Oleh: Wina Fatiya
Gema takbir bertalu-talu mengumandangkan kalimat zikir
Tabuhan bedug menggetarkan janabijana membuat syahdu yang mendengar
Suara riuh anak-anak yang bermain riang di malam itu makin menyemarakkan suasana
Kembang api dan petasan bersahutan menyinari langit malam itu
Gelak tawa mnghiasi setiap sudut rumah dan halaman dalam balutan cengkrama keakraban
Malam itu, kampung halaman ramai dengan kembalinya orang-orang yang pergi merantau
Bak kunang-kunang yang bersinar kelap-kelip menghiasi malam dalam kesyahduan yang tak terperi
Begitulah yang mampu kuingat tentang malam takbiran di desa. Malam yang begitu ramai dan menyenangkan. Malam yang menjadi penanda berakhirnya Ramadan. Malam yang begitu akrab menyambut hari raya.
Seperti biasa para ibu menata rumah dengan beragam panganan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari. Meja di setiap ruang rumah dipenuhi toples yang berisi makanan. Berharap esok tamu yang bertandang bisa mencicipi dan mendulang berkah hari raya dengan makanan.
Anak-anak berkumpul di halaman berbagi cerita esok hari akan mengenakan pakaian baru. Berbunga-bunga hati mereka. Tak lupa kegembiraan itu diwarnai dengan uang 'angpau' lebaran yang begitu mereka harapkan.
Tak lupa Bapak-bapak menghabiskan malam ini di mushola dan mesjid. Mereka mengumandangkan kalimat takbir, tahlil, tahmid dengan syahdu dibarengi kopi pahit dan panganan khas desa. Semua terlihat syahdu dengan hari kemenangan esok hari.
Masih jelas kuingat, malam takbiran seperti itu, aku selalu ditugaskan oleh ibu untuk menyiapkan pakaian seluruh keluarga untuk esok hari. Mulai pakaian untuk salat 'id sampai pakaian untuk berkeliling silaturahmi.
Hanger, pewangi, serta setrika sudah siap menjadi lahanku di malam takbiran. Diiringi kalimat zikir mengikuti suara zikir di mesjid biasanya ku merenung tentang sebulan kemarin mengisi Ramadan. Ah, betapa cepatnya Ramadan usai.
Menjelang tengah malam, biasanya kami akan bergegas tidur supaya esok tak kesiangan berangkat ke lapangan. Namun biasanya, mata tak juga terpejam, tak sabar menantikan esok hari.
Sampai akhirnya kumandang azan subuh mengawali hari di hari kemenangan itu. Mengantri mandi menjadi pemandangan biasa bagi kami. Sembari menunggu antrian, biasanya aku membantu ibu menyiapkan makanan hari itu.
Opor ayam, ketupat, sambal ati kentang, kerupuk udang, sate, nasi kuning, puding buah dan lainnya menjadi penghias meja makan. Wanginya makanan-makanan itu menambah kekhasan dan sukacita hari raya. Ah, syahdunya hari kemenangan itu.
Setelah semua siap, kami berangkat bersama ke lapangan. Menenteng sajadah dan mukena. Pakaian rapi dan wangi menjadi penghias balutan raga kami. Sembari lantunan zikir senantiasa terucap sepanjang perjalanan menuju tempat salat Idulfitri.
Sapaan demi sapaan begitu ramah menyapa kami yang baru datang. Semua bergembira menantikan salat Id yang hanya setahun sekali itu.
Salat dua rakaat dan untaian hikmah dari khutbah Idulfitri menjadi titik sentral gelaran hari raya ini. Syahdu begitu rindu.
Setelah usai, segera kami bersalam-salaman sembari bercengkrama. Ada yang menangis tersedu-sedu mengingat kesalahan, ada yang tertawa mengingat kebaikan, ada pula yang biasa saja.
Dari lapangan itu, ada yang bergegas pulang, ada pula yang melanjutkan safari silaturahmi, ada pula yang langsung ziarah ke makam. Ah, beragam rencana dan langkah manusia.
Namun satu hal yang pasti bahwa hari raya Idulfitri adalah hari yang dinanti-nanti. Apalagi bagi mereka yang selama sebelas bulan berjibaku dengan pekerjaan, inilah momen mengistirahatkan sejenak pikiran dan badan dari rutinitas.
Ada lagi kegiatan yang selalu dinantikan di hari raya yaitu bertamasya bersama keluarga besar. Jalan-jalan ke tempat yang sudah atau belum disinggahi tak menjadi persoalan. Yang terutama adalah bisa menghabiskan waktu bersama dengan sanak-saudara.
Ini menjadi momen tak terlupakan yang selalu dirindukan. Tak ada lagi sekat permusuhan, pertentangan apalagi persaingan jika sudah berkumpul bersama keluarga di hari raya. Ah, syahdunya hari kemenangan.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”