari menjadikan halal dan haram sebagai standard dari setiap perbutan kita. Tinggalkan asas manfaat dalam berinteraksi dengan sesama manusia terutama dengan sesama anggota keluarga. Jangan sampai hubungan kekeluargaan yang ada di antara kita memakai prinsip ‘ada uang abang di sayang tak ada uang abang ditendang!’
Lihatlah betapa alqur’an sudah membimbing manusia untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Allah ﷻ dalam surat an Nisa ayat 148-149 berfirman:
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kalian melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menafsirkaan ayat ini sebagai perintah Allah ﷻ kepada manusia untuk menjamu tamunya dengan baik. Juga perintah Allah ﷻ kepada tamu untuk tidak membicarakan tuan rumah kepada orang lain jika tuan rumah tidak menjamunya dengan baik. Ayat ini juga memerintahkan manusia untuk senang melakukan kebaikan. Boleh menceritakan kebaikan yang dilakukan boleh juga menyembunyikannnya. Kemudian ayat ini juga memerintahkan manusia untuk saling memaafkan kesalahan orang lain.
Akhirul kalam sebagai penutup. Ini masih suasana lebaran, mari saling memaafkan dengan tulus, lupakan semua kesalahan orang lain kepada kita dan ulurkan tangan kepada pihak yang membutuhkan walaupun dia pernah menyakitimu! Idul fitri itu hari kemenangan. Kemenangan bagi orang-orang yang ketaqwaan atau pun ketaatannya meningkat! Bukan kemenangan untuk orang-orang yang pamer baju baru atau pamer kendaraan hasil kredit ribawi!
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”